news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Jangan Mudah Mengimajinasikan yang Kita Lihat

Moch Taufiqurrohman
ASN Kementerian Agama . Suka menulis dan melukis
Konten dari Pengguna
10 November 2021 11:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moch Taufiqurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto pribadi
zoom-in-whitePerbesar
foto pribadi
ADVERTISEMENT
Saya bertemu seorang teman (sebut saja namanya Muiz) di sebuah warung yang kami janjikan. Saya melihat raut mukanya sedikit sendu. Ada mendung di bola matanya.
ADVERTISEMENT
Saya tak hendak menanyakan mengapa. Karena saya sudah lama mengenalnya, maka saya yakin dia akan bercerita walau tanpa saya minta.
Benar saja. Dia akhirnya buka suara. Ternyata dia ingin pindah dari kontrakannya yang lama. Dia sudah muak dengan tetangganya yang Ketua RT itu.
Saya tanyakan apa masalahnya mau pindah kontrakan. Padahal masih lama masa kontraknya dengan pemilik rumah yang dia tempati.
“Masak, seorang Ketua RT yang notabene seorang pimpinan tega-teganya ngembat barang milik tetangga.” Begitu dia berkata sambil menahan amarah.
Muiz bercerita, kemarin sore dia pulang dari proyek menggarap mural di salah satu bank. Sesampai di rumah kontrakan dia bermaksud mandi untuk menyegarkan badannya. Dia mencari handuk satu-satunya yang dijemur bersama pakaian lainnya di sebelah rumah. Ternyata handuknya lenyap.
ADVERTISEMENT
Kami diam sebentar. Kopi yang kami pesan tengah datang. Lalu dia menyeruput kopinya. Ada desahan setelah seruputannya usai. Dia kemudian melanjutkan ceritanya.
Saat itu karena handuknya lenyap dia urung mandi. Dia berencana membuat kopi sambil menikmati suasana sore di teras rumah kontrakannya. Pas di dapur akan membuat kopi, ternyata kopinya habis.
Dia melangkahkan kaki menuju tetangga rumahnya. Ya, rumahnya Pak RT itu yang kebetulan membuka warung kelontong. Sesampai di warung, dia memanggil-manggil pemilik warung dan tak kunjung keluar. Tiba-tiba dia melihat Pak RT yang baru saja mandi mengenakan handuknya.
Pak RT gelagapan mengetahui teman saya itu melihat handuknya dipakai. Buru-buru dia masuk kamar dan Bu RT keluar meladeni teman saya yang beli kopi.
ADVERTISEMENT
Mendengar cerita teman saya itu, saya tertawa ngakak. Dia terus melanjutkan ceritanya. Seperti ingin menuntaskan rasa jengkelnya pada Pak RT.
“Bisa jadi setiap saya pergi dia memakai handuk saya. Bayangkan, saya berbagi handuk dengan lelaki yang.. ihh..”
Ya, dia membayangkan kalau Pak RT itu pantatnya penuh kudis. Atau jangan-jangan malah bersisik seperti ular.
“Kan kita tidak tahu semua. Siapa tahu lebih parah lagi.” Begitu dia menguatkan imajinasinya.
***
Ilustrasi handuk
Ya, kita semua memang memiliki imajinasi yang bisa menentukan sikap kita terhadap diri sendiri maupun orang lain. Seperti teman saya itu. Dia tidak tahu bagaimana keadaan tubuh Pak RT sebenarnya. Tapi dia sudah mengimajinasikan yang begitu masif tentang hal-hal yang membuatnya muak.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita tahu bahwa imajinasi merupakan suatu mekanisme dalam membayangkan sesuatu dalam struktur kesadaran yang menghasilkan image pada otak kita. Munculnya imajinasi adalah munculnya struktur mental menyangkut bagaimana seseorang memotret perasaannya.
Karena Muiz dongkol dengan Pak RT, maka perasaan yang muncul adalah segala hal yang tidak disukainya dalam hati.
Kitapun selalu memproduksi imajinasi tentang segala hal yang pernah kita lihat atau sempat mengeram dan mengendap dalam pikiran. Imajinasi kita itu sangat didorong dalam dunia keseharian.
