Konten dari Pengguna

Wartawan Bisa Menjadi Guru untuk Masalah Pendidikan dan Karakter Bangsa

14 November 2017 20:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mita Miftahul Jannah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kumparan sebagai platform media untuk berbagi pengetahuan dan informasi mengadakan acara Kumparan on Boarding Batch 2. Acara ini dilaksanakan di Ballroom Kuningan City Mall pada Selasa (14/11) pukul 08.00. Banyak sekali perbincangan menarik dari orang-orang ternama yang bergerak di dunia pendidikan, politik, sampai pada hiburan.
ADVERTISEMENT
Talkshow sesi pertama sangat menarik perhatian. Najeela Shihab, Lyra Puspa, dan seorang moderator naik ke panggung untuk memberikan pengalamannya di bidang pendidikan dan leadership.
Najeela Shihab merupakan seorang pendidik yang mendirikan Sekolah Cikal.
Menurutnya, pendidikan membutuhkan Akselerasi (Akses, Kualitas, dan Kesetaraan). Segala permasalahan yang ada selalu dikaitkan dengan pendidikan. Contohnya, masalah kemiskinan dikaitkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, begitu pun dengan masalah korupsi, kejahatan, dan lain sebagainya.
Hal itu membuat Ela, begitu panggilan akrabnya sangat prihatin dengan keadaan pendidikan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia dalam keadaan gawat darurat. Meskipun banyak yang sudah menempuh pendidikan formal, tapi para siswa belum tentu memperoleh ilmu dari pendidikan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia pun menjelaskan bahwa permasalahan anak Indonesia adalah bukan malas membaca, tetapi malas untuk mencerna bacaan yang terlalu berat. Oleh karena itu, Ela bertekad untuk memberikan tulisan yang mudah dipahami tetapi tetap menyampaikan sebuah pesan yang bermanfaat.
Kemudian, ada Lyra Puspa, seorang President Vanaya Coaching Institute. Ia menyampaikan bahwa sebagian besar anak Indonesia lebih menyukai diam di zona nyaman dari pada mengambil risiko. Hal ini pula yang ditanamkan dari sistem pendidikan.
Dalam sistem ujian seleksi universitas, penilaian yang dipakai adalah; jika benar maka siswa mendapatkan empat poin, tetapi jika menjawab salah, siswa akan kehilangan satu poin. “Mengapa harus dikurangi satu poin?” Tanyanya. Menurutnya, sistem tersebut membuat anak takut untuk mengambil risiko.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, masyarakat Indonesia lebih sering berpikir untuk masa sekarang tanpa mempertimbangkan masa yang akan datang.
Oleh karena itu, media sebagai alat dan wartawan sebagai pengantar informasi memiliki peran sebagai guru dan pembelajar. Mereka menjadi guru melalui berita yang disampaikan dan menjadi pelajar dengan segala yang dihadapinya.
Dengan begitu, menjadi wartawan sebetulnya bukan hanya sekadar profesi, tetapi juga mencari pahala dan keberkahan