Tips Fotografi: Pengaruh Perkembangan AI dalam Kegiatan Fotografi

27 Mei 2023 15:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto kepadatan jalan tol dalam kota yang telah diubah menggunakan aplikasi AI, Prequel.  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto kepadatan jalan tol dalam kota yang telah diubah menggunakan aplikasi AI, Prequel. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut jurnal yang ditayangkan oleh Universitas Airlangga, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah bidang ilmu komputer yang berfokus pada simulasi kecerdasan manusia yang dimodelkan ke dalam mesin, kemudian diprogram agar dapat berpikir sama seperti halnya manusia, contohnya seperti menentukan metode pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola tertentu.
ADVERTISEMENT
AI pun terus berkembang dengan tujuan sebisa mungkin menyamai kecerdasan manusia. Caranya dengan meniru fungsi kognitif manusia. Mulai dari menganalisis data, memahami pola, mengenali lingkungan sekitar hingga membuat sebuah keputusan.
Lalu apa kaitannya dengan fotografi?
Ilustrasi AI pada Fotografi Foto: Shutterstock
AI dapat melakukan banyak hal rumit dengan jauh lebih cepat daripada yang manusia bisa lakukan. Kecerdasan buatan telah banyak membantu pengguna kamera sejak lama, contohnya dapat ditemukan pada revolusi kamera di era modern ini seperti mengoptimalkan pengaturan agar mendapatkan fokus yang cepat namun stabil, biasanya kamera dengan teknologi mutakhir ini digunakan oleh fotografer jurnalistik dan fotografer olahraga.
Dengan adanya AI, pekerjaan kompleks seorang fotografer dapat dilakukan lebih cepat dan efisien karena AI secara otomatis mengurangi kesalahan fotografer secara signifikan. Keuntungan lainnya, fotografer mempunyai lebih banyak waktu untuk bereksperimen.
ADVERTISEMENT
Lambat laun, teknologi AI makin menyentuh masyarakat dengan begitu luas dan cepat. Mulai dari ponsel dengan kamera berteknologi AI hingga aplikasi dan website editing yang dapat diunduh secara gratis. Tujuannya lagi-lagi mempermudah manusia menentukan visual yang sesuai dengan keinginan mereka.
Tampilan foto suasana Bundaran HI, Jakarta yang telah diubah menggunakan aplikasi AI pada ponsel dengan dua kategori berbeda. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sejak foto pertama di dunia ditemukan pada sekitar dua abad yang lalu, praktik fotografi dan manusia saling beriringan. Manusia menggunakan medium fotografi untuk sekadar mendokumentasikan momen hingga menjadikannya sebuah mata pencaharian.
AI di masa sekarang bisa kita anggap sebagai dua bilah mata pedang, mengapa demikian? kecepatan, ketepatan dan kecanggihan teknologi AI disebut dapat mengganggu ekosistem dunia fotografi. Walaupun terkesan sangat melampaui batas, perlahan teknologi tersebut mungkin saja menggeser peran fotografer di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, percaya atau tidak percaya, kecanggihan AI mungkin saja menimbulkan dampak buruk dan risiko terhadap siapa saja di dunia maya.
Hal yang terhangat baru-baru ini ialah fenomena AI yang dapat menghasilkan gambar yang kita inginkan hanya dengan beberapa kata pencarian saja, menurut Irwandi, Dekan Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Yogyakarta, teknologi tersebut menggunakan algoritma Deep Learning. Model deep learning dapat mengenali pola kompleks dalam gambar, teks, suara, dan data lain untuk menghasilkan wawasan dan prediksi yang akurat.
Pada contoh di atas, marak foto dan video beredar yang menyerupai tokoh ternama yang sangat mustahil jika itu dilakukan sungguhan. Pada beberapa website yang menyajikan fitur deep learning kita bisa mengkustomisasi apa saja menjadi sebuah visual dengan menggunakan kata pencarian yang tinggal diketik dan dilakukan secara gratis bahkan tanpa registrasi sekalipun.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini dunia fotografi juga dihebohkan dengan dua seniman yang memenangkan perlombaan fotografi prestisius, mereka ialah Boris Eldagsen, mengikuti dan memenangkan kompetisi Sony World Photography Awards 2023 dengan fotonya yang berjudul Pseudomnesia: The Electrician. Eldagsen menulis di keterangan bahwa karyanya merupakan "co-creation", atau dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan.
Eldagsen, yang sudah berkarier sebagai fotografer selama 30 tahun sebelum menggunakan AI, menyerukan diskusi terbuka soal apa yang harus dipertimbangkan dalam fotografi. Dia mengaku aksinya untuk menolak hadiah lomba sengaja dilakukan untuk mempercepat perdebatan apakah AI boleh menjadi bagian dari penghargaan fotografi atau tidak.
Pseudomnesia: The Electrician, karya Boris Eldagsen yang dibuat menggunakan AI, memenangkan Sony Photography Awards. Eldagsen menolak hadiah dan mengajak orang-orang untuk melarng AI ikut lomba seni. Foto: Boris Elgadsen / Photo Edition Berlin
Ini bukan kali pertama karya AI memenangkan kompetisi seni dan fotografi. Jason M. Allen pernah memenangkan kompetisi Colorado State Fair Fine Arts Competition dengan ilustrasi yang ia buat dengan menggunakan AI pada Agustus 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Karya tersebut dihasilkan dengan AI pembuat gambar MidJourney, mirip dengan DALL-E buatan OpenAI. AI seperti ini menghasilkan gambar ilustrasi berdasarkan teks masukan (prompt).
Kemenangan Allen memicu kontroversi. Pasalnya, ia ngotot ilustrasinya yang berjudul Théâtre D'opéra Spatial adalah karya seni, dan ia telah memasukkan usaha yang “banyak” untuk menghasilkan gambar tersebut. Total, Allen menghabiskan 80 jam bermain dengan kalimat prompt untuk menghasilkan ketiga gambar yang ia lombakan.
Karya Jason Allen yang menggunakan AI. Foto: Dok. Facebook/Jason M. Allen
Boris Eldagsen dan Jason M. Allen mengambil dua posisi yang berbeda terkait pemanfaatan AI dalam berkarya. Eldagsen mengikuti lomba atas kekhawatirannya dengan dunia fotografi yang didisrupsi AI. Sementara itu, Allen mengikuti lomba karena memang merasa karya AI adalah karya seni pada umumnya.
Jadi, bagaimana menurut teman kumparan? Apakah kecerdasan buatan dapat mengganggu ekosistem fotografi ke depannya?
ADVERTISEMENT