Memahami Tubuh Personal dan Tubuh Sosial

Moch Taufiqurrohman
ASN Kementerian Agama . Suka menulis dan melukis
Konten dari Pengguna
18 November 2021 19:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moch Taufiqurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pasangan Memberi Hadiah. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pasangan Memberi Hadiah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini beranda media sosial saya sering dilewati ratapan dari salah seorang teman. Isinya adalah umpatan-umpatan yang bagi saya sangat tidak patut. Dia mengumpat suaminya di luar batas kewajaran. Dia menyalahkan suaminya dengan alasan macam-macam.
ADVERTISEMENT
Saya membayangkan bagaimana kalau suaminya membaca ratapan serupa umpatan dari teman saya itu. Mungkin rumah tangganya akan diterjang badai yang lebih besar dari sebelumnya.
Umpatannya sering muncul di beranda media sosial saya, otomatis saya membacanya. Saya tidak memberi tanggapan apa-apa. Tanda jempol pun tidak. Saya tidak ingin terlibat dalam urusan rumah tangga mereka berdua.
Saya juga tidak punya niatan untuk mengirim pesan secara personal kepada teman saya, kalau perbuatannya itu sangat tidak patut. Saya yakin dia punya pertimbangan sendiri kenapa dia melakukan hal demikian. Dia sudah dewasa, tentu tahu dampak yang akan timbul dari umpatan-umpatannya.
Saya sempat sih membaca komentar dari teman-temannya. Sebagian mereka ada yang mengomporinya untuk memecatnya dari statusnya sebagai suami. Dikira persoalan rumah tangga teman saya itu adalah semacam permainan di era digital yang bisa dirayakan dengan bercanda. Walaupun ada juga yang lebih bijaksana untuk memusyawarahkan bersama untuk mencari solusi terbaik.
ADVERTISEMENT
Ah, saya sedikit menyesal ikut menyimak umpatannya. Tapi bagaimana lagi, lha wong umpatannya itu muncul setiap saya membuka media sosial. Mau tidak mau saya seperti tersihir untuk menyimaknya.
Sekilas memang terkesan apa yang diumpatnya itu bisa melegakan hatinya. Hanya sayang, umpatannya itu tanpa dia sadari telah memantulkan pukulan keras pada dirinya sendiri. Ya, dia sama saja membeberkan 'borok' rumah tangganya ke publik. Semua orang jadi tahu bagaimana keadaan rumah tangganya yang bertolak belakang dengan apa yang dia unggah di waktu-waktu sebelumnya.
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutterstock
Dulu, kehidupan keluarganya terkesan seperti keluarga yang penuh sakinah, mawadah wa rahmah. Keluarga mereka bagaikan keluarga cemara yang terus mendulang kebahagiaan setiap hari. Dia pernah mengunggah foto tengah bergelayut manja di pundak suaminya. Juga foto-foto di tempat-tempat indah yang dikunjungi bersama keluarga dengan caption: “Semoga abadi sampai janah-Nya.”
ADVERTISEMENT
Ya, apa yang dipertontonkan orang di media sosial memang terkadang berbalik dengan realitas kehidupannya sehari-hari. Sering kita melihat sepasang kekasih makan bersama di tempat-tempat yang susah dijangkau orang lain. Ada hasrat bermanja. Juga hasrat mempertontonkan diri agar identitasnya diakui.
Hal semacam ini juga yang dialami para artis negeri ini. Kebetulan isteri saya juga tersihir untuk mengikuti kehidupan mereka. Katanya hanya untuk mengisi waktu sembari istirahat karena seharian sudah lelah bekerja.
Setiap malam sebelum tidur, saya selalu mendapati wajah isteri saya bercahaya. Bukan karena dia perempuan salihah atau apa. Wajahnya bercahaya karena pendar ponsel yang dia tatap.
Dia memang mengikuti akun media sosial beberapa artis perempuan negeri ini. Khususnya lagi artis yang suka lari. Ini lari beneran. Bukan lari sambil membawa televisi atau lari bersama suami orang.
ADVERTISEMENT
Isteri saya juga suka mengikuti kegiatan artis-artis yang suka bersepeda. Kebetulan ia juga rutin lari dan sesekali bertualang dengan sepedanya. Katanya, menatap foto-foto para artis itu seperti ikut merasakan petualangannya. Padahal dia hanya tiduran di samping saya yang tengah asyik membaca buku.
