Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Apoteker Terancam AI? Mengungkap Peran Tak Tergantikan yang Belum Diketahui
10 Desember 2024 13:37 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Miranda Setiowati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Apoteker vs AI: Peran Tak Tergantikan dalam Dunia Farmasi
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang mengunjungi apotek, mereka akan berinteraksi dengan tenaga kefarmasian, baik apoteker maupun asisten apoteker. Interaksi ini tidak hanya terbatas pada pembelian obat, tetapi juga melibatkan pemberian informasi penting yang mendukung kesehatan pasien. Pada dasarnya, tenaga kefarmasian ialah individu dengan keahlian di bidang farmasi yang bertugas menyediakan, meracik, mendistribusikan obat, dan memberikan informasi terkait penggunaannya. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Di antara tenaga kefarmasian, apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki tanggung jawab utama dalam memastikan kualitas pelayanan kefarmasian.
ADVERTISEMENT
Apoteker adalah seorang tenaga profesional di bidang farmasi yang telah menyelesaikan pendidikan mulai dari jenjang S1 Farmasi hingga program Profesi Apoteker. Selama pendidikan, mereka dibekali dengan keahlian dalam farmasi klinis, manajemen farmasi, dan pengalaman praktik langsung di fasilitas kesehatan seperti apotek dan rumah sakit. Untuk memperoleh izin praktik, apoteker wajib lulus uji kompetensi nasional dan mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Peluang kerja apoteker sangat beragam, mencakup apotek, rumah sakit, industri farmasi, instansi pemerintah seperti BPOM, hingga bidang pendidikan dan penelitian. Di apotek, apoteker berperan langsung melayani masyarakat, memastikan obat yang diberikan aman, efektif, dan sesuai kebutuhan pasien.
Namun, sejak pandemi COVID-19, banyak masyarakat mulai beralih memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) untuk membeli dan mencari rekomendasi obat, alih-alih mengunjungi apotek secara langsung. Meskipun hal ini menawarkan solusi yang praktis, tren tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan profesi apoteker.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan teknologi AI ini memang memiliki banyak kelebihan, khususnya dalam mendukung peran apoteker, terutama dalam hal efisiensi dan kecepatan pelayanan pasien, di antaranya, yaitu manajemen stok obat, pengisian resep, dan pengawasan dosis obat berdasarkan data pasien. Selain itu, kecanggihan teknologi ini dapat membantu memberikan rekomendasi obat berdasarkan gejala yang dituliskan oleh pasien sehingga tidak perlu dilakukan konsultasi obat secara langsung dengan apoteker. Teknologi AI juga dapat diprogram untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar obat dan kesehatan dalam dunia farmasi.
Di sisi lain, teknologi AI dianggap dapat menggantikan peran apoteker di masa depan. Akan tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Meskipun AI memiliki kelebihan dalam membantu pelayanan kefarmasian, teknologi ini tetap memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya, terutama dalam hal pelayanan yang membutuhkan pemahaman kontekstual dan empati manusia. Apoteker memiliki peran yang jauh lebih luas daripada sekadar memberikan obat. Mereka bertanggung jawab untuk memberikan edukasi yang jelas kepada pasien, memantau efek samping, dan menilai interaksi obat dengan kondisi pasien secara menyeluruh. Di mana untuk peran seperti ini, dibutuhkan keahlian klinis dan komunikasi interpersonal yang sulit digantikan oleh AI. Kemampuan menyampaikan informasi secara sederhana namun tepat menjadi kunci dalam membantu pasien dari berbagai latar belakang untuk memahami penggunaan obat dengan benar.
Sikap empati dan ramah juga penting untuk menciptakan kenyamanan, terutama bagi pasien yang merasa cemas atau khawatir. Dalam menjalankan perannya, apoteker dituntut memiliki kompetensi yang terangkum dalam konsep Ten Star Pharmacist yang meliputi caregiver, communicator, decision-maker, teacher, lifelong learner, leader, manager, researcher, entrepreneur, dan agent of change. Salah satu peran utama apoteker adalah sebagai communicator, di mana apoteker harus mampu menjelaskan dosis, waktu pemakaian, dan potensi efek samping obat dengan bahasa yang mudah dimengerti. Hal ini menjadi krusial, terutama bagi pasien yang kurang peduli pada kesehatan sehingga menjadikan edukasi sebagai bagian penting dari tanggung jawab apoteker.
ADVERTISEMENT
Selain memiliki keterbatasan dalam pemahaman kontekstual dan empati, AI juga terbatas dalam pengolahan data yang dimasukkan ke dalam sistemnya, sehingga tidak dapat menangani situasi di luar parameter yang telah diprogram. Dalam kasus yang kompleks, seperti pasien dengan beberapa kondisi medis yang saling berinteraksi, apoteker memainkan peran penting dalam memberikan rekomendasi berbasis pengetahuan dan pengalaman klinis yang tidak dapat digantikan oleh mesin. Oleh karena itu, AI lebih tepat dianggap sebagai alat pendukung, bukan pengganti apoteker.