Komik: Ingat, Cyberbullying Bukan Bercanda!

9 September 2021 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban cyberbullying. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban cyberbullying. Foto: kumparan
Saat media sosial memudahkan kita berkomunikasi tanpa terbatas soal jarak, tidak semua menggunakannya untuk hal baik. Bebasnya bermedia sosial dapat pula membuat seseorang mudah memberikan komentar negatif kepada orang lain.
Karena dilakukan di dunia maya, beberapa orang merasa “aman” dan “bebas” saat menuliskan komentar negatif di media sosial. Padahal, komentar tersebut bukan sekadar deretan kata-kata tak bermakna dan tanpa konsekuensi.
Bayangkan, kamu dikirimi sebuah pesan dengan kata-kata kasar yang bisa merusak nama baik dan reputasimu. Lebih parahnya, komentar tersebut datang dari orang yang tidak kamu kenal. Enggak heran, ada banyak kasus korban perundungan online atau cyberbullying, yang menjadi depresi hingga mencoba bunuh diri karena tidak sanggup menahan tekanan di media sosial.
Ilustrasi korban cyberbullying mendapat komentar negatif di media sosialnya. Foto: kumparan
Cyberbullying meliputi perilaku seseorang dalam mengintimidasi orang lain lewat media elektronik. Mulai dari mengirimkan pesan dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, menyebarkan gambar-gambar untuk merusak reputasi korban, memprovokasi orang lain untuk melakukan hal yang sama, hingga memberi ancaman terhadap korban.
Pernah dengar soal kasus artis Korea yang bunuh diri akibat komentar haters di media sosialnya? Ya, sejatinya, mengirimkan komentar negatif di media sosial memang tidak pernah sebercanda itu. Ada dampak luar biasa yang mungkin memengaruhi psikologis korban dan itu ditandai dengan beberapa gejala.
Saat seseorang mengalami cyberbullying, ia akan merasakan sakit di beberapa bagian tubuh dan mengalami gangguan psikosomatik. Seseorang yang mengalami gangguan psikosomatik akan merasakan keluhan fisik yang diduga disebabkan oleh faktor psikis, seperti stres, depresi, takut, atau cemas. Namun ketika ditinjau secara medis, orang tersebut tidak terinfeksi virus atau bakteri.
Tak hanya menyerang fisik, emosinya juga jadi tidak stabil dan menyulitkan korban untuk menyesuaikan diri saat berada dalam kondisi tertekan. Ia jadi lebih lambat mengambil keputusan, menemukan solusi, hingga menentukan sikap. Akibatnya, konsentrasi dan produktivitas korban pun menurun.
Ilustrasi korban cyberbullying mendapat komentar negatif di media sosialnya. Foto: kumparan
Tahukah kamu, dalam sebuah studi yang diterbitkan Frontiers in Psychology ditemukan bahwa orang-orang yang senang memberikan komentar negatif kepada orang lain menunjukkan salah satu gejala psikopati. Seseorang dengan kepribadian ini akan melakukan perilaku tidak bermoral karena kurangnya empati terhadap orang lain. Semakin dibiarkan, semakin bebas orang tersebut melanjutkan aksinya.
Meski merupakan persoalan yang mudah, fenomena cyberbullying bisa kita tekan dari diri sendiri. Jangan pernah melanggengkan kebencian, apalagi terhadap orang yang tidak kita kenal.
Ketika kamu menemukan unggahan yang menyuarakan cyberbullying, hindari untuk memencet tombol like atau meneruskan unggahan tersebut. Bila ada teman atau keluarga yang menyebarkannya, beri tahu mereka bahwa jejak digital bisa jadi bumerang untuk diri mereka. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi orang lain, pun pelakunya dapat terseret ke ranah hukum. Oleh karena itu, putuskan rantai cyberbullying di kamu.
Ilustrasi mencegah cyberbullying. Foto: kumparan
Selain itu, berpikirlah sebelum mengetik dan mengunggah sesuatu agar tidak melanggar kode etik digital. Saat kamu merasa sebuah unggahan media sosial tidak sesuai dengan pemikiranmu, coba lihat dari lain sisi. Jika kamu ada di posisi si pengunggah, akankah kamu melakukan hal yang sama? Akankah kamu punya pemikiran yang sama?
Bukankah kita sudah lama menjunjung Bhineka Tunggal Ika? Ingat, selera orang mungkin bisa berbeda tergantung pengalaman dan lingkungan di sekitarnya. Justru dengan keberagaman tersebut kamu bisa mendapatkan sudut pandang lain tentang perjalanan hidup.
Gunakan media sosial sebagai wadah untuk mencari teman baru, mengembangkan diri, atau mempelajari hal-hal yang belum kamu kuasai. Ajak orang-orang terdekatmu untuk melakukan hal yang sama, sehingga kehadiran media sosial dapat dirasakan manfaatnya.
Mulai sekarang, yuk #MakinCakapDigital dengan bijak menggunakan media sosial agar literasi digital di Indonesia bisa berjalan dengan baik dan tepat. Bijak bermedia sosial juga turut mendukung Program Literasi Digital Nasional yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bekerja sama dengan Siberkreasi, Kominfo mengajak masyarakat untuk menyuarakan konten positif di media sosial. Salah satunya, mencegah tindakan cyberbullying. Nah, untuk informasi menarik mengenai literasi digital lainnya, kamu dapat mengunjungi laman SiberKreasi melalui http://info.literasidigital.id atau ikuti media sosialnya di sini.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Siberkreasi dan Kemkominfo