Konten dari Pengguna

Fenomena Kotak Kosong Pada Pilkada 2024

Moh Rozin Azizi
Mahasiswa Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya
5 Oktober 2024 13:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moh Rozin Azizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ket sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ket sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Salah satu syarat suatu negara bisa disebut negara demokrasi adalah adanya pemilihan secara demokratis yang direpresentasikan melalui Pemilu, Pilkada dan Pemilihan lainnya sehingga menghasilkan pemimpin yang dikehendaki dan diinginkan oleh rakyat. Akan tetapi proses demokrasi kerap kali menemui rintangan yang menimbulkan pro dan kontra, salah satunya adalah fenomena kotak kosong pada pemilihan kepala daerah. Kotak kosong muncul ketika hanya ada satu pasangan calon kepala daerah yang maju dalam pemilu. Ini bukan berarti kotak suara yang kosong. Namun di dalam surat suara, pemilih dapat memilih opsi ini apabila tidak ingin memilih satu-satunya pasangan calon yang maju. Regulasi Pemilu yang Ketat juga menjadi salah satu faktor munculnya calon tunggal, Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah menetapkan ambang batas pencalonan yang relatif tinggi. Partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Ini membuat partai-partai politik, terutama yang memiliki sedikit kursi di DPRD, sulit untuk mengusung calon. Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada mengatur calon tunggal dinyatakan sebagai pemenang Pilkada jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara sah. Sebaliknya, calon tunggal dianggap kalah jika tak mencapai suara lebih dari 50 persen suara sah. Apabila calon tunggal kalah, maka paslon tunggal yang bersangkutan bisa mencalonkan lagi di Pilkada tahun berikutnya atau Pilkada yang sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Hal demikian bukanlah suatu fenomena baru dalam dinamika politik di indonesia, Pilkada dengan kotak kosong pernah terjadi pada tahun 2015 dan bahkan kotak kosong pernah memenangkan pilkada pada pemilihan wali kota makasar tahun 2018, akan tetapi fenomena kotak kosong ini bertambah secara signifikan pada pilkada serentak tahun 2024, terhitung ada 41 daerah dari total 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Fenomena kotak kosong menjadi kekhawatiran bagi banyak pengamat politik dan akademisi terkait partisipasi pemilih dan kualitas demokrasi pada berbagai wilayah di Indonesia. Kotak kosong memang tetaplah sebuah pilihan politik, namun bukan pilihan yang ideal, karena hanya ada satu pasangan calon, yang mana masyarakat tidak dapat membandingkan ide atau gagasan, sehingga membuat iklim demokrasi turut menjadi tidak sehat, bahkan berpotensi membuat pemerintahan berjalan tanpa oposisi. Hal ini bisa menjadi tanda kemunduran demokrasi dan minimnya kaderisasi parpol. Antisipasi Fenomena Kotak Kosong ke depan Meski keberadaan calon tunggal punya landasan hukum, tetap saja kontestasi pilkada harus didorong untuk menyediakan banyak alternatif pilihan kepada masyarakat, masyarakat harus diberikan pilihan-pilihan alternatif dalam memilih pemimpin yang dianggap terbaik di daerah. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk antisipasi fenomena kotak kosong ke depan, yaitu: pertama, menurunkan presentase syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan, karena syarat dukungan untuk maju melalui partai politik sudah diturunkan dengan adanya putusan MK, maka seharusnyan persentase pengajuan untuk calon perseorangan juga perlu dipertimbakan untuk diturunkan, supaya ketika proses pencalonan tersendera oleh kepentingan partai politik yang pragmatis, alternatif calon perseorangan menjadi pilihan bersaing dengan calon dari parpol. Kedua, partai politik harus menjadikan kader mereka sebagai kader yang berkualitas, mumpuni dan dikenal secara luas oleh masyarakat yang siap mengikuti pilkada, oleh sebab itu partai politik harus menjadikan pendidikan politik sebagai fungsi utama di partai politik, partai politik harus hadir ditengah-tengah masyarakat secara terus menerus, tidak hanya ada sesaat akan dilaksanakannya pemilu.
ADVERTISEMENT