Menjadi 'Workaholic', Baik atau Buruk?

4 Desember 2019 8:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi workaholic. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi workaholic. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Banyaknya pekerjaan bisa bikin seseorang menjadi gila kerja alias workaholic. Seorang workaholic biasanya enggak kenal libur, dan selalu menghabiskan waktu buat bekerja.
ADVERTISEMENT
Menjadi workaholic mungkin bisa membuat seseorang lebih cepat dalam mengembangkan kariernya. Sebab, seseorang yang gila kerja kerap dinilai memiliki dedikasi tinggi dan bertanggungjawab.
Terus, apakah menjadi workaholic baik buat seorang pekerja?
Menurut Abdi Utama selaku Senior Manager of Talent and Organization di sebuah perusahaan swasta, menjadi workaholic baik buat seorang pekerja, asalkan ada manfaatnya.
Jangan menjadi workaholic yang cuma bekerja sampai larut, tapi enggak produktif.
"Cuma main-main, kerjaan masih numpuk, tapi tetap pulang malam, itu bukan workaholic. Itu hal yang berbeda," kata dia kepada kumparan.
"Kalau workaholic tapi menghasilkan sesuatu yang memang passion dia, kenapa enggak? Apalagi positif dan membuat dia bahagia. Aku pikir, workaholic adalah sesuatu yang bagus, karena pasti dia tahu apa yang dikerjakan," lanjut Abdi.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia menegaskan bahwa gimanapun bekerja secara berlebihan dapat berdampak negatif kepada seseorang.
Karenanya, lebih baik lagi kalau bisa bekerja secara pintar alias work smart.
"Cara-cara yang lebih efektif dan bisa meminimalisir waktu. Misal, kamu harus mencetak 100 undangan. Daripada mengetik 100 kali, mending menggunakan aplikasi supaya bisa selesai dalam waktu yang lebih singkat. Kenapa enggak?" pungkasnya.
So, kamu memilih untuk jadi workaholic atau work smart, gaes?
Reporter: Aulania Silviananda