Konten dari Pengguna

Skizofrenia: Tantangan, Stigma, dan Peran Keluarga dalam Pemulihan

MOH GHULAM MUMTAZA
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya Kota Malang.
12 Desember 2024 16:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH GHULAM MUMTAZA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva.com
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Kemenkes RI tahun 2024, skizofrenia merupakan penyakit kronis dimana penderita memiliki kesulitan memproses pikirannya sehingga timbul halusinasi, pikiran yang tidak jelas dan tingkah laku atau bicara yang tidak wajar, mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain, menarik diri dari aktivitas sehari-hari, berhenti dari pekerjaan. Skizofrenia merupakan salah satu jenis penyakit yang biasanya menyerang mental seseorang. susah mengontrol perilaku, melakukan perilaku kekerasan terhadap diri
ADVERTISEMENT
sendiri, orang lain dan lingkungan.
Menurut GBD tahun 2018 dalam (Tania, 2021) Gangguan mental saat ini masih terus menjadi perhatian dunia. Sekitar 971 juta orang di dunia mengalami gangguan mental dan diperkirakan 264 juta orang diantaranya terkena depresi, 45,5 juta orang terkena bipolar, serta 20 juta orang menderita skizofrenia. Menurut WHO pada tahun 2020 dalam (Silviyana, 2024) secara global diperkirakan 379 juta orang terkena gangguan jiwa, 20 juta diantaranya menderita skizofrenia.
Pada pasien yang menderita skizofrenia biasanya ditemukan ada tiga gejala atau simtom. Melansir dari (Yati, 2024) Terdapat tiga kategori simtom atau gejala utama skizofrenia, yaitu:
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang menyebabkan seseorang terkena penyakit skizofrenia? Melansir dari Kemenkes RI, penyebab munculnya gangguan ini adalah karena ketidakseimbangan zat biokimia (neurotransmitter) di dalam saraf otak penderita. Beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tersebut antara lain adalah:
Di Indonesia, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) seperti pengidap skizofrenia sering dikait-kaitkan dengan hal-hal yang ghaib dan para penderita penyakit tersebut dianggap berbahaya oleh masyarakat awam. Para pengidap penyakit mental seringkali dijauhi bahkan oleh keluarganya sendiri, yang seharusnya mereka dapat merangkul dan memberikan dukungan kepada pengidap skizofrenia. Mengutip dalam penelitian (Karame, 2024) Kondisi pasien skizofrenia yang mengalami stigma diri yang tinggi cenderung tidak peduli dengan dirinya karena kurang semangat dalam menjalani hidup sehingga berdampak pada berkurangnya kualitas hidup terutama kesehatan fisik akibat ketidakmampuan perawatan diri. Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa orang dengan skizofrenia (ODS) cenderung tidak peduli dengan apa yang terjadi kepada diri mereka yang disebabkan oleh tekanan sosial yang berupa stigma yang ada pada lingkungan sekitar mereka. Hal tersebut menyebabkan kualitas hidup mereka menurun secara bertahap. Peran keluarga disini dibutuhkan bagi orang dengan skizofrenia (ODS) untuk mencegah gejala yang semakin parah.
ADVERTISEMENT
Keluarga merupakan support system yang sangat diperlukan oleh para pengidap skizofrenia. Mengutip dalam (Poegoeh, 2016) keluarga sebagai social support system juga dapat dikatakan sebagai sarana terdekat bagi seseorang yang membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dalam keluarga dapat menurunkan tingkat kerentanan stres dan juga meningkatkan kemampuan bagi penderita skizofrenia untuk bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang menimbulkan stres (Chow, 2011). Di Indonesia masih banyak kasus kekerasan yang dilakukan kepada pengidap penyakit mental salah satunya skizofrenia yang berbentuk pemasungan. Mengutip dari Kemenkes RI tahun 2022, pemasungan terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) masih banyak terjadi di Indonesia, hasil penelitian Purwoko (2010), sekitar 20 ribu hingga 30 ribu penderita memperoleh perlakuan tidak manusiawi dengan cara dipasung. Dampak pemasungan dapat memberikan dampak, negatif pada aspek fisik, psikologis dan hubungan sosial ODGJ.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa stigma yang terjadi kepada orang dengan skizofrenia (ODS) memberi dampak yang buruk bagi pengidapnya seperti, kurang semangat dalam menjalani hidup dan menurunnya kesehatan fisik. Keluarga diperlukan sebagai social support system, hal tersebut diperlukan untuk menurunkan stres dan meningkatkan kemampuan bagi orang yang menderita skizofrenia.
REFERENSI
Silviyana, A., Kusumajaya, H., & Fitri, N. (2024). Faktor–faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 6(1), 139-148.
Kemenkes RI. (2024). Skizofrenia Dapat Disembuhkan. Diakses Kamis 02 Desember 2024 pada https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3379/skizofrenia-dapat-dipulihkan
Kemenkes RI. (2022). Strategi Mengubah Budaya Pemasungan Pada Pasien Dengan Gangguan Jiwa. Diakses Sabtu 07 Desember 2024 pada https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/367/strategi-mengubah-budaya-
Karame, V., & Assa, R. R. (2024). Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup pasien skizofrenia di poliklinik rumah sakit jiwa prof. dr. ratumbuysang manado. Jurnal Ilmiah Kesehatan Manado, 3(1).
ADVERTISEMENT
Yati, P., Rismawati, A., Lusiana, S., & Sari, E. F. (2024, August). Stigma Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia. In Proceeding Conference on Psychology and Behavioral Sciences (Vol. 3, pp. 421-436).
Tania, F. (2021). Gambaran stigma masyarakat terhadap penderita skizofrenia di kota pontianak. Tanjungpura Journal of Nursing Practice and Education, 3(1), 1-9.
Poegoeh, D. P., & Hamidah, H. (2016). Peran dukungan sosial dan regulasi emosi terhadap resiliensi keluarga penderita skizofrenia. Insan: Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 1(1), 12-21.