Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Sebuah riset Risiko Global 2021 (Global Risks Report 2021) yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) bersama Zurich Insurance Group (Zurich) menemukan, sebanyak 80 persen anak muda di seluruh dunia mengalami penurunan kondisi kesehatan mental selama pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Laporan itu juga menemukan, kekecewaan yang dirasakan anak muda (youth disillusionment) dan memburuknya kesehatan mental (mental health deterioration) sebagai risiko global yang paling terabaikan selama pandemi.
Dalam konteks Indonesia, data yang dihimpun oleh layanan telemedicine Halodoc menunjukkan, konsultasi terkait kesehatan mental di platform tersebut meningkat hingga 300 persen selama pandemi.
Lonjakan drastis tersebut membuat layanan konsultasi kesehatan mental menjadi satu dari lima layanan yang paling banyak digunakan pasien.
Penyebab Kondisi Kesehatan Mental Anak Muda Menurun Selama Pandemi COVID-19
Menurut laporan, memburuknya kondisi kesehatan mental anak muda ini diakibatkan oleh prospek ekonomi dan pendidikan yang terbatas.
Melambatnya ekonomi selama masa pandemi mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran yang signifikan dan generasi muda yang baru memasuki dunia kerja terpukul keras oleh situasi ini.
ADVERTISEMENT
Pelajar yang baru lulus dan mulai memasuki dunia kerja di tengah krisis ekonomi cenderung berpenghasilan lebih rendah dari rekan kerja lainnya.
Bahkan, menganggur selama satu bulan pada usia 18-20 tahun diprediksi dapat menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar 2 persen secara permanen di masa mendatang.
Bagi anak muda di kawasan terpencil, risiko pengangguran berpotensi bisa menjadi semakin serius dengan adanya kesenjangan digital selama pandemi.
Ketika anak muda di perkotaan lebih cepat beradaptasi dan berkembang di tengah digitalisasi, anak muda di pedesaan masih kesulitan mengimbangi minimnya akses dan infrastruktur digital.
Hal ini sesuai dengan data UNICEF tahun 2020, setidaknya 30 persen pelajar di seluruh dunia kekurangan akses dan infrastruktur teknologi untuk berpartisipasi dalam pembelajaran daring.
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Agustus 2020 menyatakan, lebih dari 42 ribu sekolah masih belum terakses internet.
Dalam jangka panjang, disparitas digital dapat semakin memperlebar ketimpangan sosial-ekonomi dan menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam daya saing serta keterampilan sumber daya manusia.
Penanganan Kondisi Kesehatan Mental Harus Jadi Fokus
"Tahun ini, kami menemukan pandemi telah menghadapkan generasi muda di seluruh dunia pada tantangan yang sangat besar, dan tanpa terkecuali generasi muda di Indonesia," ujar Direktur Utama Adira Insurance, bagian dari Zurich Group, Hassan Karim dalam siaran pers.
Menurut dia, kualitas hidup generasi muda hal yang sangat penting, mengingat merekalah yang akan memimpin negeri ini pada 20-30 tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
"Dengan Visi Generasi Emas Indonesia 2045, situasi ini menjadi kian menantang dan semakin penting untuk ditangani," kata Hassan.
Lebih lanjut, Hassan mengatakan, investasi terhadap upaya penanganan kondisi kesehatan mental perlu dilakukan dan harus menjadi fokus dalam proses pemulihan pascapandemi.
Selain itu, generasi muda juga harus memiliki saluran untuk bersuara dan memberikan kontribusi dalam pemulihan global demi masa depan mereka.
Namun terlepas dari hal tersebut, keberhasilan proses pemulihan ini terletak pada kolaborasi antara sektor publik dan swasta.
"Situasi ini adalah masalah kompleks yang tidak bisa diselesaikan secara individual. Kami memahami anak muda Indonesia memiliki karakteristik yang unik. Maka, solusinya harus dirancang khusus untuk menjawab kebutuhan dan kekhawatiran mereka," tutur Hassan.
ADVERTISEMENT