Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Mengapa 'Anjing' dan 'Anjir' Sering Muncul dalam Obrolan Milenial?
28 Juni 2022 18:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kapan terakhir kali kamu menyebut kata anjing, anjir, atau anjay saat mengobrol? Nah, ini ada penjelasan menarik di sebuah jurnal Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Riset itu menjawab mengapa milenial suka menggunakan kata-kata tersebut.
ADVERTISEMENT
Riset yang berjudul Perluasan Makna dan Variasi Kata Anjing Pada Generasi Milenial (2022) itu berupaya melihat perkembangan bahasa di kalangan milenial. Riset tersebut ditulis Intan Rawit Sapanti dan Irwan Suswandi dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
“Karena saya sendiri dan rekan saya juga termasuk generasi milenial ya. Kami sempat berpikir, kenapa kami dan orang-orang lain, khususnya generasi milenial, begitu mudah mengutarakan kata anjing atau variasinya dalam setiap ujaran dalam setiap konteks,” ujar Irwan kepada kumparan saat dihubungi via pesan singkat, Selasa (28/6).
Menurut Irwan, perubahan bahasa terjadi sangat dinamis pada generasi milenial. Hal itu disebabkan karena mayoritas generasi milenial sangat dekat dengan teknologi dan internet. Data menunjukkan bahwa 94,4% generasi milenial di Indonesia telah terkoneksi ke internet pada 2019.
ADVERTISEMENT
Perluasan Makna Anjing
Penelitian tersebut melibatkan 181 responden generasi milenial. Para responden diperoleh melalui kuisioner. Intan dan Irwan lalu menemukan sejumlah konteks penggunaan dari kata Anjing yang digunakan oleh generasi milenial. Berikut datanya.
Jika mengacu langsung pada KBBI, makna Anjing ialah ‘mamalia karnivor yang persebarannya paling luas, memiliki berat tubuh berkisar antara 1—60 kg’ dan ‘yang biasa dipelihara untuk menjaga rumah, berburu, dan sebagainya’.
Namun di masyarakat khususnya generasi milenial, makna itu telah meluas, contohnya seperti yang ditemui oleh Intan dan Irwan, menjadi kata untuk mengungkapkan rasa kesal, kaget, kagum, enak, dan lain-lain.
Jika dilihat tabel di atas, kebanyakan generasi milenial menggunakan kata Anjing untuk mengungkapkan rasa kesal, yang sebanyak 18,23%.
ADVERTISEMENT
Variasi Kata Anjing
Ditemukan juga variasi dari kata Anjing yang cukup beragam. Dari total 181 responden, ada 143 responden yang memunculkan kata variasi seperti anjir, anjay, njir, jir, serta anjrit.
Variasi kata yang paling banyak digunakan ialah anjir dengan 76 responden atau 53 persen. Yang paling sedikit digunakan ialah kata jir yang hanya 1 persen
Selain itu, peneliti juga melihat dari gender pemakai kata variasi tersebut. Dari komposisi responden yang terdiri 92 wanita dan 51 orang pria, berikut data pemakai kata variasi berdasarkan gender.
Menurut riset itu, munculnya variasi kata Anjing salah satunya disebabkan karena si pengujar tak ingin secara langsung menyebut kata Anjing. Karena bagi sebagian masyarakat, kata Anjing dianggap tabu, kasar, dan tak pantas dugunakan dalam percakapan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, munculnya variasi tersebut ialah bentuk kreativitas pemakai dalam menyampaikan makna serupa dengan kata Anjing, namun dengan cara yang berbeda. Guna menghindari persepsi negatif.
Berikut contoh kalimat dari masing-masing konteks dan variasi. Peneliti menghimpunnya dari para responden.
Irwan sendiri juga menjelaskan terkait fenomena pergeseran dan pengembangan makna dari sebuah kata. Ia mengungkapkan, hal itu merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari.
“Permasalahannya adalah, apakah perkembangan tersebut positif atau negatif. Positif di sini berarti perubahan makna yang ada tersebut menjadikan masyarakat kita semakin menjadi masyarakat berbudaya. Tetapi kalau ternyata perkembangan tersebut menjadikan masyarakat tidak berbudaya dan etika, dapat dikatakan negatif,” ujar Irwan.
Lewat penelitian ini, Irwan juga ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat, khususnya generasi milenial, bahwa kita perlu mengetahui konteks serta esensi dari pergeseran atau perkembangan makna suatu kata.
ADVERTISEMENT
“Pesannya sih dengan kita mengetahui konteks dan esensi dari pergeseran makna dari suatu kata, kita bisa lebih wise atau bijak dalam menanggapi atau merespons suatu ujaran. Apa yang mungkin dianggap orang awam itu negatif, belum tentu negatif. Apa yang dianggap kasar, belum tentu kasar,” terangnya.