Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Marlina, Perempuan yang Terbunuh dalam Empat Babak
3 Desember 2017 7:48 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Moh Fajri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika melihat dari judul film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, bayangan tokoh perempuan kejam bernama Marlina tentunya muncul dalam benak penonton. Kata ‘pembunuh’ membuat kesan pertama orang akan menerawang bahwa film ini isinya penuh adegan berdarah menegangkan yang dilakukan Marlina. Akan tetapi, bayangan tersebut kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Marlina merupakan seorang janda yang hidup sendiri setelah anak laki-lakinya wafat dan suaminya yang tinggal jasad. Ia tinggal di atas bukit yang dikelilingi eksotisme alam sumba, namun jauh dari tetangga. Hanya dari situ saja kita sudah tahu bahwa Marlina sudah terbunuh sejak awal. Ia terbunuh oleh sepi.
Datangnya segerombolan laki-laki ke rumah Marlina sebenarnya bisa membuat ia hidup. Sayangnya, ketujuh laki-laki tersebut tidak tahu diri. Mereka hadir untuk merenggut harta dan harga diri Marlina, ia lagi-lagi terbunuh. Kali ini oleh perlakuan laki-laki yang tidak mempunyai hati nurani.
Marlina mencoba mencari keadilan dengan mendatangi kantor polisi. Jarak kantor polisi dengan rumahnya tidak mungkin ditempuh dengan jalan kaki. Ia memilih menunggu angkutan umum. Saat angkutan datang, penumpang yang sedang melakukan perjalanan mendadak turun ketika melihat apa yang dibawa Marlina. Sopir angkutan bahkan sempat melarang Marlina untuk naik. Dari sini, Marlina kembali terbunuh. Kali ini oleh perlakuan masyarakat yang membuat jiwa Marlina semakin terkoyak.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di kantor polisi, Marlina tampak diacuhkan oleh petugas. Ia lebih banyak menghabiskan waktu menyaksikan polisi yang bermain tenis meja dari pada membuat laporan. Belum lagi, Marlina yang ingin mengadu malah seperti menjadi orang yang tertuduh.
Ia kembali terbunuh. Kali ini oleh perlakuan aparat yang seharusnya bisa menjadi pelayan masyarakat.
Dibalik semua kejadian tersebut, Marlina memang berdosa dengan membunuh laki-laki yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat perlakuan Marlina yang seperti tanpa dosa membawa kepala tanpa raga selama perjalanan.
Namun, apakah Marlina bersalah jika melakukan perlawanan?
Marlina memang pembunuh, tetapi ia juga perempuan yang sudah berkali-kali terbunuh.