Gus Dur Sang Humanis

Mizanul Akrom
Mahasiswa Pascasarjana di UNU Surakarta jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Tokoh favorit sekaligus panutanya adalah Gus Dur.
Konten dari Pengguna
11 Maret 2024 9:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mizanul Akrom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar diambil dari kover buku berjudul Pendidikan Islam Pluralis: Ulasan Pemikian Gus Dur, karya penulis sendiri yang diterbitkan oleh penerbit Literasi Nusantara Abadi Grup.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar diambil dari kover buku berjudul Pendidikan Islam Pluralis: Ulasan Pemikian Gus Dur, karya penulis sendiri yang diterbitkan oleh penerbit Literasi Nusantara Abadi Grup.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa yang tidak kenal Gus Dur? Presiden ke-4 Republik Indonesia, seorang kiyai yang karismatik, nyentrik dan humoris, juga sebagai guru bangsa. Hobinya yang gemar membaca membuat Gus Dur dipercaya sebagai intelektual muslim yang berdedikasi tinggi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang bernama kecil Abdurrahman Ad-Dakhil ini, dikenal memiliki gagasan dan pemikiran yang inklusif dan progresif, sehingga ia dikagumi oleh banyak pihak. Bukan hanya umat muslim, melainkan juga non-muslim.
Banyak hal yang dapat kita kenang dari sosok Gus Dur yang fenomenal ini. Salah satunya adalah sosok pribadinya yang humanis. Sebab Gus Dur selalu membela kaum minoritas, orang-orang yang teraniaya dan dipinggirkan, serta tidak kenal lelah memperjuangkan keadilan bagi seluruh manusia.
Karena perjuangan hidupnya yang begitu konsisten bagi kemanusiaan maka kemudian Gus Dur dijuluki “Sang Humanis”. Tidak heran di tempat peristirahatan Gus Dur yang batu nisannya bertuliskan “Here Rests a Humanist (di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan)” ini terus ramai diziarahi oleh banyak orang.
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri pemikiran Gus Dur yang tidak asing lagi ditelinga kita adalah keinginannya untuk selalu mengetengahkan nilai-nilai etis sebagai jembatan terhadap pelbagai perbedaan. Misal, wacana pluralisme dan humanisme yang kerap digelorakan dalam setiap kesempatan. Sebab bagi Gus Dur, merawat serta menjaga nilai-nilai humanisme merupakan suatu keniscayaan guna melahirkan keharmonisan hubungan antarumat beragama. Jika sampai rusak keharmonisan itu, menurut Gus Dur, akan sangat sulit untuk dipulihkan kembali.
Humanisme adalah sebagai sikap yang memperjuangkan pergaulan hidup agar lebih baik berdasarkan asas kemanusiaan. Adapun humanisme dalam Islam adalah cara melihat manusia sebagai manusia, apapun identitas dirinya, yang harus dihormati dan dihargai, sebagaimana Tuhan sendiri menghormati serta menghargainya. Soal apa keyakinan dalam hati atau pikirannya hanya Allah yang akan memutuskannya.
ADVERTISEMENT
Semangat yang melandasi pemikiran dan sikap humanisme Gus Dur adalah “kecintaannya kepada sesama manusia”. Gus Dur tidak henti-hentinya menegaskan bahwa kemanusiaan mesti mendapatkan tempat yang istimewa dalam kehidupan ini, apapun suku, bahasa, warna kulit, atau agama yang dianut. Sebab dalam keyakinan Gus Dur, Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang menyayangi dan mencintai semua makhluk.
Dalam rangka meneladani sifat Tuhan tersebut, yang dilakukan Gus Dur adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi semua manusia tanpa memandang jabatan, profesi, suku, maupun agama. Tentu, sikap humanisme yang dilakukan Gus Dur tersebut memiliki pendasaran teologis atas prinsip-prinsip dasar Islam yang diyakini dapat memecahkan segala problem kemanusiaan. Prinsip dasar Islam dimaksud adalah perlindungan Islam atas hak dasar manusia yang meliputi hak hidup, beragama, kepemilikan, keturunan, dan hak profesi.
ADVERTISEMENT
Jadi, humanisme dalam pandangan Gus Dur adalah sebuah upaya pemuliaan atas harkat dan martabat manusia setinggi-tingginya di hadapan Tuhan. Gagasan ini bertolak dari pesan-pesan yang dibawa Islam pada umat manusia, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta penghargaannya terhadap kehidupan sosial manusia.
Intinya, humanisme Gus Dur ini sebagai pemikiran yang digunakan untuk memberi rekognisi secara luas terhadap segala hal yang baik dan adil bagi manusia, juga memerhatikan kesejahteraan bagi tiap-tiap individu.
Dengan pemikiran humanismenya tersebut, Gus Dur sebenarnya berupaya menjembatani antara Islam, kemanusiaan, dan kebudayaan di ranah kebangsaan dengan komitmennya atas kesejahteraan rakyat. Atas dasar komitmen tersebut maka kemudian akan terbangun pergaulan masyarakat-bangsa dengan budaya unggul, yakni sebuah budaya yang selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi semua manusia dengan tanpa melihat perbedaan primordial setiap individu.
ADVERTISEMENT
Inilah inti ajaran humanismenya Gus Dur, sebuah ajaran yang menempatkan kemanusiaan sebagai ruh utama, sebagai titik pijak perjuangannya. Gus Dur telah mewariskan nilai kebangsaan dan kemanusiaan kepada kita semua. Dari nilai-nilai tersebut tidak hanya membesarkan namanya, tetapi juga mengabadikan dirinya jauh melampaui usia hidup dan keterbatasan zamannya. Tidak berlebihan jika kemudian pemikiran humanisme Gus Dur dinilai selalu relevan di mana pun dan sampai kapan pun.
Dengan alasan tersebut, maka tidak jarang banyak kalangan menyebut “Gus Dur Sang Humanis”, selain Gus Dur juga telah memberikan keteladanan yang tidak ternilai untuk kebaikan kita semua. Atas dasar inilah, maka tugas kita sekarang adalah merawat dan melanjutkan perjuangannya.