Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Oral History Sebagai Metode Pembelajaran Sejarah Kurikulum Merdeka
6 Desember 2022 18:09 WIB
Tulisan dari Mochammad Ronaldy Aji Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah merupakan mata pelajaran yang sangat menarik karena menjadikan peserta didik untuk menggeluti peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Setiap peristiwa yang terjadi memiliki pelajaran yang berharga. Pelajaran yang berharga dari masa lampau yang dipelajari oleh peserta didik pada saat ini menjadi bekal untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu sejarah membuat orang menjadi bijak atau make a wise.
ADVERTISEMENT
Pada saat Kurikulum Merdeka diterapkan, mapel sejarah menuntut peserta didik untuk berpikir historis. Berpikir historis merupakan sebuah proses untuk memahami hingga mengevaluasi peristiwa yang telah terjadi agar peserta didik lebih kritis dan bijak untuk mengambil sebuah pelajaran dari peristiwa tersebut. Namun, untuk mencapai kemampuan tersebut membutuhkan sebuah metode.
Salah satu metode untuk mencapai kemampuan berpikir historis adalah oral history. Oral history atau dapat kita katakan sebagai sejarah narasi merupakan sebuah informasi atas peristiwa yang terjadi dan dikisahkan kembali oleh tokoh yang mengalami peristiwa tersebut. Peristiwa memiliki sebuah riwayat, dan riwayat dituturkan dari pelaku kemudian dituturkan kembali hingga turun temurun. Di sinilah peserta didik dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang telah dituturkan, sehingga peserta didik menjadi seorang peneliti yang menelusuri jejak riwayat dari narasumber secara turun temurun. Ibarat seorang polisi yang melacak sebuah kejadian perkara dengan menelusuri dari berbagai petunjuk. Begitu juga seorang sejarawan seperti halnya menjadi polisi yang menangani peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
ADVERTISEMENT
Oral history memang cenderung kuno, tetapi memiliki potensi untuk mencapai kemampuan berpikir historis. Namun pada abad ke-21 ini dapat menjadi menarik apabila guru dapat mengemasnya dengan baik. Christiane Bertram dalam penelitiannya berjudul Learning Historical Thinking With Oral History Interviews: A Cluster Randomized Controlled Intervention Study of Oral History Interviews in History Lessons yang diterbitkan oleh American Educational Research pada tahun 2017 memberikan saran untuk mengemas oral history dengan menggunakan media seperti live, video, dan teks agar mencapai tingkat keefektifan. Metode ini telah diuji coba di Jerman dengan secara acak dan menghasilkan bahwa tingkat berpikir historis peserta didik lebih tinggi ketika metode oral history dikemas dengan secara live, video, dan teks daripada dengan kondisi langsung.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh pembelajaran oral history yaitu mengajak peserta didik untuk mengunjungi museum. Peserta didik berkunjung ke museum untuk mengenali benda-benda yang memiliki nilai historis. Peserta didik diberikan wawasan kepada narasumber sebagai guide untuk menelusuri narasi di balik benda tersebut. Kemudian peserta didik mancatat dari apa yang telah dipelajari dan mengemasnya dalam bentuk sebuah proyek seperti membuat karya tulis, video, dan sebagainya.
Era Kurikulum Merdeka tidak hanya peserta didik untuk dituntut memiliki kemampuan berpikir historis, tetapi guru juga dituntut kreatif untuk mengemas pembelajaran agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir historis dengan menarik. Oral history merupakan sebuah alternatif metode untuk mencapai kemampuan berpikir historis. Namun, metode ini lebih efektif jika dikemas dengan baik seperti menggunakan live, video, dan teks. Peserta didik dapat secara interaktif untuk mengembangkan kemampuannya untuk mencari riwayat masa lalu.
ADVERTISEMENT