Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Runtuhnya Era Shogun di Jepang
1 Juni 2022 11:43 WIB
Tulisan dari Mochamad Rifqy Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1185-1603, Jepang saat itu masih berada pada era feodal yang kekuasaannya berada pada golongan bangsawan. Kondisi saat itu Jepang dibilang masih dalam pra-modernisasi atau belum mengalami transformasi ke arah teknologi yang lebih maju. Pemerintahan Jepang berada di tangan shogun atau Bakufu yang memiliki kekuasaan penuh atas pemerintahan. Sedangkan kaisar hanya sebatas simbolis semata dalam struktur kenegaraan.
ADVERTISEMENT
Dalam pemerintahan shogun terbagi menjadi dua kubu utama yaitu kubu samurai dan kubu yang mengatur tentang pengadilan. Kaisar memberikan kekuasaan militernya kepada shogun dengan dibantu oleh para daimyo atau tuan tanah dimana memiliki hak kepemilikan tanah dan tentara untuk melindungi tanah dan para pekerjanya sejak abad ke-10 sampai abad ke-19.
Berakhirnya pemerintahan shogun di Jepang ditandai mulai datangnya Kapal Hitam sekitar tahun 1853 hingga terjadi peristiwa Perang Boshin. Tahun-tahun tersebut merupakan berakhirnya periode zaman edo Keshogunan Tokugawa. Selain itu, praktek kebijakan isolasi mulai berakhir dengan beralihnya masa pemerintahan yang feodal keshogunan menuju ke Pemerintahan Meiji.
Sebagai keturunan dari Amaterasu Omikami, dalam memerintah shogun masih berpegang teguh pada tradisi kuno dengan cara tangan besi yang selalu menentang baik itu aktivitas dan itikad baik dari masyarakatnya. Meskipun semua aktivitasnya diawasi oleh sistem pemerintahan Bakufu, era pemerintahan shogun mengalami masa keruntuhan sekitar pada pertengahan abad ke 19. Hal itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu
ADVERTISEMENT
Faktor luar negeri
Sudah dari dulu bangsa barat seperti Belanda dan Amerika Serikat ingin mencari tempat di kawasan asia timur salah satunya di Cina. Hal itu dirasa sangat menguntungkan karena negara tersebut memiliki tempat yang strategis sebagai jalur perdagangan seperti pelabuhan Canton. Selain itu, bangsa barat berhasil menguasai dan membagi Cina menjadi negara-negara kecil sehingga mereka dapat menyebarkan pengaruhnya dan mengeksploitasi sumber daya yang dimiliki.
Setelah adanya revolusi industri, perkembangan perdagangan semakin pesat, hal itu yang memicu konflik di bumi bagian barat seperti Amerika Serikat yang berhasil mengekspansi Amerika Utara dan California. Selanjutnya, Amerika Serikat memusatkan daerah ekspansinya ke kawasan Asia Timur terutama di Jepang. Hal itu dikarenakan secara geografis letak negara Jepang sangat strategis dalam hal pengambilan bahan mentah dan sebagai tempat penanaman modal.
ADVERTISEMENT
Sumber daya alam yang melimpah dan letak geografis yang dinilai memberikan keuntungan ekonomis bagi Amerika Serikat. Disamping itu, Jepang menjadi tempat transit kapal-kapal bangsa barat terutama Amerika Serikat sehingga keinginan untuk membuka Jepang agar mau melindungi para awak kapal bangsa barat yang berada di pesisir pantai Jepang.
The Marison adalah sebutan kapal Amerika Serikat yang sedang berlayar dari Macau menuju ke Jepang. Sesampainya di daerah pesisir, Jepang tidak menyambut baik kapal asing tersebut justru menyerang mereka. Sikap anti toleran yang dilakukan oleh para pendukung Bakufu itu membuat para awak kapal memukul mundur bahkan ada yang diperlukan kasar sampai ada yang disiksa. Akibatnya kapal Amerika Serikat kembali ke Canton.
Setelah peristiwa tersebut, justru membuat Amerika Serikat semakin tertarik dengan Jepang. Pada tahun 1846 Amerika Serikat mengutus Commodore Biddle untuk menjalin hubungan perdagangan dengan pemerintah Jepang tetapi ditolak mentah-mentah karena sikap dari Commodore Biddle yang terlalu lembut dan sopan. Oleh karena itu, Jepang beranggapan bahwa bangsa barat adalah orang yang lemah.
