Pertanian Indonesia Butuh Generasi Muda

MIRANDA PRATIWI
Mahasiswi Prodi Jurnalistik Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
5 Desember 2022 0:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MIRANDA PRATIWI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Sawah. (Foto: Chaerunnisa Rahmatika)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Sawah. (Foto: Chaerunnisa Rahmatika)
ADVERTISEMENT
Bahagia, itulah ungkapan yang dirasakan oleh Nadifa Della Putri ketika diterima di Universitas Padjadjaran. Mahasiswi Fakultas Pertanian ini menceritakan saat diterima di Universitas Padjadjaran orang-orang terdekatnya bersyukur dan bangga. Namun, bahagia tersebut ditelan pahit setelah mengetahui jika ia memilih jurusan pertanian. Beberapa orang terdekatnya kecewa akan pilihannya tersebut.
ADVERTISEMENT
“Setelah mengetahui ketika saya memilih fakultas pertanian, beberapa ada yang sedikit kecewa mungkin juga sedikit meremehkan karena beranggapan bahwasanya ketika memilih pertanian itu akan identik dengan sawah, petani, mencangkul, dan kotor.” ujarnya.
Berlainan dengan Nadifa, seorang mahasiswa Pertanian lain, Aditya Nursyamsi mengatakan jika ia belum pernah diremehkan karena memilih jurusan pertanian, “Saya sendiri belum pernah merasakan yang namanya diremehkan. Namun, saya dengar cerita teman ada beberapa kasus di mana saat kumpul dengan orang terdekat, ketika ditanya ‘kamu jurusan apa?, jurusan pertanian’ Cuma dijawab ‘ooo’, sedangkan jika dijawab jurusan hukum, kedokteran terkesan ‘wahh’.”
Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan tumpuan dalam memajukan sektor pertanian nyatanya tidak dilirik oleh kalangan muda. Padahal, hasil tani yang merupakan sumber makanan pokok bagi masyarakat Indonesia ini membutuhkan tenaga kerja untuk meneruskan dan memajukan kegiatan pertanian di masa yang akan datang. Namun faktanya, pekerjaan menjadi seorang petani ini kurang diminati oleh generasi muda saat ini.
ADVERTISEMENT
Dunia pertanian yang identik dikenal kotor, panas-panasan, kumuh, dan miskin, serta profesi petani dianggap tidak menjanjikan membuat pertanian kurang diminati oleh generasi muda. Selain itu, stigma negatif yang diberikan orang-orang terdekat juga menyurutkan generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Padahal, pertanian bukan hanya tentang belajar bertani saja, melainkan kita dapat belajar manajemen dan menghasilkan keuntungan.
Mengutip dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, saat ini sudah banyak generasi muda yang tertarik terjun ke sektor pertanian. Hal ini dilihat dari fakta minat generasi muda terhadap pendidikan sektor pertanian yang meningkat 12 kali lipat atau 1.237%, pada tahun 2013 jumlah pendaftar di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) hanya 980 orang, di tahun 2018 meningkat menjadi 13.111 pendaftar.
ADVERTISEMENT
Seorang anak petani yang bernama Rian mengatakan jika di masa depan ia tidak berminat menjadi petani penggarap, melainkan ia ingin menjadi pemiliknya.
“Petani tidak bisa dianggap sebelah mata, mungkin ya, jika di masa depan ingin menjadi petani, pun, urang ga mau jadi penggarap, tetapi ingin menjadi pemiliknya dengan metode-metode pertanian yang lebih baik” Ungkap Rian.
Selain itu, beberapa mahasiswa dari fakultas pertanian ada yang berminat bekerja di bidang pertanian dan ada juga yang mengelak memilih bidang lain. Seperti Adit dan Zakiyah Habibatusyadiah yang bercerita bahwa setelah lulus kuliah mereka ingin bekerja di bidang pertanian dan akan mengembangkan teknologi pertanian. Alasan mereka untuk bekerja di pertanian juga dikarenakan manusia membutuhkan makan dan tidak bisa berfotosintesis sendiri pasti butuh akan hasil pertanian. Begitupun juga dengan Fathiya yang menginginkan bekerja dalam bidang pertanahan.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari data, wawancara beberapa mahasiswa pertanian dan anak petani, sebenarnya banyak yang ingin bekerja di bidang pertanian. Tetapi, gengsi dan stigma yang beredar di masyarakat membuat minat generasi muda pudar. Hal tersebut juga didukung dengan beberapa keluhan petani yang saat ini masih belum terselesaikan. Kurangnya perhatian akan kebutuhan petani untuk mendapatkan pupuk juga menyurutkan minat generasi muda menjadi petani.
Pertanian di Indonesia yang dikira baik-baik saja, ternyata memiliki banyak masalah yang terjadi. Walaupun pemerintah telah memberikan beberapa tindakan seperti membuka dan memberikan pelatihan atau memberikan pinjaman untuk pertanian. Selain itu, pemerintah juga telah memberikan kemudahan-kemudahan lain kepada petani.
“Kita lihat fakta di lapangan, beberapa petani masih ada keluhan-keluhan walaupun ada subsidi kaya pupuk dan lainnya. Selain itu, pembukaan pelatihan itu biasanya terfokus di wilayah Jawa, sehingga kemudahan itu dirasakan pulau Jawa saja sedangkan wilayah Indonesia itu luas.” ujar Adit.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kaum generasi muda harus melihat bahwasanya stigma negatif bidang pertanian tidak seburuk apa yang beredar di luar sana, melainkan pertanian juga mencakup hal-hal luas seperti apa yang kita pelajari untuk kedepannya. Pertanian membutuhkan kita sebagai generasi muda untuk memajukan dan memberantas permasalahan-permasalahan yang masih membelenggu bidang ini. Kemudian, pertanian juga menyangkut peradaban sebuah negara, jadi liriklah pertanian dan berbanggalah mempelajari lingkup akademisi ini guna kemajuan pertanian Indonesia.
“Ayo kita bantu regenerasi petani di Indonesia untuk menunjukkan bahwasanya Indonesia itu subur dan kaya akan sumber daya, seperti kutipan yang terdapat pada kalimat berikut ini yang menyebutkan bahwa tujuan akhir dari bertani itu bukanlah menumbuhkan tanaman melainkan menjaga kehidupan.” ujar Nadifa.
ADVERTISEMENT