Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Sonita Alizadeh, Kritisi Pernikahan Anak lewat Musik Rap
15 Juli 2018 12:06 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:24 WIB
![Sonita Alizadeh (Foto: Instagram/@sonitalizadeh)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1531571447/yrk1hxqgqji3ixz1fwn1.jpg)
ADVERTISEMENT
Sonita Alizadeh namanya. Empat tahun lalu, kala usianya masih 17, perempuan yang lahir di Afghanistan dan besar di Iran ini nyaris ‘dijual’ oleh keluarganya seharga 9 ribu dollar AS. Dilansir Time , keberaniannya untuk menolak dan melawan itulah yang membuatnya terinspirasi untuk menciptakan sebuah lagu rap berjudul ‘Daughters for Sale’.
ADVERTISEMENT
“I scream to make up for a woman’s lifetime of silence”
(Aku berteriak untuk menutupi keheningan seumur hidup seorang perempuan)
Itulah sepenggal lirik dalam lagunya. Kepiawaian Sonita Alizadeh dalam menulis lirik yang lantang tersebut menjadikan lagu ‘Daughters for Sale’ layaknya sebuah anthem untuk melawan tradisi pernikahan anak di Afghanistan.
Setelah video clip ‘Daughters for Sale’ mendapatkan perhatian dari seluruh dunia, Alizadeh mendapatkan beasiswa boarding school di Amerika Serikat. Alizadeh yang kini berusia 21 tahun telah menjadi salah satu orang yang paling berpengaruh suaranya terutama untuk soal pemberdayaan perempuan, --bukan hanya melalui musik, tetapi juga melalui tulisan.
Dia turut menulis kurikulum tentang pernikahan anak yang telah disebar ke sekitar 1,5 juta siswa SMA dan menjadi pembicara di World Bank’s Fragility Forum.
ADVERTISEMENT
‘Daughters for Sale’ sebenarnya mengingatkan kembali Alizadeh pada kenangan buruk yang dialaminya. Selain pada ingatannya akan dipaksa menikah pada usia remaja, Alizadeh juga melihat beberapa temannya mengalami hal yang sama dengannya.
"Saya melihat teman-teman saya dipukuli karena mereka menolak untuk dinikahkan," kata Alizadeh.
Sebelum memilih musik rap, Alizadeh ternyata lebih dulu menulis lagu dengan genre pop tetapi dia merasa kurang pas, sehingga dia beralih ke rap setelah mendengarkan Eminem. Namun di Iran, ilegal hukumnya bagi perempuan untuk bernyanyi apalagi nge-rap. Jadi, dia harus menyembunyikan lirik yang ditulisnya di dalam ransel.
Mimpi Alizadeh menjadi "seorang pengacara yang bisa nge-rap,". Selain itu, dia juga ingin menciptakan undang-undang baru yang melawan pernikahan paksa. Ibunya menikah pada usia 13 tahun, dan Alizadeh yakin bahwa generasinya perlu memutuskan tradisi pernikahan anak.
ADVERTISEMENT
Kenangan pahit akan dirinya dulu dan teman-temannya di Iran masih jadi motivasi kegiatannya sebagai seorang aktivis.
“Saya ingin membantu mereka mencapai impian mereka, untuk menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan untuk menjadi seperti yang mereka inginkan,” tutup Sonita Alizadeth.