ADVERTISEMENT
Disusul pada tahun 1853, Amerika Serikat mengutus Commodore Perry untuk menjalin hubungan perdagangan dengan Jepang dengan membawa empat buah kapal yang dilengkapi dengan senapan meriam. Hal itu membuat pengikut Bakufu merasa heran dan menyebut kapal-kapal tersebut dengan Kuro Fune atau "Kapal Hitam". Kedatangan Commodore Perry adalah untuk menyampaikan surat dari presiden Amerika Serikat dalam rangka menjalin persahabatan, perdagangan, dan perlindungan bagi korban kapal-kapal asing yang karam di daerah tersebut. Namun, Jepang masih dalam pendiriannya dengan menolak mentah-mentah surat tersebut.
Semangat Commodore Perry untuk mematahkan praktek isolasi dengan datang untuk kedua kalinya pada tanggal 31 Maret 1854 membawa tujuh buah kapal. Akhirnya Shogun Tokugawa menyetujui dengan membuat perjanjian yang disebut dengan perjanjian Kanagawa.
ADVERTISEMENT
Dilanjutkan pada tahun 1858 Amerika Serikat membuat perjanjian dengan Jepang yang disebut perjanjian Townsend Harris, isi perjanjian itu pada intinya berisi dibukanya pelabuhan-pelabuhan seperti Kanagawa, Kobe, Nagasaki, Niigata dan Hakodate. Selain itu, diperbolehkan Amerika Serikat untuk berdagang bahkan tinggal di sekitar pelabuhan. Adapun aturan yang digunakan untuk menghukum warga asing yaitu menggunakan konsulat tidak menggunakan sistem hukum Jepang.
Dengan adanya perjanjian tersebut, runtuhnya politik isolasi yang sejak dari dulu dipertahankan pemerintahan Bakufu. Supremasi yang dijunjung tinggi oleh para samurai di bawah kepemimpinan shogun Tokugawa lemah. Mereka menyadari bahwa militer yang dimiliki oleh bangsa barat tidak dapat dilawan sehingga mau tak mau pembukaan Jepang terhadap bangsa barat meskipun hal tersebut merupakan paksaan dari luar.
ADVERTISEMENT
Faktor dari dalam
Setelah Amerika Serikat berhasil mematahkan politik isolasi Jepang, kondisi di Jepang semakin memburuk. Hal itu ditandai dengan adanya gerakan yang dilakukan oleh para masyarakat Jepang yang masih menjunjung tinggi tradisi lama atau tradisional dengan didasari ideologi shintoisme. Aksi tersebut diwarnai dengan adanya tindak membunuh baik itu bangsa barat maupun orang Jepang yang mendukung bangsa asing.
Faktor lain yang mendukung gerakan konservatif adalah dengan masuknya emas yang lebih besar kepada bangsa asing dibandingkan dengan masuknya emas dalam negeri akibat dari perjanjian tersebut. Oleh karena itu gerakan bertujuan untuk mendesak Shogun Tokugawa untuk menyerahkan kekuasaannya kepada kaisar.
Situasi politik Jepang yang dirasa semakin tidak bisa dikontrol membuat Shogun Tokugawa bersedia menyerahkan kekuasaan politiknya kepada kaisar pada tanggal 8 November 1867. Sehingga berakhirlah kekuasaan shogun selama lebih dari enam setengah abad dalam menguasai Jepang.
ADVERTISEMENT
Melihat dalam sejarahnya, era edo masih menjalankan politik isolasi di Jepang dibawah kepemimpinan shogun tanpa adanya ancaman hampir berlangsung selama ratusan tahun. Hingga pada akhirnya pada masa Shogun Tokugawa Yoshinobu mengalami kejatuhan dengan banyaknya bangsa asing yang berhasil menjalin hubungan perdagangan dan menguasai sumber daya alam di Jepang.
Para rakyat Jepang merasa shogun tidak menjalankan fungsinya sebagai penguasa yang tidak memberikan perlindungan kepada bangsanya sendiri. Oleh karena itu, Jepang terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan pendukung shogun dan golongan pendukung kaisar.
Menurut golongan pendukung shogun dibukanya pintu untuk bangsa asing adalah langkah yang tepat. Disatu sisi golongan pendukung kaisar membantah akan hal tersebut, karena adanya hubungan dagang dengan bangsa asing dapat menyebabkan kerugian dari berbagai bidang terutama di bidang sosial-ekonomi.Meskipun terbagi menjadi dua kubu, tidak bisa dipungkiri bahwa kedatangan bangsa barat di Jepang tidak dapat dikalahkan dan diusir hanya menggunakan kekuatan senjata.
ADVERTISEMENT