Sesekali dia juga mengikuti perkembangan kehidupan artis tertentu. Mulai dari foto-foto mesra dengan pasangannya tapi berakhir dengan bencana. Entah perceraian, perselingkuhan akibat narkoba atau tindak kriminal lainnya.
Ilustrasi kaum millenial bermain sosial media. Foto: Shutter Stock
Kehidupan artis memang selalu mengusik para netizen untuk mengikutinya. Sebagai sang bintang, para artis itu harus tampil sempurna. Sepertinya dia adalah sang utusan untuk memberi pencerahan bagi penggemar.
Tapi, lagi-lagi, banyak dari mereka yang mengalami kecelakaan dini yang menghambat karier keartisannya. Ironisnya, sebagai netizen yang fanatik, mereka tak peduli. Artis kebanggaannya adalah idola. Apa pun yang terjadi bahwa idolanya adalah panutan.
ADVERTISEMENT
***
Para netizen seperti dipertontonkan 'ketelanjangan' demi 'ketelanjangan' setiap hari. Orang-orang yang begitu dielu-elukan para penggemar, yang dijadikan tolok ukur kehidupan di dunia nyata, ternyata tak seindah kehidupan sesungguhnya.
Sementara sang bintang begitu latah mengumbar kehidupannya. Tidak hanya dari prestasinya saja, tetapi sampai hal-hal yang harusnya menjadi konsumsi pribadi malah menjadi konsumsi publik.
Begitulah, tubuh-tubuh telanjang selalu dipertontonkan kepada kita. Ya, sekali lagi, tubuh-tubuh telanjang selalu dipertontonkan kepada kita.
Bagi saya tubuh berbeda dengan badan. Badan hanya bersifat fisik dan terbatas ruang geraknya. Tangan kita misalnya, hanya sebatas pada aktivitas tangan kita. Bisa untuk memegang sesuatu.
Tangan tidak bisa difungsikan sebagai mata, mulut atau kaki karena masing-masing indera kita sudah memiliki job description-nya masing-masing. Semua saling melengkapi. Begitulah badan.
ADVERTISEMENT
Sementara tubuh sebagai keseluruhan yang melekat pada diri kita. Baik jiwa maupun raga yang berpengaruh pada perilaku, bahasa penampilan dan seluruh aktivitas sosial lainnya.
Aktivitas makan merupakan aktivitas tubuh manusia. Banyak kekuatan badan berperan dalam aktivitas ini. Makan tidak hanya menghilangkan rasa lapar, tetapi banyak varian yang mempengaruhinya.
Bisa jadi apa yang dimakan, yang untuk mendapatkan makanan tersebut, bagaimana cara memperolehnya. Dan beragam pertanyaan-pertanyaan lain terkait dengan aktivitas tubuh untuk makan.
Begitu pula yang terjadi pada teman saya yang ratapannya sering lewat di beranda media sosial saya. Juga para artis yang mengumbar aib dirinya sendiri. Seakan-akan mereka tengah mempertontonkan ketelanjangannya.
Ketika masih menikmati kemesraan dengan pasangan, misalnya, mereka terus mengunggah foto-foto mesra dengan berbagai caption berbau surga. Sementara ketika mereka sudah tidak lagi cocok dengan pasangan, maka yang terjadi adalah kata-kata bagai mantra kutukan sang penyihir.
ADVERTISEMENT
Urusan domestik harusnya dikonsumsi sendiri tanpa harus melibatkan publik luas. Sementara urusan-urusan yang bisa dikonsumsi publik bolehlah dibuka. Begitu seharusnya.
Kita ini, manusia yang memiliki satu tubuh dengan dua fungsi. Tubuh personal dan tubuh sosial.
Tubuh personal adalah tubuh seutuhnya yang kita miliki. Dan hanya kita yang bisa mengaksesnya. Baik buruknya tubuh kita hanya kita yang tahu. Kalaupun diakses pihak lain, maka setidaknya hanya pasangan kita dan orang-orang yang masih hidup di ranah domestik kita.
Sementara tubuh sosial adalah tubuh yang bisa diakses orang lain saat melakukan interaksi sosial. Ada banyak bagian tubuh yang harus kita tutupi dan rahasiakan.
Sekarang saya jadi khawatir dengan teman saya itu. Jangan-jangan, bila suatu saat nanti kami ada masalah, sebelum diklarifikasi saya akan diumpat habis-habisan di media sosial. Persis sebagaimana yang tengah dilakukannya saat ini terhadap suaminya. Ngerii…
ADVERTISEMENT
----