Kisah Yudhis Jalani Homeschooling hingga Lolos UI

10 Juli 2019 10:28 WIB
clock
Diperbarui 21 Januari 2021 11:14 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yudhistira Gowo Samiadji, pelajar homeschooling yang lolos SBMPTN 2019 ke UI. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Yudhistira Gowo Samiadji, pelajar homeschooling yang lolos SBMPTN 2019 ke UI. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sebagian orang mungkin menganggap belajar di sekolah favorit bisa memuluskan jalan ke perguruan tinggi impian. Itulah anggapan yang mendasari sejumlah orang tua protes saat anaknya tak diterima ke sekolah favorit akibat adanya sistem zonasi. Mereka khawatir masa depan pendidikan sang anak kurang terjamin.
ADVERTISEMENT
Namun, keadaan tersebut bertolak belakang dengan apa yang dipikirkan oleh Yudhistira Gowo Samiadji. Cowok 18 tahun dari Jatinegara, DKI Jakarta, ini justru memilih belajar lewat pendidikan non formal. Bermodalkan ijazah paket C, di SBMPTN 2019 ia berhasil masuk ke jurusan Ekonomi di Universitas Indonesia.
"Lega sih akhirnya udah dapat itu," ungkap Yudhis kala ditanya kumparan soal perasaannya lolos SBMPTN 2019. "Sempat khawatir (enggak lolos) sih karena melihat teman-teman lain yang nilainya tinggi-tinggi dan aku targetkan salah satu jurusan yang lumayan tinggi persaingannya."
Selama ini, Yudhis memang tak pernah mengikuti pendidikan formal apa pun. Ijazahnya semua kejar paket, dari setara SD hingga SMA. Yudhis melakukan homeschooling atas pilihannya sendiri setelah diberi sejumlah pertimbangan oleh orang tua.
ADVERTISEMENT
"Salah satu concern-nya bapak, sekolah itu sudah semakin kayak pabrik di mana (pengembangan) individual-nya anak itu udah enggak kerasa. Ibu itu dulu memilih aku untuk homeschooling karena merasa bahwa masa sekolah itu kurang banyak mainnya," jelas pemilik blog self learned duniayudhis.com itu.
Menurut Yudhis, dengan tidak bersekolah formal, ia bisa belajar menggunakan lebih banyak waktunya untuk mencari minat dan bakat yang disukai. Yudhis merasa bisa mengasahnya sendiri tanpa harus terpaku oleh kurikulum sekolah.
"Tergantung aku lagi minatnya dan lagi penginnya apa sih sebenarnya. Misalnya, ada waktu di mana aku sangat suka dengan 3D grafis ya sudah aku kesehariannya belajar 3D grafis, belajar ini, itu, bikin portofolio. Ketika ternyata bukan di situ kemampuanku, ya sudah aku berhenti aku pindah," kata cowok yang punya skill programming hingga desain grafis itu.
ADVERTISEMENT
Meski belajar mandiri sesuka hati untuk memperoleh pengetahuan dan skill, tapi Yudhis mengaku belajar intensif selama setahun khusus untuk SBMPTN 2019.
"Aku untuk persiapan SBMPTN bimbel juga." Ia melanjutkan, "Makanya merasa beruntung belajar hanya setahun hanya lewat bimbel bisa masuk."
Sejak SD hingga SMA, Yudhis memilih sekolah non formal. Akan tetapi di pendidikan tinggi, ia ingin merasakan sendiri pendidikan formal seperti apa. Alasannya, supaya ia bisa mengevaluasi pendidikan Indonesia secara lebih kontekstual. Melihat apa yang salah dalam pendidikan di negeri ini.
"Terus, pengin nyari teman sih, aku pengin memperluas lingkaranku terutama untuk teman-teman yang, kalau katanya bapak, kualitasnya baguslah anak-anak di sana (UI)," ujarnya.
Cita-cita untuk Pendidikan Indonesia
Yudhistira Gowo Samiadji (tengah), pelajar homeschooling yang lolos SBMPTN 2019 ke UI. Foto: Instagram/@yudhisgs
Sebagai pelaku homeschooling, Yudhis punya cita-cita sendiri untuk pendidikan Indonesia. Di masa depan, ia mengaku ingin berkontribusi memperbaiki pendidikan dengan menjadi guru, punya sekolah sendiri, atau menjadi menteri pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Aku pengin supaya pendidikan Indonesia bisa kontekstual dan beneran bermanfaat buat anak-anaknya. Karena yang bisa aku lihat sekarang di sekolah itu ada diskoneksi antara anak, guru, dan pejabat yang menciptakan kurikulum untuk anak itu," tuturnya.
Cowok yang mempunyai ketertarikan pada filsafat ini mencontohkan diskoneksi tersebut dengan bercerita teman-temannya yang bersekolah formal acapkali menemui kebingungan saat memilih studi di perguruan tinggi. Yudhis menyayangkan hal tersebut.
"Teman-temanku yang SMA itu harusnya kan sudah bisa memilih jalannya sendiri tahu ke mana, tapi sebagian besar H-5, H-3, H-1 pendaftaran SBMPTN ya itu masih belum tahu jurusannya mau ke mana," katanya.
Solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia masih dicari oleh Yudhis. Namun paling tidak, ke depan Yudhis berkeinginan agar anak-anak Indonesia memandang bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan menempuh pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang internet itu membuka peluang besar sekali untuk siapa saja, di mana saja untuk bisa mengakses kualitas pendidikan yang (berskala) internasional," terang Yudhis.
Oleh karenanya, untuk mengekstrak pendidikan berskala internasional itu, pada awal homeschooling Yudhis fokus mempelajari Matematika dan Bahasa Inggris. Dengan begitu ia bisa mencari bahan pelajaran sendiri yang lebih luas cakupannya. Yudhis pun berpesan bagi mereka yang bersekolah formal untuk melakukan hal tersebut.
"Jadi enggak terpatok apa yang disampaikan guru di kelas, eksplorasi sendiri, cari bahan pelajaran sendiri," tutupnya.