Bahaya Child Sex Tourism terhadap Anak

Khoerul Mizan Isnaban
Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
7 November 2021 11:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khoerul Mizan Isnaban tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak Child Sex Tourism bagi anak- Child Sex Tourism (CST) merupakan dampak negatif dari berkembangnya globalisasi, terutama dari perkembangan dalam bidang teknologi dan internet. CST ini adalah seorang turis dewasa yang sedang bepergian ke suatu daerah, tetapi ia hanya untuk memuaskan keinginan seksualnya terhadap anak-anak. Kasus ini sudah terorganisir sejak pertama kali adanya deklarasi untuk perhatian global di the Stockholm World Congress Against Commercial Sexual Exploitation of Children pada tahun 1996. Dari banyaknya negara yang ada, Indonesia adalah negara yang disorot dalam permasalahan kasus ini.
https://pixabay.com/id/illustrations/anak-penyalahgunaan-takut-berhenti-1235104/
Pada umumnya, pelaku menggunakan kecanggihan teknologi sebagai alat untuk mencari-cari korban. Foto telanjang anak-anak kemudian bisa cepat menyebar melalui internet pada jaringan CST seluruh dunia ,melalui media massa yang berkedok dengan pelayanan umum. Misalnya untuk kesehatan, biro jodoh, pendidikan, maupun kontes kecantikan dan pariwisata. CST ini masih berhubungan dengan kasus pornografi yang terjadi pada negara-negara berkembang yang belum memiliki bentuk hukum yang tepat dan kuat, sehingga menjadikan para pelaku CST ini bebas melakukan aksinya. Selain mempekerjakan anak untuk seks bebas, para pelaku juga memanfaatkan anak-anak dalam pembuatan film biru yang sangat mudah diakses oleh kaum pedofil di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT

Apa dampak Child Sex Tourism bagi anak?

Untuk motif kasus CST ini, biasanya berkedok dengan biro jodoh. Mereka bertindak sebagai agen yang memasang foto anak-anak lalu disebarkan melalui internet yang dinominalkan dengan harga tertentu. Dan kebanyakan dari kasus ini contohnya yaitu pernikahan di bawah umur yang kebanyakan dari pihak korban mempunyai latar belakang ekonomi yang miskin. Banyak dari orang tua korban berharap dengan menikahi anaknya dengan orang kaya, anaknya itu dapat mengangkat derajat orang tuanya. Tetapi ternyata salah, banyak dari korban yang sudah dinikahkan itu mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan para agen CST ini, juga mendapatkan keuntungan dari sejumlah uang yang telah dibayarkan oleh pelaku saat perjanjian sebelumnya.
Ada juga korban pernikahan di bawah umur yang berasal dari keluarga yang ekonominya itu mampu. Tetapi, karena seringnya mengalami bentuk kekerasan dalam keluarga, otomatis seorang anak akhirnya memutuskan untuk terjun dalam dunia bisnis seks.
ADVERTISEMENT
Dampak dari CST ini sangat berpengaruh kepada masa depan seorang anak, seperti Penyakit Menular Seksual (PMS), penyebaran HIV/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, kesehatan jiwa dan memungkinkan seorang anak untuk bunuh diri.

Lalu, bagaimana cara memberantas Child Sex Tourism ini?

Berbagai seminar dan diskusi telah diadakan untuk mengatasi kasus ini, tetapi tentu saja kasus ini tidak dapat diselesaikan tanpa kerjasama pemerintah dalam mengatur Undang-Undang Telekomunikasi dan Teknologi Komunikasi melalui pengawasan secara ketat di Internet Service Providers (ISPs) suatu negara. Dan alangkah baiknya Undang-Undang Perlindungan Anak mempunyai aturan yang detail mengenai klasifikasi kekerasan pada anak dan juga sanksi yang tegas serta perlindungan para pelapor kekerasan terhadap anak dalam suatu keluarga.
Menurut saya kasus CST ini seperti kasus pada kriminalitas yang sama-sama tidak mudah untuk dibasmi. Kita semua perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat mulai dari aparatur pemerintah hingga para warga. Kasus ini membutuhkan waktu yang panjang hingga seluruh masyarakat dalam suatu negara benar-benar mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan keselamatan pada anak-anak dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT