Tips Fotografi: Cara Mudah Membuat Foto Bercerita

22 Juli 2020 17:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aktivitas fotografi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aktivitas fotografi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sekarang hampir semua orang bisa memotret karena orang-orang hampir semua mempunyai handphone disertai kamera. Bahkan, kamera yang menempel pada handphone itu resolusi dan kualitasnya sudah cukup bagus.
ADVERTISEMENT
Intinya semua orang bisa memotret, tapi tak semua orang bisa bertutur atau bercerita melalui foto. Kali ini, "tips fotografi" kumparan akan berbagi mengenai tips untuk membuat foto cerita.
Dalam fotografi ada namanya foto cerita. Foto cerita adalah foto yang tersusun minimal dua gambar atau lebih untuk menghasilkan interpretasi selanjutnya.
Dalam foto cerita, satu foto dengan foto lainnya memiliki kesinambungan. Foto cerita juga disertai dengan tulisan untuk membantu menjelaskan isi dari cerita yang diangkat.
Contoh foto cerita yang dirangkai dalam bentuk sanding. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Misal ada satu foto A: foto orang memakai masker, kemudian satu foto B: adalah foto bus dengan asap knalpot yang mengepul. Maka dampak atau interpretasi dari melihat dua foto tersebut adalah "bahaya asap kendaraan bagi pernafasan."
ADVERTISEMENT
Akan beda penafsiran jika foto A ditampilkan tunggal. Mungkin yang membaca foto akan menafsirkan "bahaya virus corona," karena hal aktual atau hal yang sedang ramai jadi perbincangan akan mempengaruhi penafsiran kita ketika melihat foto.
Ilustrasi wanita memakai masker. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bentuk foto cerita beragam, salah satunya foto esai. Dalam foto esai muatan opini sang fotografer sangat kuat. Fotografer Brian Plonka membuat Foto Cerita berjudul “Alcohol: Bring Us Together” yang berisi gagasan dia tentang “sisi baik alkohol.”
Foto-foto di dalamnya berisi kesenangan yang tercipta dari minuman keras. Karyanya tersebut termasuk dalam bentuk foto esai karena ia menampilkan alkohol menurut gagasannya sendiri.
Foto cerita bisa dirangkai sedemikian rupa, dengan gaya yang beragam. Bisa dalam bentuk foto esai, deskriptif, series (biasanya portrait dan blok), sanding (diptik atau triptik, bisa menyandingkan atau membandingkan), dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Gaya-gaya tersebut bahkan bisa digabung. Tapi semua itu harus sesuai dengan cerita yang diangkat dan tetap dirasa cocok ketika ditampilkan serangkaian.
Foto Cerita karya pewarta foto kumparan Jamal Ramadhan yang mengikuti PPG 2019. Foto: Dok Pribadi
Dalam membuat foto cerita, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah memilih topik. Pilih topik yang menarik, jika topik "di rumah aja" tidak menarik, sebaiknya jangan memilih topik tersebut. Hal yang menarik adalah modal untuk menarik diri kita agar antusias dan kreatif saat mengerjakan atau membuat foto cerita.
Topik tak hanya yang sudah kita ketahui, kita bisa memilih topik yang sebelumnya tidak kita ketahui. Maka mengamati fenomena sosial bisa di kehidupan nyata atau media sosial, bergaul atau mengobrol, membaca buku bahkan menonton film adalah cara untuk menemukan topik menarik.
Ilustrasi berpikir Foto: Shutter Stock
Dalam membuat foto cerita kita memerlukan mentor untuk melihat dan mengontrol pembuatan foto cerita kita. Alangkah baiknya mentor adalah orang yang berpengalaman dalam pembuatan foto cerita. Jika tidak ada, teman pun bisa dijadikan mentor sebagai partner diskusi atau orang yang melihat dari sudut pandang lain.
ADVERTISEMENT
Berikutnya adalah "keterjangkauan". Banyak hal yang berkaitan dari tips kedua ini. Terjangkau berdasarkan jarak, akses, waktu atau biaya.
Topik tentang keseharian Presiden Jokowi itu menarik, tapi akses untuk dapat memotret kesehariannya adalah hal yang sulit dijangkau. Atau membuat cerita tentang pemburu madu di Nepal itu adalah hal yang rumit karena jarak yang jauh dan biaya yang keluar cukup banyak, padahal di Indonesia juga ada pemburu madu. Maka, objek yang mudah dijangkau adalah hal penting dalam membuat foto cerita.
Ilustrasi pencari madu lebah. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketiga adalah riset. Pada saat memilih topik dan mengukur keterjangkauan tentunya kita sudah melakukan riset. Namun riset pada tahap ini lebih mendalam.
Kita bisa memperdalam topik yang kita pilih dan membagi ke dalam subtopik-subtopik, narasumber-narasumber yang kita wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menjadikan kita memahami dan menguasai cerita yang akan kita angkat.
ADVERTISEMENT
Riset merupakan bekal kita memotret, menguasai masalah, dan ide cerita membuat kegiatan memotret untuk pembuatan foto cerita kita terarah dan hasil foto tidak dihapus cuma-cuma. Bahan-bahan yang berkaitan dengan pembuatan foto cerita kita alangkah baiknya dicatat ke dalam mind mapping atau pemetaan pemikiran.
Ilustrasi mind mapping. Jamal Ramadhan/kumparan
Memotret pada saat membuat foto cerita sebetulnya bisa dilakukan kapan saja, namun alangkah baiknya dan akan terasa mudah ketika memotret pada saat kita sudah menentukan topik dan objek foto yang akan menjadi subyek foto cerita. Potretlah objek foto cerita dengan beragam angle, biasanya fotografer menggunakan metode EDFAT (entire, detail, framing, angle, time).
Tahapan selanjutnya adalah editing. Tips keempat ini bukan hanya mengedit teknis foto seperti brightness, contrast, dan warna. Editing yang biasa disebut juga dengan sequencing itu adalah mengumpulkan foto yang sekiranya akan masuk ke dalam rangkaian foto cerita. Fotografer biasanya memilih 5, 10 sampai 15 foto terbaik dari semua hasil jepretannya.
ADVERTISEMENT
Riset, motret, dan editing adalah hal yang biasa dilakukan berulang dalam membuat foto cerita. Terdengar sedikit melelahkan, namun jika hal ini dilakukan berulang, akan membuat foto ceritanya baik dan pembaca pun akan memahami foto cerita kita.
Ketika proses pembuatan foto cerita berjalan, pasti kita mendapat hal baru, baik itu wawasan baru atau pertanyaan baru serta evaluasi dari proses. Itulah yang membuat prosesnya (riset, motret, editing) berulang namun berkembang.
Peserta workshop PPG ketika mengikuti kelas riset dan pengembangan data. Dok. PPG/Agoes R
Setelah prosesnya dirasa cukup, tidak menimbulkan tanda tanya lagi (bagi kita sebagai fotografer dan mentor) dan foto-foto sudah mendukung cerita yang diangkat, maka tahap selanjutnya adalah final editing atau final sequencing.
Tahap kelima ini merupakan tahap kita memerlukan editor untuk mengkurasi dan menyeleksi puluhan bahkan ratusan foto menjadi satu rangkai foto cerita yang biasanya kurang dari 20 foto.
ADVERTISEMENT
Tahap yang tidak terlewatkan adalah menulis naskah. Tahap ini bisa dilakukan bersamaan dengan tahap lain, bisa di awal ataupun akhir. Banyak fotografer tidak pandai menulis teks. Untuk itu dalam menulis naskah alangkah baiknya kita berkonsultasi kepada yang biasa menulis.
Peserta PPG mengikuti proses final editing bersama editor Vrij Netherland, Jenny Smets. Dok. PPG/Agoes R
Banyak fotografer yang tidak memiliki editor. Solusinya bisa melakukan permohonan kepada editor melalui pesan pribadi instagram, e-mail dan lainnya; dengan menjelaskan project yang kita buat, apa menariknya, apa pentingnya dan apa relevansinya dengan kondisi saat ini.
Jika editor tersebut tertarik, ia akan bersedia membantu menyelesaikan final editing foto cerita kita, bahkan menceritakannya di media massa dan tentunya kita akan dibayar jika foto dimuat di media massa. Kebanyakan editor sibuk, maka bersabarlah, lakukan itu berkali-kali dan tetap sopan.
ADVERTISEMENT
Jika semua tahap dilakukan dengan baik, maka ketika tahap final akan berjalan lancar. Kita harus bisa menjelaskan apa yang kita buat kepada editor akhir, agar dia memahami foto cerita kita. Dia sangat perlu mendengarkan tujuan pembuatan foto cerita kita, mendengar alasan-alasan kenapa kita menentukan suatu hal dan kita juga bisa menjawab apa yang ia tanyakan.
Dengan begitu, editor akan membantu menyusun foto-foto dengan baik, sesuai dengan apa yang ingin kita ceritakan. Selamat mencoba!
Pengujung memotret karya di pameran foto T(h)UMAN oleh Photo's Speak di Teras Cibiru, Jalan AH. Nasution, Kota Bandung, Sabtu (1/2/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pengunjung memperhatikan foto yang dipamerkan dalam pameran foto World Press Photo (WPP) 2019 di Erasmus Huis, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Seorang siswa mengamati pameran foto 'Rekam Jakarta 2018' yang diselenggarakan Pewarta Foto Indonesia Jakarta di Taman Menteng, Jakarta, Kamis (29/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Pengunjung mengamati karya-karya dalam Pameran 'Egalite' di reruntuhan bangunan korban relokasi Tamansari, Kota Bandung, Sabtu (17/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
*Tulisan di atas berdasarkan pengalaman fotografer kumparan yang mendapat grant dari Bank Permata untuk berkesempatan mengikuti workshop Panna Photojournalist Grant yang diselenggarakan Panna Foto Institute.
__________
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)