Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Virus Corona Memang Bahaya, Tapi Janganlah Kita Parno
4 Maret 2020 16:01 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Moddie Alvianto Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah dua hari ini saya dilanda flu dan batuk berdahak. Mungkin karena kecapekan dan tidur larut malam selama seminggu yang lalu, pada akhirnya tubuh menyerah. Saya istirahat di ranjang kesayangan.
ADVERTISEMENT
Di luar dugaan, sakit yang saya alami termasuk gejala Virus Corona walaupun saya belum mengalami demam. Tentu saja, saya kaget. Buru-buru saya mengecek ke lingkungan sekitar. Dan ternyata, banyak tetangga yang mengalami hal serupa. Flu dan batuk maksudnya.
Lalu, apakah mereka termasuk terkena gejala Virus Corona? Entahlah.
Yang jelas, sepengetahuan saya, tidak ada tetangga di lingkungan sini pergi ke luar negeri. Jadi, saya kira, flu dan batuk yang kami alami, murni karena cuaca yang memang tak bisa diprediksi.
Lihat di prakiraan cuaca, kalo pagi panas, sore sudah hujan. Begitu terus selama seminggu kemarin. Maka, tak heran banyak yang mengalami penyakit flu dan batuk.
Senin, (2020), ternyata Virus Corona benar-benar masuk ke Indonesia. Dua warga Depok, ibu dan anak terindikasi penyakit yang melumpuhkan berbagai negara besar, terutama sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Setelah beredar kabar tersebut, seperti biasa, netizen berlomba-lomba saling menguatkan satu sama lain. Di antaranya, dengan membeli masker untuk pencegahan.
Sayangnya, ketika saya lihat di timeline Twitter, harga masker naik 10 kali lipat. Biasanya satu boks berisi 50 dibanderol Rp 20 ribu, eh ini menjadi Rp 200 bahkan hingga Rp 500 ribu.
Inilah yang disebut memaksimalkan kesempatan sebaik-baiknya. Mengeruk keuntungan karena mungkin, siapa tahu, si penjual ingin umrah sesegera mungkin.
Padahal, di Arab Saudi telah membuat larangan untuk tidak melaksanakan umrah. Terhitung dari 28 Februari hingga 13 Maret. Itu pun tanggalnya masih ditinjau ulang.
Jadi, untuk apa mereka menjual harga masker merek Sensi dengan harga selangit? Yang ada, membuat masyarakat sensi dengan penjualnya. Hih!
ADVERTISEMENT
Apakah untuk membeli bahan-bahan pokok? Bisa jadi.
Memang gerak netizen Indonesia sat set. Khawatir akan terisolasi di rumah, mereka memborong bahan pokok mulai dari beras, gula, garam, hingga minyak.
Kalo saya mungkin akan berpikir, uang yang ada di dompet menyesuaikan dengan bahan pokok yang dibeli. Namun bagi mereka, seberapa banyak stok bahan pokok yang dimiliki toko, maka itulah yang akan dibeli. Kalo bisa semuanya, kenapa enggak?
Yang terjadi adalah panic buying. Berita Selasa, (3/3/2020), mengabarkan bahwa di banyak toko, utamanya di ibu kota dan sekitarnya, bahan pokok ludes.
Padahal, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana jika ternyata bahan pokok tidak terpakai? Apakah ditimbun? Atau dibalikkan ke toko?
Seharusnya, kita belajar dari Singapura dalam penanganan dan pencegahan Virus Corona. Sebelumnya, mereka melakukan hal yang sama dengan kita yaitu panic buying. Yang terjadi adalah stok melimpah. Oleh sebab tak tahu dibuat apa, stok berusaha dikembalikan ke toko. Semacam retur.
ADVERTISEMENT
Ya jelas tokonya menolak. Makanya, lebih baik membeli kebutuhan seperlunya dan secukupnya. Itu lebih efisien dan bisa berbagi dengan pihak yang memang benar-benar membutuhkan.
Dan jika dilihat dari data tentang Virus Corona, sepertinya ada yang terlewat untuk disampaikan ke masyarakat. Betul bahwa virus Corona bisa menyebabkan kematian. Hampir 3.000 jiwa terenggut nyawanya akibat virus tersebut.
Akan tetapi, ada sekitar 40.000 orang lebih yang berhasil pulih dari virus Corona. Artinya, kemampuan tubuh manusia untuk memulihkan diri dari Virus Corona sangat bisa. Virusnya mudah menyebar tetapi sehat kembali pun bisa terjadi dan kembali bugar.
Selain itu, ketika mendengar kabar tersebut, tentu saja grup WA adalah sarana yang paling ampuh untuk menyebarkan informasi. Karena tingkat kepo dan ingin membagi kebaikan cukup tinggi, yang jadi bukannya informasi cukup, malah jadi misinformasi.
ADVERTISEMENT
Seperti, penyebaran identitas dua orang yang terkena virus Corona. Itu malah memperburuk psikis mereka. Saya yakin, dua orang tersebut juga enggak menyangka akan terkena Virus Corona. Lebih baik pilah dan pilih informasi.
Begitu juga dengan orang-orang yang memanfaatkan hestek #KamiTidakTakutVirusCorona dengan membagikan Give Away. Walah, Buosss, kok ya sempat-sempatnya bagi-bagi barang gratis dengan menumpang hestek kayak gitu. Tak adakah cara yang lebih berfaedah?
Jadi, untuk saat ini, lebih baik kita saling mengendalikan diri. Awas diri. Jaga tubuh. Minum dan makanan yang bergizi itu sangat perlu. Kalo memang sedang flu dan batuk, pakailah masker. Kalo enggak ada, pakai tisu basah. Bukan pakai masker bergelombang seperti yang dikenakan salah satu reporter televisi swasta. Malah kayak cosplay.
ADVERTISEMENT
Beri informasi yang baik. Seperti rumah sakit mana yang layak dikunjungi dan dijadikan rujukan apabila terindikasi Corona. Dan tentu saja, berdoa. Kalo udah usaha, yang terakhir ya pasrah diri, kan?
Saya berharap juga komunikasi publik dari pemerintah ke masyarakat ya yang oke lah. Sudah tahu bahwa kita sedang parno dengan Virus Corona, jangan dibecandain lah. Lebih baik pakai jubir kalo memang kurang mampu menyusun kata yang baik. Toh, dana Rp 72 m, kalo belum sempat dipakai, bisa digunakan untuk mencari pegiat medsos yang kompeten untuk mendampingi pejabat yang berwenang. Terutama pembagian informasi tentang Virus Corona.
ADVERTISEMENT