Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menyingkap Akulturasi Budaya di Pecinan Glodok
25 November 2024 10:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Mochammad Awan Putra Aryatama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta, 18 November 2024 - Kawasan Pecinan Glodok di Jakarta Barat kembali menjadi sorotan sebagai bukti nyata keberhasilan akulturasi budaya di Indonesia. Hal ini terungkap dalam studi lapangan yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) dalam rangka mata kuliah Komunikasi Antar Budaya.
ADVERTISEMENT
Mozaik Sejarah dalam Arsitektur
Di tengah hiruk pikuk kawasan Glodok, Gedung Candra Naya berdiri megah sebagai saksi bisu perjalanan akulturasi budaya. Bangunan yang didirikan oleh keluarga Mayor Khouw Kim An pada tahun 1945 ini tidak hanya menampilkan arsitektur Tionghoa klasik, tetapi juga menjadi simbol solidaritas antar etnis ketika menjadi tempat penampungan korban kerusuhan di Tangerang.
"Gedung ini memiliki nilai historis yang luar biasa. Ornamen-ornamennya menunjukkan perpaduan unsur Tionghoa dengan sentuhan lokal," jelas Koh Andre, pemandu tur yang menjelaskan detail sejarah bangunan tersebut.
Toleransi dalam Bingkai Spiritualitas
Vihara Dharma Jaya Toa Se Bio, klenteng tertua kedua di Jakarta, menyimpan kisah unik tentang harmonisasi antarbudaya. Yang menarik, di area klenteng ini terdapat petilasan Raden Surya Kencana, tokoh pendiri Kota Cianjur. "Ini adalah bukti nyata toleransi yang sudah mengakar sejak dulu. Bagaimana sebuah klenteng Tionghoa bisa menghormati tokoh Islam dengan memberikan ruang untuk petilasannya," ungkap Koh Andre.
Kuliner sebagai Jembatan Budaya
ADVERTISEMENT
Pantjoran Tea House menjadi representasi bagaimana kuliner dapat menjadi medium penyatuan budaya. Delapan teko yang tersusun rapi di depan bangunan bukan sekadar hiasan, melainkan simbol penghormatan kepada kapiten Tionghoa yang pernah berperan penting di kawasan tersebut.
"Dari Apotek Chung Hwa yang berdiri sejak 1928 hingga menjadi Pantjoran Tea House, tempat ini telah bertransformasi menjadi ruang interaksi berbagai budaya melalui hidangan yang disajikan," tambah Koh Andre.
Nilai Storynomics dalam Kawasan Wisata
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menekankan nilai storynomics tourism yang dimiliki kawasan ini. “Glodok adalah contoh sempurna bagaimana berbagai budaya - Tionghoa, Sunda, Betawi, dan Jawa - dapat berbaur menciptakan harmoni yang unik dan bernilai tinggi,” ujarnya.
Pembelajaran bagi Generasi Muda
ADVERTISEMENT
Dr. Rosmawaty Hilderiah P, S.Sos., MT, dosen pembimbing mata kuliah Komunikasi Antar Budaya UMB, menyatakan bahwa studi lapangan ini memberikan perspektif baru bagi mahasiswa. "Mahasiswa tidak hanya belajar teori komunikasi antarbudaya, tetapi juga melihat langsung bagaimana akulturasi budaya terjadi dan bertahan selama ratusan tahun," jelasnya.
Restu Bintang Aditya, salah satu mahasiswa peserta tur, mengaku terkesan dengan kompleksitas akulturasi budaya di Glodok. "Kami melihat bagaimana berbagai elemen budaya saling melengkapi dan menciptakan identitas baru yang unik. Ini pembelajaran berharga tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan," tuturnya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang komunikasi antarbudaya melalui pengalaman langsung di lapangan. Pembelajaran ini diharapkan dapat membekali generasi muda dengan kemampuan berkomunikasi lintas budaya yang semakin penting di era global.
ADVERTISEMENT
Editor : Attala Yudhistira Ahmada
Penulis : Rizky Maulana