Konten dari Pengguna

Aplikasi Kecerdasan Buatan pada Tanaman Kopi

Mohamad Arsya Kaukabi
Mahasiswa Universitas Diponegoro
1 September 2022 11:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohamad Arsya Kaukabi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aplikasi Co-ffee (Dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi Co-ffee (Dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Secara global, produksi kopi memberikan berbagai peluang kerja dan bisnis yang berkontribusi pada pembangunan sosio-ekonomi kita. Namun, memasok produk kopi di pasar dapat menjadi tantangan karena petani berjuang untuk mengatasi penyakit tanaman yang merusak yang mempengaruhi lahan pertanian mereka. Selain itu, manajemen dan diagnosis penyakit pada daun kopi cenderung jarang dilakukan bagi sebagian besar petani yang tinggal di negara berkembang karena kurangnya peralatan dan keahlian khusus.
ADVERTISEMENT
Masalah lain yang dihadapi petani yaitu dalam menentukan kadar air pada green coffee beans (GCB) secara akurat dan cepat. Kadar air pada GCB sangat penting karena dapat menentukan apakah GCB sudah layak ekspor (kadar air 13%), sudah siap disalurkan ke kolektor/eksportir (kadar air 14-15%), atau perlu pengeringan lebih lanjut karena kadar air masih tinggi (lebih dari 15%).
Secara konvensional, petani dapat menentukan kadar air GCB dengan cara melihat langsung warna GCB, tetapi cara ini tidak begitu akurat karena bisa saja terjadi human error. Cara lain yaitu dengan menggunakan alat tester kadar air (Cera-tester), tentu sebagian besar petani tidak memiliki alat ini sehingga mereka harus datang ke pabrik terdekat untuk melakukan pengujian kadar air sehingga membutuhkan biaya dan kurang efisien.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi persoalan ini beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang tergabung dalam program Bangkit Academy 2022 yang diselenggarakan oleh Google, GoTo, dan Traveloka telah membuat aplikasi berbasis Android yang mengimplementasikan kecerdasan buatan (AI) yang kemudian diberi nama Co-ffee.
Aplikasi ini dirancang oleh Mohamad Arsya Kaukabi dari Universitas Diponegoro, Ivan Arsyaditya Prananda dari Universitas Dian Nuswantoro, Muhammad Naufal Ariiq dari Universitas Syiah Kuala, M. Rizal Firmansyah dari Universitas Bina Sarana Informatika, Muhammad Syaiful Rahman dari Universitas Telkom, Aqshol Afifi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Skema kecerdasan buatan deteksi penyakit pada daun tanaman kopi (Dokumen pribadi)
Kecerdasan buatan pada aplikasi ini menggabungkan tiga model deep learning canggih yaitu DenseNet121, InceptionV3, dan VGG16 sehingga mampu mendeteksi tujuh jenis penyakit tanaman kopi dengan akurasi di atas 97%. Model ini telah dilatih dengan ribuan gambar yang berasal dari berbagai dataset dengan kondisi lingkungan dan latar yang beragam sehingga memungkinkan model ini tidak mengalami overfitting.
Skema kecerdasan buatan deteksi kadar air green coffee beans (Dokumen Pribadi)
Fitur lain dari aplikasi Co-ffee yaitu adalah deteksi kadar air pada GCB dengan menggunakan arsitektur deep learning yang sama. Kadar air yang dapat dideteksi dengan model ini antara lain: 13 %; 13,2 %; 14 %; 15 %; dan lebih dari 15 %. Dataset berupa ribuan gambar yang digunakan untuk melatih model ini diambil langsung dari area perkebunan kopi Takengon, Aceh. Model deep learning ini memerlukan data yang lebih banyak sehingga diperlukan data augmentasi untuk memperbanyak data dengan cara melakukan transformasi gambar. Untuk akurasi dari model ini sekitar 95% tetapi masih terjadi overfitting karena kualitas dataset dan gambar kurang baik, sehingga masih perlu pengembangan untuk fitur ini.
ADVERTISEMENT
Agar aplikasi kecerdasan buatan ini dapat terjangkau oleh semua kalangan, maka dibuatlah aplikasi ini untuk smartphone android. Penggunaannya pun cukup mudah, Anda hanya perlu smartphone Android yang memiliki kamera, dan koneksi internet seadanya. Koneksi internet diperlukan karena aplikasi ini memanfaatkan cloud engine sehingga komputasi model tidak dilakukan di smartphone secara langsung sehingga tidak membuat lemot smartphone. Sedangkan kamera digunakan untuk mengambil gambar daun kopi yang berpenyakit dan/atau mengambil gambar GCB. Setelah itu, aplikasi akan memberikan informasi dari hasil tangkapan gambar mengenai jenis penyakit tertentu dan/atau jumlah kadar air yang terkandung pada GCB.
Aplikasi ini bersifat open source sehingga setiap orang dapat berkontribusi dalam mengembangkan aplikasi ini dan tentunya gratis digunakan oleh setiap orang yang membutuhkan. Diharapkan dengan adanya aplikasi ini pekerjaan petani dapat lebih cepat dan efisien. Selain itu, kuantitas dan kualitas komoditas kopi akan meningkat dan akhirnya perekonomian di masyarakat kita juga akan meningkat.
ADVERTISEMENT