Melihat Dunia Pasca-Amerika

Ahmad Efendi Yunianto
Mahasiswa Sejarah UNY, yang menyukai diskursus media, politik, dan filsafat. Part time nulis, full time jadi mas-mas biasa.
Konten dari Pengguna
26 Januari 2021 16:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Efendi Yunianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melihat Dunia Pasca-Amerika
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap 20 tahun atau lebih, ramalan akan hancurnya Amerika terus menggema. Bahkan, itu telah bermula sejak abad ke-18, ketika naturalis dan penulis ensiklopedia asal Prancis, Comte de Buffon menyebut negeri Paman Sam tersebut sebagai “sarang kemerosotan”. Sementara memasuki abad ke-20, pada 1987 tepatnya, sejarawan Yale University, Paul Kennedy dalam bukunya The Rise and Fall of the Great menyebut Amerika sedang menuju kebinasaan. Ironisnya, ia menyebut itu hanya empat tahun sebelum Uni Soviet runtuh.
ADVERTISEMENT
Dua dekade setelah kredo Paul Kennedy terucap, pada 2008, Fareed Zakaria menyebut dunia sedang terjadi “pergeseran kekuatan besar”. Dalam bukunya, The Post American World (2008), pembaca dibikin seolah Zakaria ingin mempertebal ramalan pendahulunya.
Namun, jangan sampai Anda terjebak. Editor majalah Newsweek itu, dalam bukunya, justru ingin menghindari proyeksi berpikir tentang krisis dan kehancuran Amerika. Wajar memang, jika publik berfikir demikian, mengingat situasi kala itu yang mana dolar sedang anjlok akibat resesi 2008, ditambah perang di Irak dan Afghanistan terus terjadi. Tetapi sekali lagi, ini bukan soal kemunduran maupun kejatuhan Amerika. Ini soal “Kebangkitan yang-lain”.
Pembawa acara Zakaria GPS di CNN yang juga seorang redaktur tamu di majalah TIME itu, ingin menjelaskan tentang transformasi besar yang terjadi di seluruh dunia. Sebuah transformasi – yang meskipun sering dibahas, tetap masih kurang dipahami.
ADVERTISEMENT
Dalam buku setebal 335 halaman dengan sampul bergaris kuning-dominan ini, Fareed Zakaria bermain secara provokatif dan jeli, demi membuka mata dunia terhadap kondisi global pada “akhir masa jaya Amerika”. Krisis Amerika, tampaknya selalu menghasilkan dua jenis ahli diagnosa: mereka yang ingin sekadar menakut-nakuti pembacanya, serta mereka yang ingin meyakinkan orang-orang. Mengutip Martin Woollacott dalam kolomnya di The Guardian, Fareed Zakaria ada di kategori kedua.
Jadi, mari berenang di samudera pemikiran Fareed Zakaria, melalui bukunya, The Post American World (2008).
Sampul buku The Post American World edisi Bahasa Indonesia (sumber gambar: Mizan)
ADVERTISEMENT
Kebangkitan yang-Lain
Dalam buku ini, Zakaria menyebut ada tiga pergeseran konstelasi global selama 500 tahun terakhir, yang membentuk lanskap kehidupan politik, ekonomi, dan budaya. Pertama, kebangkitan dunia Barat, sebuah proses yang dimulai pada abad ke-15 dan meningkat secara dramatis pada akhir abad ke-18. Ia menghasilkan modernitas seperti yang kita kenal hari ini: sains dan teknologi, perdagangan dan kapitalisme, revolusi pertanian dan industri, serta dominasi politik yang berkepanjangan dari negara-negara Barat.
Sementara pergeseran kedua, adalah yang terjadi pada tahun-tahun akhir abad ke-19: kebangkitan Amerika. Pada masa itu, setelah industrialisasi, dengan cepat Amerika menjadi negara yang paling kuat sejak kekaisaran Roma, dan satu-satunya yang lebih kuat daripada kombinasi negara lain. Hingga selama sebagian abad berikutnya, dominasi itu pun tak tertandingi, yang mencakup aspek ekonomi, politik, sains, dan budaya global.
