Review 'Stranger Things' 3: Ketika Pubertas Diganggu Monster Beringas

8 Juli 2019 16:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemeran Stranger Things musim ketiga dok. Facebook Stranger Things
zoom-in-whitePerbesar
Pemeran Stranger Things musim ketiga dok. Facebook Stranger Things
ADVERTISEMENT
Setuju atau enggak, pubertas itu salah satu fase paling menyebalkan dalam hidup. Bayangin aja, tanpa pengalaman apapun kamu harus menghadapi yang namanya perubahan hormon, bentuk tubuh, sampai membingungkannya perasaan jatuh cinta, dengan emosi yang meluap-luap dan turun-naik, kayak rollercoaster.
ADVERTISEMENT
Mike, Lucas, Dustin, Max, dan Eleven sedang mengalaminya di 'Stranger Things' musim ke-3. Mike dan Eleven yang penginnya berduaan terus di kamar, Dustin yang lagi LDR-an dan rela naik ke puncak bukit sambil membawa radio besar buatannya demi ngobrol sama Suzie --cewek yang ia pacari dari Science Camp--, dan Lucas serta Max yang makin lengket.
Tapi kedekatan Mike dan Eleven membuat Jim Hopper geram. Kepala Polisi Hawkins ini belum pernah menangani remaja yang tengah dimabuk cinta. Pesannya untuk membiarkan pintu terbuka selebar 3 inci aja ternyata enggak ampuh untuk memisahkan Mike dan Eleven.
Di sisi lain ada Will yang 'can't relate' sama teman-temannya. Ketika Dustin sibuk mencoba menghubungi Suzie dari atas bukit di malam hari, Will cuma pengin balik ke basement untuk bermain Dungeons & Dragons.
ADVERTISEMENT
Sama halnya ketika Mike dan Lucas sibuk mencari cara untuk kembali mendapatkan perhatian dari Eleven dan Max, Will berulang kali mengajak mereka buat menyelamatkan Suku Khuisar dari serangan zombie Juju dan menjadi pahlawan di Kerajaan Kalamar, alias --yap, tebakanmu benar-- bermain Dungeons & Dragons.
Sayangnya, Will harus menerima kenyataan pahit bahwa teman-temannya udah enggak lagi tertarik menghabiskan waktu bermain board game di basement. Dan tanpa disadari, hal ini membuat hubungan mereka semakin berjarak.
Beratnya tumbuh dewasa dalam bayang-bayang The Mind Flayer
Problema cinta dan retaknya pertemanan mereka harus dikesampingkan karena ternyata The Mind Flayer masih menghantui Hawkins. Ya, di musim ke-2, Eleven emang udah menutup 'The Gate', atau seenggaknya begitulah yang Duffer bersaudara pengin orang-orang percayai. Tapi, ternyata, monster yang sekarang bentuknya mirip laba-laba raksasa ini kembali dengan lebih kuat, lebih menyeramkan, dan lebih sulit untuk dibunuh.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah faktor yang membuat monster jahat ini semakin kuat. Pertama, karena ternyata ada peran pemerintah Rusia yang mencoba membuka 'The Gate' dan masuk ke dunia 'The Upside Down' (alasan mereka melakukan ini sayangnya enggak dijelaskan). Kedua, The Mind Flayer kian pintar dengan mengontrol orang-orang dan menjadikannya host. Ketiga, salah satu cara The Mind Flayer memperkuat dirinya adalah dengan meledakkan tikus got dan mengambil organnya. Sialnya, tikus got di Hawkins banyak banget!
Selain itu, monster ini juga udah belajar dari pengalaman. Kalau dulu dia memilih bocah ingusan kayak Will, sekarang The Mind Flayer memilih Billy sebagai host pertama yang emang dari awal diciptakan sebagai karakter antagonis.
Kemampuan The Mind Flayer ini membuat musim ketiga lebih seru dibandingkan dua musim sebelumnya. Monster tersebut seakan menegaskan bahwa dialah teror terbesar di Hawkins. Campur tangan pemerintah Rusia, mal Starcourt yang menggerus usaha kecil milik penduduk, dan liciknya Wali Kota Larry Kline cuma jadi pemanis di atas kekacauan yang disiapkan The Mind Flayer.
ADVERTISEMENT
Kemampuan ini juga cukup membuat Eleven cs kewalahan. Apalagi, mereka harus menghadapinya secara terpisah karena hubungan yang merenggang.
Oke, ini sub-kelompoknya. Pertama, ada Eleven dan Max yang mengetahui adanya host ketika memata-matai Billy dengan kekuatan dari Eleven.
Lalu, tim Mike, Lucas, dan Will. Mereka menyadari ada sesuatu yang enggak beres tiap kali bulu kuduk Will berdiri.
Terus, Dustin yang menerobos masuk laboratorium bawah tanah Rusia bersama Steve, Robin --teman kerja Steve di toko es krim Scoops Ahoy--, serta adiknya Lucas, Erica, yang kini memiliki peran lebih banyak di musim ke-3.
Terbaginya mereka ke dalam kelompok-kelompok kecil ini seakan menunjukkan bahwa, mereka masing-masing membawa kepingan puzzle tersendiri, yang menanti untuk disatukan.