Dengan tanda-tanda yang kita terima, maka muncul bayangan-bayangan yang menjadi tafsir atas realitas yang kita saksikan. Bila kita tidak menyaksikan atau mendapatkan informasi terhadap sesuatu, tentu kita tidak mampu mengimajinasikan sesuatu itu.
Kalau saja Muiz tidak melihat handuknya yang melilit tubuh Pak RT, dia tentu akan baik-baik saja seumpama dia berbagi handuk dengannya. Dia akan memperlakukan handuknya dengan sebagaimana biasa.
ADVERTISEMENT
Dia pasti akan bertegur sapa dengan Pak RT seperti waktu-waktu sebelumnya. Seperti tak ada masalah apa-apa. Lha ini, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa handuknya melilit tubuh Pak RT.
Memang, di dunia yang serba mudah ini, kita selalu memproduksi imajinasi setiap hari. Kadang imajinasi itu setelah lahir kemudian mati secara prematur. Hal ini bisa terjadi dikarenakan imajinasi yang kita lahirkan tidak begitu membekas dalam pikiran kita.
Sementara imajinasi yang kita lahirkan dan berumur panjang tentu sangat terkait erat dengan endapan dalam memori otak kita. Contohnya, beberapa hari kemarin, anak saya yang berumur delapan tahun menyaksikan video tiktok dari Korea tentang produk makanan yang dikonsumsi anak seusianya.
Dalam video itu terlihat seorang anak menunjukkan sebuah produk makanan. Anak itu memberitahukan nama produk itu dan memberitahu bagaimana cara menikmatinya. Lalu anak itu memakannya dengan penuh penghayatan. Serasa begitu nikmat.
ADVERTISEMENT
Anak saya yang menyaksikan video itu tentu saja ingin mencoba produk makanan itu. Saya diminta membelikannya di salah satu minimarket. Kalau saja saya tidak membelikan produk makanan itu segera, tentu imajinasi anak saya akan berlarut-larut dan dia akan terus terbayang betapa nikmatnya produk makanan itu.
Sebagai ayah yang baik, saya memilih segera membelikan. Toh harganya tak seberapa dan tempat belinya juga tak begitu jauh.
Setelah saya belikan, dia mencoba mempraktikkan makanan sebagaimana anak dalam video itu. Hasilnya, dia malah membuang makanan itu.
Dia kepedasan saat menikmati makanan yang terasa begitu nikmat dalam tayangan video tersebut. Ternyata imajinasi memang membentuk gambaran-gambaran dalam diri manusia. Entah sesuai yang dipikirkannya ataupun tidak.
Begitulah, imajinasi pada tingkat individu akan menghasilkan aneka narasi kecil tentang masa depan individu. Imajinasi yang dilahirkan setiap orang kemudian melahirkan citra.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan Muiz, dia membangun imajinasinya terkait apa yang dilihat, yaitu Pak RT yang memakai handuknya. Tentunya, saat melihat Pak RT memakai handuknya itu, pikirannya langsung merasa jijik. Dan dia tentu tak ingin memakai handuknya lagi karena telah dipakai Pak RT.
Muiz juga merasa bahwa beberapa waktu sebelumnya, bisa jadi handuknya selalu dipakai Pak RT. Padahal belum tentu kebenarannya. Kesimpulan seperti ini dikarenakan imajinasi pertamanya melahirkan imajinasi-imajinasi selanjutnya.
Dalam percakapan saya dengan Muiz malam itu, saya menanyakan bagaimana nasib handuknya sekarang. Katanya, beberapa saat setelah dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri handuknya melilit tubuh Pak RT, dengan santainya Pak RT mengembalikan handuknya.
___
Moch Taufiqurrohman Bekerja sebagai Penyuluh di KUA Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Propinsi Jawa tengah. Suka menulis dan melukis. Tinggal di Wonosari 04/02 Patebon Kendal 51351 Jawa Tengah. Nomor Hp. 087843253542. Akun facebook : Taufiiq. Akun instagram : taufiiq_taufiiq.
ADVERTISEMENT