Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Keselarasan Wahyu dan Akal dalam Mengenal Tuhan
12 Februari 2025 14:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Khalil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salah satu yang menarik untuk dibahas saat ini, baik dalam agama Islam itu sendiri maupun dalam agama lain, adalah wahyu dan akal. Wahyu adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa diganggu gugat oleh manusia, sedangkan akal adalah alat yang dimiliki manusia sebagai keistimewaan. Akal merupakan alat utama bagi manusia untuk berpikir dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu, akal adalah alat utama untuk memahami wahyu dan mengenalnya. Tanpa akal, wahyu tidak akan dapat dimengerti. Berdasarkan hal ini, wahyu dan akal adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Wahyu dan akal adalah dua hal yang dapat mengenalkan manusia kepada Tuhan. Wahyu mencoba mengenalkan manusia tentang siapa Tuhan itu, sedangkan akal adalah sesuatu yang pertama kali membuat manusia mencari Tuhan. Jika ditinjau dari masa kini, wahyulah yang mengantarkan manusia kepada Tuhan. Namun, jika dilihat dari masa klasik sebelum adanya wahyu, akallah yang berperan dalam mengenalkan manusia kepada Tuhan, seperti dalam kisah Nabi Ibrahim a.s.
Dalam Islam sendiri, terdapat deretan filsuf yang berpendapat bahwa akal dapat mengenal Tuhan tanpa wahyu, seperti Ibn Tufail dalam novelnya Hayy bin Yaqzan dan Abu Bakr Zakaria ar-Razi, seorang filsuf naturalis. Bagi ar-Razi, akal bisa menuntun segalanya, termasuk bertuhan dan berbuat baik. Akal diciptakan bagi manusia tidak lain untuk menuntunnya mengenal Tuhan dan menuju jalan yang baik.
ADVERTISEMENT
Jika dipikir-pikir, memang demikian adanya bahwa akal sudah bisa mandiri dalam mengenal Tuhan tanpa wahyu. Akan tetapi, akal tidak bisa mencapai tahap mengenal Tuhan secara utuh. Oleh karena itu, akal membutuhkan wahyu sebagai pelengkap. Begitu pula, wahyu memerlukan akal agar isinya dapat dicerna dengan baik, sehingga tidak ditafsirkan dalam cakupan yang sempit dan harfiah.
Wahyu bukanlah perkataan manusia yang bisa diartikan secara harfiah saja. Wahyu memiliki makna yang luas dan mendalam. Sedangkan alat untuk memahami hal tersebut adalah akal. Tanpa akal, hal itu tidak akan diketahui. Dalam hal kebaikan, akal dapat memprediksi mana yang baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Oleh karena itu, jika akal dipadukan dengan wahyu, keduanya akan lebih tajam dalam menganalisis Tuhan dan berbagai persoalan lainnya.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah di antara keduanya. Pada hakikatnya, keduanya tidak bisa dipisahkan. Wahyu tanpa akal tidak akan bisa dipahami, sedangkan akal tanpa wahyu juga kurang sempurna. Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang menyinggung tentang berpikir, dan alat untuk berpikir adalah akal. Berdasarkan hal ini, jelas bahwa wahyu dan akal memiliki kesetaraan dan saling membutuhkan satu sama lain.