Adiksi sebagai Penyakit Otak

Miratul Azizah
Nutrisionis, ASN Balai Besar Rehabilitasi BNN, ASNation Indonesia I S2 Manajemen Bencana Universitas Pertahanan RI, S1 Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada, D3 Gizi Politeknik Kesehatan Semarang
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2021 13:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Miratul Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. Ilustrasi Kondisi Otak Manusia. Gambar: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. Ilustrasi Kondisi Otak Manusia. Gambar: Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adiksi adalah sebuah kata yang erat kaitannya dengan penyalahgunaan narkoba. Meskipun pada kenyataannya adiksi tidak hanya terjadi pada penyalahgunaan narkoba. Adiksi bisa juga terjadi pada seseorang yang kecanduan dengan game, gadget atau hal-hal lainnya. Pada tulisan di bawah ini akan dibahas lebih lanjut tentang adiksi narkoba.
ADVERTISEMENT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adiksi adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat. Adiksi narkoba sehingga bisa dikatakan sebagai kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap narkoba.
Adiksi Merupakan Penyakit yang Menyerang Fungsi Otak (Brain Disease)
Adiksi adalah suatu masalah kesehatan yang merupakan penyakit yang menyerang fungsi otak. Adiksi berkembang dari waktu ke waktu sebagai akibat dari perilaku. Adiksi mulanya dilakukan secara sadar dan sukarela. Selanjutnya keinginan menggunakan zat berkembang secara kompulsif yang tidak terkendali, berusaha mencari, dan penggunaannya bahkan sampai mengganggu atau meresahkan keluarga maupun masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
Menurut National Institute on Drug Abuse (NIDA) adiksi hampir sama dengan penyakit lain, contohnya adalah penyakit jantung. Keduanya mengganggu fungsi organ yang normal dan sehat, memiliki efek berbahaya, dalam banyak kasus dapat dicegah dan diobati. Jika tidak diobati maka akan berlangsung seumur hidup bahkan dapat menyebabkan kematian. Berikut ini gambaran otak yang menggunakan narkoba jenis kokain dengan otak seseorang yang tanpa menggunakan narkoba.
Gambar 2. Gambaran Perbandingan Otak yang Menggunakan Kokain dan Tanpa Menggunakan Kokain. Gambar: NIDA (2021)
Gambar 2 di atas menunjukkan perbandingan otak dalam merespon dopamin. Gambar bagian tengah dan kanan menunjukkan otak seseorang dengan riwayat penggunaan kokain dan gambar sebelah kiri menunjukkan otak seseorang tanpa riwayat penggunaan kokain. Orang dengan riwayat penggunaan kokain memiliki tingkat reseptor dopamin D2 lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak menggunakan kokain (gambar dopamin berwarna merah). Orang yang menggunakan kokain terakhir 4 bulan lalu (gambar bagian paling kanan) terlihat tingkat reseptor dopamin di otak lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang menggunakan kokain terakhir 1 bulan lalu (gambar bagian tengah). Perbedaan tingkat reseptor dopamin tersebut terlihat dengan perbedaan warna merah pada kedua bagian otak. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh NIDA.
ADVERTISEMENT
Dopamin sendiri adalah sebuah neurotransmitter (suatu zat yang menyampaikan pesan dari satu syaraf ke syaraf yang lain). Peran dopamin diantaranya adalah mengendalikan jalur motivasi perilaku melalui penghargaan. Dopamin juga berperan dalam jalur pengendalian gerakan tubuh dan pelepasan hormon-hormon lain. Selain itu, dopamin juga dikenal dengan hormon bahagia. Orang dengan adiksi narkoba memiliki tingkat reseptor dopamin lebih rendah sehingga mempengaruhi jalur-jalur yang sudah disebutkan di atas.
Penggunaan zat atau dalam hal ini narkoba secara berulang dapat mengubah struktur dan fungsi otak. Otak pada seorang dengan adiksi narkoba mengalami perubahan fungsional pada sirkuit otak dalam hal penghargaan, stres, dan pengendalian diri. Narkoba mengubah suasana hati secara akut, memori, persepsi, dan keadaan emosional hingga akhirnya mempengaruhi perilaku individu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan orang dengan adiksi narkoba sebagian mengalami perubahan perilaku dari adaptif menjadi maladaptif.
ADVERTISEMENT
Memulihkan Adiksi Narkoba
Adiksi sebagai penyakit kronis tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikelola sehingga pulih dari adiksi tersebut. Proses pemulihan ini pun tentu membutuhkan waktu. Ibaratnya jika kita sakit maag, maka perlu digali mendalam sejak kapan mengalami sakit tersebut, apa saja gejala yang muncul, apa saja yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan sakit tersebut dan lain sebagianya. Begitu pula untuk memulihkan orang dengan adiksi, salah satunya melalui rehabilitasi khusus untuk orang dengan adiksi.
Terapi yang diberikan untuk orang dengan adiksi narkoba diantaranya yaitu menghentikan penggunaan narkoba yang biasa mereka gunakan, memberikan terapi sosial untuk mengubah perilaku yang awalnya maladaptif menjadi adaptif melalui sesi terapi oleh profesional baik secara individu maupun grup. Sebagai contoh di Balai Besar Rehabilitasi BNN mempunyai tim profesional berupa konselor adiksi, asisten konselor adiksi, pembina mental, psikolog dan tim medis seperti dokter spesialis jiwa, dokter umum, perawat dan lain-lain yang mendukung terapi dari sisi kondisi medis.
ADVERTISEMENT
Adiksi sangat berbahaya baik bagi diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan. Kenali diri, berperilaku bijak dan sewajarnya saja. Adiksi narkoba adalah awal dari gerbang kehancuran. Ayo hidup sehat tanpa narkoba, sayangi diri dan keluarga dengan menjauhi narkoba. [MA]
Referensi :
Leshne, I. Alan. (2011). Addiction Is a Brain Disease. Journal of the Mississippi State Medical Association, Vol. 52(5).