Konten dari Pengguna

Wartawan Amplop: Ancam Integritas Jurnalisme di Indonesia

Miwa
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
2 September 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Miwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: istockphoto.com https://www.istockphoto.com/id/foto/seorang-pria-memberikan-uang-suap-dalam-amplop-coklat-kepada-pengusaha-lain-gm876018768-244530676
zoom-in-whitePerbesar
Foto: istockphoto.com https://www.istockphoto.com/id/foto/seorang-pria-memberikan-uang-suap-dalam-amplop-coklat-kepada-pengusaha-lain-gm876018768-244530676
ADVERTISEMENT
Apa yang terlintas dipikiran kita saat mendengar istilah "Wartawan Amplop?". Hal ini merujuk pada wartawan yang menerima suap atau meminta imbalan dari narasumber untuk meliput berita tertentu yang mampu mematikan independensinya.
ADVERTISEMENT
"Amplop" ini bisa saja dalam bentuk uang, makanan, barang, hingga tiket. Fenomena wartawan amplop sudah lama mengakar dalam dunia jurnalistik di Indonesia. Praktik ini mengarah pada pelanggaran prinsip-prinsip jurnalisme yang seharusnya mengedepankan objektivitas, kejujuran, dan independensi dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Berita yang dimuat berdasarkan suap atau imbalan cenderung menyesatkan publik. Hal ini dapat menurunkan kualitas informasi yang diterima, sehingga masyarakat ragu akan kredibilitas media dan berita yang disajikan. Pers juga harus selalu independen sebagai pilar keempat demokrasi yang mengawasi pemerintah dan lembaga publik lainnya. Jika tidak, demokrasi pun ikut terganggu.
Penyebab munculnya wartawan amplop dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya karena gaji yang rendah membuat sebagain wartawan menambah pendapatan melalui cara-cara yang tidak etis. Selain itu, budaya memberikan imbalan kepada jurnalis sudah menjadi hal lumrah dan dianggap wajar meskipun hal ini melanggar etika jurnalistik. Kurangnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum juga penyebab fenomena amplop terjadi.
ADVERTISEMENT
Fenomena wartawan amplop perlu kita atasi dengan berbagai upaya agar coretan hitam dalam jurnalisme kembali bersih. Pertama, perlu ditingkatkan kesejahteraan wartawan, baik dari segi gaji maupun fasilitas kerja. Kedua, masyarakat perlu dorongan untuk mengembangkan budaya transparansi dalam memberikan informasi dan menghindari praktik pemberian imbalan. Ketiga, memperkuat pengawasan dan menindaklanjuti pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik.
Upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pers, pemerintah, media, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini, agar tetap terjaga kualitas demokrasi dan informasi di Indonesia.