Tips Fotografi:Cerita Dibalik Buku Agent Orange The 3rd Generation Jefri Tarigan

17 Juli 2020 10:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buku foto Agent Orange The 3rd Generation Foto: Facebook/Jefri Tarigan
zoom-in-whitePerbesar
Buku foto Agent Orange The 3rd Generation Foto: Facebook/Jefri Tarigan
ADVERTISEMENT
Perang Vietnam menjadi goresan luka untuk Dunia. Perang ini merupakan salah satu perang paling brutal yang pernah ada sepanjang sejarah. Jutaan orang, militer hingga warga sipil yang tidak berdosa kehilangan nyawa akibat perang itu.
ADVERTISEMENT
Saat perang berdarah itu, Amerika Serikat menyemprotkan lebih dari 75 juta liter herbisida, di antaranya sekitar 49,2 juta liter defolian bernama Agent Orange. Dengan menggunakan senjata itu, Amerika Serikat berharap bisa menghancurkan sumber makanan dan persembunyian musuhnya, para Vietkong.
Namun dampaknya jauh lebih parah dari itu, Banyak pasukan AS dan Vietnam pada saat itu jadi sakit akibat Agent Orange. Mereka mengalami sakit di bagian hati, masalah kulit, hingga komplikasi penyakit lainnya. Tak hanya itu, Agent Orange ini menyerang warga sipil, banyak dari mereka yang mengalami keguguran, mati saat lahir, dan kelainan bawaan lahir.
Berdasarkan riset yang dipublikasikan di Open Journal of Soil Science, racun tersebut telah meracuni rantai makanan manusia selama lebih dari 50 tahun. Sebuah riset terbaru menemukan bagaimana racun turunan Agent Orange bernama dioxin TCDD, terus menghantui lingkungan di Vietnam.
ADVERTISEMENT
Para peneliti mengatakan bahwa banyak kejadian yang menyebabkan dioxin TCDD terus berada di setiap sudut ekosistem Vietnam. Dioxin TCDD bisa menempel pada partikel sedimen yang membawanya ke lahan basah, rawa-rawa, sungai, danau, dan telaga.
Jefri Tarigan saat menunjukkan buku foto Agent Orange The 3rd Generation. Foto: Facebook/Jefri Tarigan
Tahun 2015, wartawan foto freeline Jefri Tarigan atau akrab disapa Jefta membuat buku tentang Agent Orange The 3rd Generation. Lewat buku foto itu, ia menceritakan generasi ketiga di Vietnam yang mengalami cacat fisik karena dampak bahan kimia Agent Orange yang dipakai tentara Amerika selama perang di Vietnam.
Berawal dari Fellowship Trip selama 4 hari ke Vietnam yang ia dapatkan dari juara lomba UNICEF tahun 2013, dibenak pikiran Jefta pada saat itu harus membuat karya selama di Vietnam.
ADVERTISEMENT
"Saya riset-riset awalnya tuh pakai kata kunci Vietnam, keluar lah itu Agent Orange," Ujarnya.
Melakukan riset mendalam mengenai Agent Orange selama dua bulan mencari hal yang menarik, dirinya juga sempat berdiskusi tentang Agent Orange bersama teman-temannya hingga salah satu keluarganya yang juga fotografer.
"Jadi pada saat itu saya putuskan untuk ngerjain Agen Orange itu," katanya.
Dokumentasi perjalanan Jefri Tarigan di Vietnam. Foto: Dok. Jefri Tarigan
Singkat cerita, sebelum berangkat ke Vietnam, dirinya mengaku kekurangan biaya untuk hidup selama di Vietnam. Saat itu Jefta hanya mempunya uang 400 USD, dan ditambah dari uang dari UNICEF dari juara lomba sekitar 400 USD. Untuk mencukupi untuk hidup di Vietnam, Jefta akhirnya menjual motor.
"Akhirnya pada saat itu jual motor untuk bisa dapetin sekitar 1500 USD, terus ditambah lagi rupiah yang masih ada di rekening gitu kan," ucap Jefta.
ADVERTISEMENT
Berbekal riset yang mendalam tentang Agent Orange, dihari kedua saat berada di Vietnam, dirinya mengunjungi salah satu rumah sakit bersama teman-temannya. Mendapat informasi dan ijin dari rumah sakit tersebut dirinya memutuskan untuk menetap lebih lama di Vietnam.
" Ngobrol-ngobrol dan dikasih ijin, nah disitulah saya extand, hangus tiket saya pada waktu itu," katanya.
Kendala bahasa hingga jarak yang jauh dari Hanoi ketempat tujuan dialami Jefta selama hampir satu setengah bulan selama berada di Vietnam. Rasa putus asa pun menghampirinya karena kesulitan mencari data-data. Warga sekitar yang dihampiri dirinya diam ketika ditanya mengenai Agent Orange karena malu dan dianggap sebagai aib keluarga.
Salah satu distrik di Vietnam, terdapat banyak anak-anak cacat fisik yang terdampak dari Agent Orange dari mulai keluarga kelas bawah hingga menengah ke atas. Mereka malu, karena dianggap sebagai aib keluarga. Bahkan ada seorang anak yang disimpan dekat kandang babi agar tidak ketahuan orang lain.
Jefri Tarigan saat bersama anak-anak yang terkena dampak Agent Orange. Foto: Dok. Jefri Tarigan
Selain di rumah-rumah warga terdapat, dirinya juga mengunjungi shelter di Vietnam yang menampung anak-anak yang terkena dampak Agent Orange seperti di Ho Chi Minh, Hanoi, dan Provinsi Quangtry.
ADVERTISEMENT
Rasa khawatir juga dirasakan Jefta. Dirinya khawatir akan terpapar dari zat Agent Orange tersebut. Karena senjata kimia ini menghantam lingkungan dan sumber makanan.
"Saya parno juga, saya minum airnya, makan makanannya, makan beras, sayuran yang ditanam mereka, saya berfikir jangan-jangan saya kena juga, sempet parno saat itu," kata Jefta.
Dokumentasi anak-anak yang terkena Agent Orange di Vietnam. Foto: Dok. Jefri Tarigan
Dia juga menceritakan ada salah satu danau di Danang yang mempunya tingkat radiasi yang sangat tinggi. Di danau tersebut ikanpun tidak bisa hidup sama sekali. Danau tersebut berada di dekat pangkalan militer Vietnam dan dijaga ketat.
Inilah jejak panjang Perang Vietnam, gelap dan mengaburkan harapan. Perang di masa lalu, berdampak ke anak-anak tak berdosa dan masa depan bangsa.
Dari penjualan buku Agent Orange The 3rd Generation yang terbit awal pada 2015 ini semuanya didonasikan untuk rumah sakit di Vietnam.
Jefri Tarigan saat diskusi foto Agent Orange The 3rd Generation.. Foto: Facebook/Jefri Tarigan
"Tahun 2018 kemaren saya ke Vietnam, dan menyerahkan donasi itu," jelas Jefta.
ADVERTISEMENT
Dari buku fotonya, Jefta berpesan jika perang dampaknya tidak ada yang baik, dampak perang adalah kehancuran tidak pernah ada kebaikan.
Foto-foto di buku Agent Orange The 3rd Generation. Foto: Facebook/Jefri Tarigan
Dirinya juga memberikan tips kepada fotografer-fotografer yang ingin membuat buku sepertinya. Jefta mengatakan jika semua fotografer bisa membuat buku foto seperti dirinya, seperti:
"Foto yang bagus tanpa cerita yang bagus, orang-orang juga males lihatnya gitukan," tambah Jefta.
ADVERTISEMENT