Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Sekolah di Kamboja Mewajibkan Siswanya Bayar Uang Sekolah Pakai Sampah
14 Oktober 2018 12:35 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:22 WIB

ADVERTISEMENT
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyadarkan orang-orang tentang budaya bersih-bersih. Salah satu caranya adalah seperti yang dilakukan oleh Sekolah Coconut di Taman Nasional Kirirom Kamboja.
ADVERTISEMENT
Dilansir Channel News Asia, sekolah ini meminta para siswanya untuk bayar uang sekolah dengan menggunakan sampah, bukan uang tunai.
Sekolah yang sudah dibuka sejak 1,5 tahun lalu ini berlokasi sekitar 115 kilometer dari ibu kota Phnom Penh. Sekolah Coconut didirikan oleh Ouk Vanday, mantan manajer sebuah hotel, yang bercita-cita ingin membuat Kamboja bebas sampah.
“Saya menggunakan sampah untuk mendidik anak-anak dengan mengubah sampah menjadi ruang kelas. Sehingga, anak-anak akan memahami cara menggunakan sampah dengan cara yang bermanfaat,” ujar pria yang punya panggilan Si Pria Sampah.
Enggak cuma memberikan pelajaran umum, di sekolah ini, Si Pria Sampah juga mengajarkan pentingnya untuk mengurangi sampah.
Sedikitnya, ada sekitar 65 anak yang terdaftar menjadi murid di sekolah Coconut. Seperti yang sudah dijelaskan, dinding kelas sekolah ini terbuat dari ban mobil bekas yang dicat. Sementara untuk pintu masuknya, dihiasi dengan mural bendera Kamboja yang terbuat dari tutup botol berwarna-warni.
ADVERTISEMENT
Dia berencana akan membuka Taman Kanak-kanak (TK) pada tahun depan, yang dinding kelasnya dibuat dari botol plastik. Selain itu, dia juga berencana untuk mengembangkan aksinya ini ke daerah miskin yang bisa menampung hingga 200 anak.
“Kami berharap mereka (murid-muridnya) akan menjadi aktivis baru di Kamboja, yang mengerti tentang penggunaan, manajemen, dan daur ulang sampah,” ujar Vanday.
Vanday mengaku bahwa inspirasi ini datang saat ia berkeliling Kamboja. Saat itu, ia melihat situs wisata yang tertutup dengan sampah. Merasa terganggu, ia membuka proyek percontohan pada 2013 silam.