ADVERTISEMENT
Formula yang sama dari musim pertama
Formula yang ada di musim ketiga ini sebenarnya sama dengan 'Stranger Things' musim pertama dan ke-2. Alur ceritanya juga enggak jauh berbeda. Dimulai dengan The Mind Flayer secara berhati-hati meneror Hawkins, lalu sedikit demi sedikit kejadian-kejadian aneh disadari oleh Mike dan kawan-kawan, sampai akhirnya mereka kembali bersatu untuk melawan musuh.
Hanya saja kali ini, suspense dibangun lebih cepat, karena cuma dibungkus dalam delapan episode. Dampaknya, ada beberapa plot holes yang dimunculkan tanpa alasan yang jelas. Salah satunya kayak, Nancy yang berkali-kali menyebut 'the source' sebagai tempat persembunyian The Mind Flayer, tapi setelah mengetahui tempatnya berkat bantuan Eleven, mereka malah memutuskan untuk enggak ke sana, dan berkumpul di mal Starcourt bersama Dustin, Steve, Robin, dan Erica.
ADVERTISEMENT
Kali ini Duffer bersaudara juga enggak takut untuk menampilkan adegan yang lebih gore cenderung menjijikkan, lewat host yang bisa meledakkan diri dan berubah bentuk menjadi cairan berlendir untuk bersatu dengan The Mind Flayer.
Sentuhan mal Starcourt dan perayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat di musim panas juga membuat musim ini berbeda dan lebih ceria lewat kembang api. Suasana kolam renang sampai gaya berpakaian Eleven yang berwarna-warni juga menambah kekayaan pada perbedaan yang dihadirkan.
Peran dari pemerintah Rusia juga cukup banyak di musim ke-3 ini. Sayangnya, mereka cuma terasa seperti 'musuh tambahan' di samping The Mind Flayer. Resepnya juga enggak jauh beda dengan film atau serial Amerika lain yang menempatkan Rusia sebagai rivalnya. Belum lagi adegan perkelahian membosankan dan mudah tertebak antara Jim Hopper dan pembunuh bayaran Rusia yang mirip Arnold Schwarzenegger di film 'Terminator'.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, karakter utama seperti Will yang menjadi pusat perhatian di musim pertama dan ke-2, enggak berperan banyak di musim ke-3. Begitu juga dengan Eleven yang justru kehilangan sebagian besar kekuatannya. Eh, tapi dia dapat kekuatan cinta dari Mike, sih. Uwuw~
Sedangkan Dustin konsisten tampil menggemaskan sejak musim pertama. Di musim ke-3 ini, dia menunjukkan kebolehannya dalam bernyanyi ketika membawakan lagu 'Never Ending Story' bersama Suzie. Adegan ini cukup menarik karena punya elemen surprise di tengah scene kejar-kejaran dengan comrade Rusia dan The Mind Flayer. Kayak menyadarkan penonton bahwa apapun yang terjadi, mereka masih sekumpulan anak-anak yang menjalani hidup with a sprinkle of fun here and there.
Oke, siap-siap, karena paragraf setelah ini mengandung spoiler. Jadi, kalau enggak mau tahu, jangan dibaca dulu, ya, tapi di-bookmark biar ingat terus kumparan udah bikin review apik kayak gini.
ADVERTISEMENT
Highlight di musim ke-3 ini justru acting Dacre Montgomery sebagai pemeran karakter Billy. Di musim kedua, ia enggak lebih dari seorang perundung Steve, serta kakak yang menyebalkan dan kasar kepada Max. Sedangkan di musim ini, Billy memegang kunci penting dalam membalaskan dendam The Mind Flayer, dengan menjadi host pertama yang 'merekrut' orang lain untuk menyerang Eleven. Tapi, proses 'perekrutan' ini enggak sempat dijelaskan.
Montgomery enggak hanya tampil berandalan, tapi juga menunjukkan sisi lembutnya ketika Eleven mengingatkan kembali memori manis Billy kecil bersama ibunya di pantai. Cuma, agak aneh karena tiba-tiba, dia seakan tersadarkan dan menjadi baik hingga akhirnya berkorban nyawa melawan The Mind Flayer.
Jim Hopper ikut mengorbankan nyawa hanya karena berada di waktu dan tempat yang salah. Ketika Joyce menghentikan mesin milik Rusia yang membuka 'The Gate', Hopper kebetulan masih berada di dekat situ, dan terkena imbas ledakannya.
ADVERTISEMENT
Tapi, mengutip laman Mashable, ada kemungkinan Hopper sebenarnya belum meninggal. Salah satu sebabnya yaitu, Duffer bersaudara enggak memperlihatkan jasad Hopper seperti yang mereka lakukan kepada Eleven di akhir musim pertama. Terlepas dari itu, surat yang ia tulis untuk Eleven tetap mengharukan, sih.
Secara keseluruhan, 'Stranger Things' musim ke-3 menjadi pengembangan cerita yang pas dari dua musim sebelumnya. Terlepas dari sejumlah plot holes dan alur yang terasa terburu-buru, serial ini kembali berhasil mengemas serunya masa remaja, bermain bersama teman-teman, sambil diganggu monster berkaki delapan.