Kotak Amal yang Tersembunyi di Klinik Wong Cilik Indramayu

3 Desember 2017 13:01 WIB
clock
Diperbarui 21 Januari 2021 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Praktik dr. Wijaya (Foto:  Rizki Baiquni Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Praktik dr. Wijaya (Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
dr S Wijaya tak mau menunjukkan wajahnya ke publik. Saat wawancara, dia tak ingin difoto atau diambil video. Dokter rendah hati itu tak ingin jadi polemik karena membuka klinik bagi mereka yang tidak mampu.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak ingin diviralkan, terkenal, tersohor, terpublikasi, tidak ingin seperti itu,” ujarnya saat ditemui kumparan di kliniknya di Indramayu, Kamis (30/11) lalu.
“Jadi jangan pernah foto saya,” imbuhnya sambil tersenyum.
dr Wijaya menjelaskan, klinik tersebut dibangun pada tahun 2014. Kala itu, dia baru saja pensiun sebagai dokter dari Departemen Pertahanan dan Keamanan.
Awal pertama berdiri, lokasi klinik itu bukan di Jalan D.I Panjaitan, tetapi di Jalan Bima Basuki, sekitar 500 meter dari tempatnya sekarang.
Lulusan Fakultas Kedokteran UGM ini mengaku ada banyak alasan di balik pendirian klinik tersebut. Salah satunya adalah rasa keprihatiannya terhadap kaum papa yang kerap terpinggirkan dalam mengakses layanan kesehatan.
“Tujuannya untuk orang miskin, kaum papa, kaum jelata, kaum nggak punya. Jadi, bagi orang yang mampu silakan ke sejawat yang lain,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dengan cara seperti itu, dr Wijaya ingin agar semua orang dapat merasakan pelayanan kesehatan yang baik. Untuk itu, dia selalu memastikan bahwa orang-orang yang datang memang orang-orang yang membutuhkan.
Dia tidak ingin dianggap mengambil pasien dari klinik atau dokter lain. Sebisa mungkin dokter berusia 60 tahun ini merekomendasikan agar orang berpunya berobat ke tempat yang lebih tepat.
Praktik dr. Wijaya (Foto:  Rizki Baiquni Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Praktik dr. Wijaya (Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan)
Penyematan kata 'Kanggo Wong Cilik', yang sebelumnya ada pada papan kliniknya juga didorong oleh alasan semacam itu. Sebagai penegasan bahwa kliniknya ditujukan bagi orang-orang kecil.
Namun, pada saat ia menulis Kanggo Wong Cilik, ada beberapa pasiennya yang merasa tulisan itu kurang jelas. Atas dasar itu, ia menambahkan beberapa kata, ditulis: tidak pakai tarif, seikhlasnya, tidak punya uang ya tidak perlu bayar.
ADVERTISEMENT
“Kita menulisnya 'Kanggo Wong Cilik', disertai deskripsi semacam itu, lebih halus dari segi bahasa, tapi ya ditutup saja akhirnya (tulisan itu),” bebernya.
Terkait dengan layanan berobat bayar seikhlasnya, dr Wijaya menyediakan kotak amal di ruang pemeriksaan. Posisi kotak amal tersebut diatur membelakangi tempat duduknya, sehingga ia tak bisa melihat berapa nominal yang dimasukkan oleh pasiennya.
“Saya sengaja meletakkannya di situ, supaya tidak bisa melihatnya," ujarnya Saat kumparan hendak mengabadikan kotak amal tersebut, ia menolaknya dengan halus. Alasannya, kata dia, tidak ingin pamer.
Selama menjalankan praktiknya itu, dr Wijaya dibantu oleh dua orang sukarelawan. Untuk perkara obat-obatan ia dibantu oleh Michael (20), seorang relawan mahasiswa. Sementara untuk mengurus administrasi klinik, ia dibantu oleh Jasmine (18).
ADVERTISEMENT
Anda tertarik membantunya?