Suka Duka Menjadi Siswa di Sekolah Homogen

10 Oktober 2018 17:58 WIB
clock
Diperbarui 21 Januari 2021 11:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa SMA Kolese De Britto boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Greg Adiloka)
zoom-in-whitePerbesar
Siswa SMA Kolese De Britto boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Greg Adiloka)
ADVERTISEMENT
Selain sekolah asrama dan sekolah reguler, ada pula yang namanya sekolah homogen. Sebenarnya sekolah homogen ini menerapkan sistem yang kurang lebih sama dengan sekolah reguler, tapi yang menjadi perbedaan adalah siswanya hanya satu jenis kelamin, antara cowok semua, atau cewek semua.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, ada sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) homogen yang sudah cukup terkenal akan kualitasnya. Sebut saja Tarakanita, Pangudi Luhur, atau De Britto. Siswa di SMA tersebut memiliki pengalaman unik yang tentunya berbeda dengan siswa di sekolah heterogen.
Beberapa dari mereka menceritakan suka-dukanya selama menjadi siswa di sekolah homogen, kepada kumparan. Apa saja, ya?
1. Obrolannya nyambung
Menurut Wisti, seorang alumni SMA Tarakanita 1, masa-masa SMA-nya di sekolah khusus cewek menjadi pengalaman yang menyenangkan. Sebab, ia enggak pernah merasa kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman satu angkatan.
"Obrolan kami itu pasti nyambung. Karena kami cewek semua, ya. Jadi saling mengerti apa yang dibicarakan," kata dia.
2. Enggak perlu tampil maksimal ke sekolah
ADVERTISEMENT
Karena semua temannya cewek, Wisti mengaku enggak perlu susah-susah tampil maksimal ke sekolah untuk memberi kesan kepada lawan jenis. Ia dan teman-temannya bisa dengan bebas berekspresi dan bertingkah, tanpa perlu mempedulikan anggapan orang lain.
"Rambut acak-acakan, duduk ngangkang, ngomong kasar, enggak peduli. Hahaha... Jadi enggak jaim (jaga image) kalau mau melakukan apapun. Ini sebenarnya membantu meningkatkan kepercayaan diri juga, sih. Tapi terkadang justru kayak enggak tahu malu," tutur Wisti.
3. Solidaritas tinggi
Pelajar yang tergabung dalam Paskibra membacakan ikrar pelajar saat acara Deklarasi Pelajar Anti Tawuran di SMA Tarakanita, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelajar yang tergabung dalam Paskibra membacakan ikrar pelajar saat acara Deklarasi Pelajar Anti Tawuran di SMA Tarakanita, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Greg, alumni SMA Kolese De Britto, menyebut pertemanannya dengan teman sekolah menjadi sangat kuat karena melalui banyak susah-senang bersama. "Aku rasa lebih solider, sih. Bisa lebih banyak bertemu dengan partner in crime juga," ucap dia.
Begitu pula Wisti. Ia mengatakan ketika akan menggelar pentas seni, teman-temannya gotong-royong mengangkat properti yang cukup berat. "Pas pensi, seksi keamanannya itu cewek, terus angkat-angkat barang semua juga cewek. Jadi keren kayak girl power, gitu," terangnya.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu, ada segelintir cerita yang kurang menyenangkan selama menjadi murid sekolah homogen. Berikut tiga di antaranya.
1. Bosan dengan lingkup pertemanan homogen
Bagi Wisti, bertemu dengan teman cewek setiap harinya cukup membuat bosan. Hal ini juga berdampak kepada lingkup pertemanannya yang mengecil.
"Dulu, tuh, kayak, 'lu lagi, lu lagi'. Kalau sekolah heterogen, kan, ada cowok dan cewek. Jadi kalau bosan ngobrol sama cewek, bisa main sama cowok. Kalau dulu enggak bisa," ujar Wisti.
2. Enggak ada penyemangat di sekolah
com-Semangat Menjalani Aktivitas (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Semangat Menjalani Aktivitas (Foto: Thinkstock)
Enggak seperti siswa SMA heterogen, Greg mengatakan cukup sulit untuk menemukan penyemangat di sekolah, alias gebetan. Alhasil, ia harus usaha ekstra untuk mendapatkan cinta dari luar sekolah.
"Biasanya, kan, saat PDKT (pendekatan) sama cewek, besoknya semangat akan bertemu lagi di sekolah. Atau waktu istirahat bisa PDKT juga. Tapi dulu mau enggak mau, bertemu gebetan setelah sekolah atau ketika libur," ujar Greg.
ADVERTISEMENT
3. Bercanda kelewat batas
Cerita yang kurang menyenangkan lainnya dari sekolah homogen yakni, candaan yang berlebihan atau kelewat batas. Pengalaman ini yang dirasakan Greg dengan teman-teman cowoknya.
"Karena cowok semua, jadi bercandaannya keterlaluan. Kayak menelanjangi yang ulang tahun, lalu dijemur di lapangan sekolah. Tapi seru-seru aja, sih," ucap Greg.
Kamu ada pengalaman serupa? Sampaikan di kolom komentar, ya!