ADVERTISEMENT
Sedangkan ketiga, pergeseran ini Zakaria sebut sebagai “Kebangkitan yang-lain”. Dalam bab pembuka di bukunya ini, ia menyebut bahwa selama beberapa dekade terakhir, negara-negara di seluruh dunia telah mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi “yang dulunya tidak pernah terpikirkan.” Meskipun terjadi fluktuasi, naik-turun, tapi secara keseluruhan tren itu terus meningkat secara jelas. Bahkan, keruntuhan ekonomi akibat resesi tahun 2008 tidak dapat menghentikan atau membalikkan tren ini.
Pasca-resesi, di saat banyak negara kaya terus berjuang dengan pertumbuhan yang lambat, pengangguran yang tinggi, dan hutang yang berlebihan sepanjang tahun 2010, negara-negara yang merupakan "yang-lain" ini pulih dengan cepat. Sebagai misal, Zakaria mencontohkan, tingkat pertumbuhan tahunan India melambat menjadi 5,7 persen pada tahun 2009, tetapi tetap pada tingkat 9,7 persen pada tahun 2010. Sementara pertumbuhan PDB Cina, tidak pernah turun di bawah 9 persen sejak periode itu.
ADVERTISEMENT
Fase ini, banyak negara sedang/telah mencapai keberhasilan ekonomi yang siginifikan. Pada tahun 2010, 85 negara tumbuh dengan laju 4 persen atau lebih, yang bahkan, mencakup lebih dari 30 negara di Afrika. Antoine van Agtmael, seorang fund manager yang menciptakan istilah "pasar berkembang", juga telah mengidentifikasi 25 perusahaan yang kemungkinan besar akan menjadi perusahaan multinasional besar (MNC) berikutnya di dunia. Daftarnya mencakup empat perusahaan masing-masing dari Brasil, Meksiko, Korea Selatan, dan Taiwan; tiga dari India; dua dari China; dan masing-masing satu dari Argentina, Chili, Malaysia, dan Afrika Selatan.
Zakaria, juga mengajak kita berefleksi dengan beberapa fenomena yang sedang terjadi. Baginya, ini sedang menunjukkan betapa bangkitnya “yang-lain” itu. Semisal, ia menyebut “bangunan tertinggi di dunia sekarang ada di Dubai” dan bukan Amerika. Orang terkaya di dunia (saat itu) adalah orang Meksiko, yakni Carlos Slim, dengan perusahaan publik terbesarnya ada di Cina.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lihat pula: “pesawat terbesar di dunia dibangun di Rusia dan Ukraina”, atau “penyulingan terbesar ada di India” dengan pabrik terbesarnya semuanya ada di Cina. Lebih lanjut, Hong Kong bahkan telah menyaingi London dan New York sebagai pusat keuangan terkemuka, dan Uni Emirat Arab adalah rumah bagi dana investasi orang-orang paling kaya.
Bahkan, untuk bisnis hiburan, jika mau disebut, “bianglala terbesar di dunia ada di Singapura”; “Kasino nomor satu bukan di Las Vegas, tetapi di Makau”, yang juga telah mengambil alih Vegas dalam pendapatan perjudian tahunan; “Industri film terbesar, baik dari segi pembuatan film maupun tiket yang terjual, adalah Bollywood, bukan Hollywood.” Masih mengutip refleksi yang provokatif dari Zakaria, ia bahkan juga menyebut, “sepuluh mal teratas di dunia, hanya satu yang ada di Amerika Serikat”. Paling besar ada di Dongguan, Cina.
ADVERTISEMENT
Kendati hal-hal ini -- perlu ditekankan ulang: “bukan keruntuhan Amerika”, tapi dalamwawancaranya dengan National Press Radio (NPR), Zakaria tetap mengingatkan Amerika, bahwa pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia bersama manfaat yang diciptakan oleh stabilitas ekonomi global, bisa merembet ke arena politik.
Fareed Zakaria dalam acara Fresh Air di National Press Radio (sumber gambar: NPR.org)
"Politik dan kekuasaan adalah wilayah yang memiliki pengaruh relatif," katanya. "Jadi saat Cina memperluas perannya di Asia, peran siapa yang semakin berkurang? Tentu saja, kekuatan yang mapan - Amerika Serikat. Tidak mungkin bagi dua negara untuk menjadi kekuatan politik dominan yang memimpin pada saat yang sama."
Sekali Lagi, Bukan Keruntuhan Dominasi Amerika
Dari semua kebangkitan yang-lain ini, apa yang ditakutkan, terutama Amerika? Menurut Zakaria, dalam bukunya, adalah soal kebangkitan Cina, yang diikuti oleh India. Menurutnya, Cina menjadi kisah paling sukses dalam sejarah tentang pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun terkahir dengan angka 7 hingga 10 persen.
ADVERTISEMENT
"Hari ini, Cina mengekspor dalam satu hari lebih banyak, daripada yang mereka lakukan sepanjang tahun 1978," tulisnya. “Modernisasi otoriter terus berjalan, dengan pesan Partai berbunyi ‘Perkaya dirimu, tetapi serahkan yang mengemudi kepada kami’, hingga 1,3 miliar orang China tampaknya dengan senang hati mematuhinya,” tegasnya.
Pertanyaan berikutnya, mengapa mengapa harus khawatir? Bagi Zakaria, masalahnya adalah pada pada ukuran – seberapa luas dapat memengaruhi dan mendominasi. Namun, berulang kali, dan tetap konsisten, Amerika belum hancur dan masih akan tetap mendominasi. Ini hanya soal kebangkitan Cina.
Zakaria mengajak berasumsi. Yakni dengan memainkan bunga majemuk, berikut ini:
“GDP Cina (nominal) sekitar 3 triliun dolar, sedangkan Amerika 14 triliun dolar. Asumsikan pertumbuhan Cina tak terbatas sebesar 7 persen, maka itu akan menggandakan GDP menjadi 6 triliun dolar dalam waktu 10 tahun dan menggandakannya lagi menjadi 12 triliun pada tahun 2028.
ADVERTISEMENT
“Kemudian asumsikan sekarang bahwa Amerika Serikat akan tumbuh pada tingkat historisnya sebesar 3,5 persen. Pada 2028, GDP ditaksir sebesar 28 triliun dolar. Ini adalah permainan yang konyol, tetapi tidak lebih konyol daripada proyeksi yang melihat China mengambil alih Amerika Serikat pada awal tahun 2020. Produksi Amerika masih akan menjadi sekitar seperempat dari total dunia, rata-rata selama 125 tahun terakhir, seperti yang diingatkan oleh Zakaria kami.”
Pertanyaan selanjutnya, soal kebangkitan yang-lain, bagaimana dengan gelombang kekuasaan yang mulai bergeser? Dalam urusan bangsa, bagi Zakaria, urusan militer tentu saja masih sentral. Anggaran pertahanan Cina boleh saja menjadi yang terbesar nomor 2 di dunia, tetapi dalam dolar, Amerika menghabiskan hampir sama banyaknya dengan gabungan seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Meski, setidaknya sejauh ini, hal-hal yang dikhawatirkan tersebut bukanlah satu gejala keruntuhan Amerika, namun, Zakaria tetap memberikan peringatan bagi pemerintah Amerika. Dalam wawancara berdurasi 44 menit di NPR dalam acara "Fresh Air" itu, ia mengatakan:
“...Saya khawatir. Sementara kita melakukan debat teoretis ini, di sisi lain dunia, Pemerintah Cina dengan penuh semangat mempromosikan industri demi industry; pemerintah Jerman dengan penuh semangat mempromosikan pusat manufakturnya; dan Pemerintah Korea Selatan dengan penuh semangat juga mempromosikan sektor manufakturnya; dan pada saat kami menyelesaikan perdebatan, tidak akan ada lagi industri yang tersisa untuk bersaing.”
ADVERTISEMENT