Konten dari Pengguna

Restitusi Pajak Lambat, Pemerintah Harus Serius Jaga Kepercayaan Investor!

Mohamad Adigdaya Zulfikar
Mahasiswa Aktif Universitas Pamulang
22 April 2025 15:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohamad Adigdaya Zulfikar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keluhan Amerika Serikat soal lambatnya restitusi pajak di Indonesia harus jadi peringatan serius bagi pemerintah. Ini bukan sekadar soal pengembalian dana pajak, tapi menyangkut kredibilitas negara dalam menjamin kepastian hukum dan iklim usaha yang sehat.
ADVERTISEMENT

Laporan dari USTR yang menyebut bahwa pelaku usaha asal AS harus menunggu hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan restitusi seharusnya tidak dipandang sebagai kritik biasa. Fakta ini mencerminkan adanya ketimpangan antara klaim pemerintah yang menyebut prosedur sudah dipercepat, dan realita di lapangan yang masih jauh dari kata efisien.

https://www.pexels.com/id-id/foto/dokumen-pajak-akuntansi-pesan-tempel-8962518/
Restitusi pajak adalah hak wajib pajak, bukan hadiah dari negara. Jika proses pengembaliannya tersendat tanpa kejelasan, maka yang dirugikan bukan hanya korporasi, tapi juga aliran investasi ke Indonesia secara keseluruhan. Dunia usaha butuh arus kas yang lancar untuk berkembang. Ketika pengembalian dana tertahan terlalu lama, kepercayaan pun bisa ikut menguap.
Memang benar, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti restitusi dipercepat bagi wajib pajak patuh, atau digitalisasi layanan perpajakan. Namun yang perlu dievaluasi adalah sejauh mana kebijakan itu benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha. Karena jika investor besar seperti dari AS masih merasa frustrasi, bisa dibayangkan bagaimana pelaku usaha kecil menengah merasakan dampaknya.
ADVERTISEMENT
Masalah ini harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Pemerintah perlu meninjau ulang prosedur restitusi yang rumit dan kerap berubah-ubah. Audit yang panjang dan berbelit masih menjadi momok. Jika memang ada kekhawatiran terhadap potensi restitusi fiktif atau penyalahgunaan, solusinya bukan dengan memperlambat proses secara menyeluruh, tapi dengan memperkuat pengawasan berbasis data dan risiko.
Jika Indonesia ingin tetap bersaing menarik investasi asing, maka satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah consistency. Kepastian hukum, transparansi prosedur, dan pelayanan yang cepat bukan sekadar jargon, tapi kebutuhan dasar dunia usaha. Jangan sampai upaya membangun citra Indonesia sebagai negara ramah investasi hancur hanya karena satu kata: lambat.