Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Tetap Optimis di Tengah Ketidakpastian Ekonomi, Bisakah Kita Melakukannya?
4 Desember 2024 16:28 WIB
·
waktu baca 5 menitYa, dari pemberitaan sejak Agustus 2024, topik seperti deflasi, hingga PHK massal terus bermunculan. Tidak hanya itu, laporan mengenai gagal bayar paylater dan pinjaman online pun semakin sering terdengar. Kabar-kabar buruk yang terus berdatangan dan terasa mengerikan.
Belum lagi kenyataannya, daya beli masyarakat terus melemah, diperparah oleh kebijakan PPN 12 persen yang akan berlaku mulai Januari 2025.
Kebijakan ini menjadi perhatian besar di kalangan pekerja muda dan masyarakat urban. Banyak yang mulai mengeluh soal harga kebutuhan yang semakin mahal, termasuk Isti (26 tahun), seorang pegawai swasta di bilangan Jakarta Selatan.
“Ayo beli sekarang sebelum PPN naik jadi 12 persen.”
Itu kata Isti (26 tahun), salah satu pegawai swasta di bilangan Jakarta Selatan. Kepada teman-temannya, ia selalu menganjurkan mereka untuk belanja sebelum harga barang melambung. Namun, di balik anjuran itu, ia sendiri lebih memilih menahan diri.
“Aku ngeri sih kalau benar PPH 12 persen akan diberlakukan. Karena gaji kita kan sudah dipotong pajak. Akhir tahun ini kayaknya penuh strategi di kepala, aku mikir apa perlu strategi khusus biar uangku enggak menipis di tahun depan,” ungkapnya.
Isti mengaku kini lebih fokus pada pengeluaran yang benar-benar penting, seperti bahan pokok dan kebutuhan bulanan. Meski tekanan ekonomi terasa berat, ia tetap mencoba menjaga keseimbangan antara hidup hemat dan tetap waras, seperti yang ia sampaikan dengan nada bercanda.
Mengatur Strategi di Tengah Keterbatasan
Salah satu momen yang mengubah cara pandang Isti adalah ketika ia melihat tetangganya, seorang ibu tunggal, kesulitan memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya. Bukannya menutup mata, Isti memilih untuk membantu dengan cara yang sederhana tapi bermakna.
“Aku belikan buku tulis dan alat sekolah buat anak-anaknya. Enggak seberapa, tapi aku lihat senyum mereka, itu bikin aku merasa lebih baik,” katanya. Baginya, berbagi bukan soal seberapa besar yang diberikan, tapi bagaimana itu bisa menjadi berkah untuk orang lain.
Isti juga mulai memanfaatkan media sosial untuk berbagi tips hemat yang sudah ia terapkan. Mulai dari cara memanfaatkan diskon akhir tahun, hingga ide membuat meal prep untuk menghemat pengeluaran makan. Banyak teman dan pengikutnya merasa terbantu dengan konten-konten sederhana yang ia bagikan.
Tidak hanya berbagi, Isti juga berusaha terus bertumbuh di tengah tekanan. Ia mengikuti kursus online gratis tentang pengelolaan keuangan dan cara memulai usaha kecil. Dari sana, ia mendapat ide untuk menjual produk-produk handmade seperti lilin aromaterapi yang ia buat sendiri.
“Awalnya cuma iseng, ternyata banyak yang suka. Lumayan banget untuk tambahan uang jajan,” ujar Isti.
Bagi Isti, prinsip adalah cara untuk tetap kuat menghadapi ketidakpastian. “Saat kita berbagi, kita merasa lebih ringan. Saat kita terus belajar, kita tumbuh. Dan ketika apa yang kita lakukan bisa membantu orang lain, di situlah kita tahu bahwa kita punya dampak,” katanya.
Pentingnya Stabilitas di Tengah Kondisi Cemas
Hal yang dilakukan Isti tampaknya jadi langkah yang perlu diapresiasi dan dicontoh bagi banyak orang. Chief Marketing Officer Manulife Indonesia, Shierly Ge, menyoroti pentingnya sikap tenang di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Jangan biarkan ketidakpastian ekonomi membuat Adan cemas berlebihan dan mengaburkan tujuan finansial Anda. Ketenangan adalah senjata untuk keputusan yang lebih bijak,” ujarnya.
Shierly pun mengatakan bahwa menahan pengeluaran bukan berarti harus hidup sangat hemat. Kuncinya ada pada pengendalian pengeluaran yang tidak penting. Menahan belanja impulsif apalagi demi gengsi sangatlah diperlukan.
“Jangan hentikan investasi dan perlindungan masa depan. Menabung untuk keamanan serta melindungi diri Anda dan keluarga dari risiko finansial tidak terduga sangat penting,” katanya.
Keputusan Isti dalam menahan belanja tidak penting pun diapresiasi oleh Shierly. Pasalnya, perlu ada kemampuan mengelola pengeluaran. Ya, beli yang memberikan jangka panjang, bukan sekadar kepuasan sesaat apalagi mengejar validasi.
Menghadapi ekonomi sulit membutuhkan lebih dari sekadar strategi keuangan. Pertama kali yang kita perlukan adalah ketenangan dan memulai dari diri sendiri. Salah satu cara adalah menghidupkan nilai-nilai berbagi, bertumbuh, dan berdampak untuk menciptakan stabilitas pribadi sekaligus memberi kontribusi positif pada lingkungan sekitar.
Shierly mengatakan, melalui upaya “Berbagi, Bertumbuh, dan Berdampak”, kita diajak untuk melakukan yang terbaik dengan berbagai cara.
“Dengan saling membantu, kita menciptakan jaring pengaman bersama, baik melalui donasi, sedekah, atau mendukung ekonomi lokal. Berbagi juga mengingatkan kita bahwa kesejahteraan sejati bukan hanya soal materi, tapi kebersamaan. Kesulitan ekonomi juga merupakan peluang untuk belajar dan menjadi lebih tangguh,” jelas Shierly.
Ketika mengelola keuangan, utamakan pengalokasian dana untuk hal-hal yang dapat memberikan manfaat jangka panjang, seperti asuransi untuk pelindungan finansial atau pendidikan untuk meningkatkan keterampilan. Bertumbuh artinya mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik.
Di sisi lain, pengeluaran yang terkontrol dan bijak memungkinkan kita membuat keputusan yang memberi manfaat lebih luas. Misalnya, memilih investasi atau belanja yang mendukung keberlanjutan. Dengan keputusan ini, kita tidak hanya terlindungi secara finansial, tapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.
“Di masa sulit, nilai-nilai ini bukan hanya panduan moral, tapi juga strategi bertahan. Saat berbagi memperkuat, bertumbuh memperbaiki, dan berdampak memperluas manfaat, kita bukan sekadar bertahan, tapi juga memberdayakan diri dan orang lain,” pungkasnya.