Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Fomo, Alamiah, dan Fitrah
20 Februari 2025 15:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mohamad Haekal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Alamiah, fitrah, merupakan sebuah kata yang mungkin akrab di telinga masyarakat. Namun, sudah benarkah masyarakat mengartikan dan membedakan apa itu fitrah, dan alamiah?
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah forum diskusi, seorang pakar psikologi yaitu Dr. Zein Permana. Menjelaskan tentang fitrah dan alamiah. Alamiah adalah segala sesuatu yang Allah ciptakan menghasilkan sebuah tujuan yang ingin dicapai seorang manusia untuk bisa bertahan (survive).
Fitrah adalah sifat alami manusia yang taat pada aturan dan patuh pada nilai-nilai moral yang ada di lingkungan masyarakat. Adanya fitrah bertujuan untuk diyakini sebagai poteensi untuk berbuat baik dan membedakan antara yang baik dan buruk.
Lantas, manusia apakah diciptakan sama atau unik? Pembahasan pertanyaan ini akan bersangkutan dengan Alamiah dan Fitrah. Berikut pembahasan nya.
Rasa ingin sama terhadap orang lain merupakan sifat alamiah dari setiap individu. Kemudian, kebutuhan individu untuk sama dengan orang lain adalah fitrah.
ADVERTISEMENT
Terdapat sebuah kebutuhan individu yang harus dimiliki setiap manusia, yaitu Making Sense the Reality. Yang dimana setiap individu perlu sadar akan realitas yang ada.
Individu yang tidak bisa melakukan Making Sense the Reality memiliki dampak, yaitu adanya fenomena FOMO (Fear Of Missing Out). Fenomena ini menjadikan seorang individu memiliki anxiety atau kecemasan ketika dirinya berbeda.
Ketika fenomena FOMO mulai dialami masyarakat luas sekarang, seorang individu akan mencari cara bagaimana individu tersebut bisa sama dengan orang lain.
Hal ini karena adanya Informational Influence, apa artinya? Dimana seseorang akan menganggap bahwa orang lain adalah sumber informasi akurat, oleh karena itu seorang individu akan membandingkan dirinya dengan orang lain dan menjadi insecure atau minder. Terjadinya Informational Influence diakibatkan karena adanya rasa tidak mensyukuri serta menikmati pengalaman sendiri.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari akibat Informational Influence, individu yang terkena akibatnya akan melakukan social comparison. Seorang ahli yaitu Leon Festinger mengungkapkan, “Untuk mengetahui diri kita, maka perlu membandingkan dengan orang lain”.
Leon Festinger mengungkapkan bahwa seringkali orang membandingkan diri sendiri kedalam dua syarat, yaitu proximal (yang dekat) dan similar (yang mirip).
Social comparison merupakan tindakan perbanding-bandingan, hal ini pun terdiri dari dua jenis perbandingan. Berikut penjelasannya:
Downward Social Comparison
Jenis pertama ini adalah perbandingan individu dengan indikator melihat yang lebih rendah dalam hal dunia. Analoginya seperti: Andi mendapatkan nilai IPA 60, kemudian Dika mendapat nilai 0, Anton mendapat nilai 50, dan Susi mendapat nilai 90. Maka yang dimaksud dengan Downward adalah Andi merasa lebih unggul daripada Anton.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus seperti yang diatas, terdapat sebuah anjuran yang bisa dilakukan. Yaitu tetap bersyukur dengan hasil yang ada dan menghindari iri hati.
Anjuran tersebut dijelaskan dalam beberapa ayat dan hadits, yaitu QS. Thaha ayat 131dan hadits riwayat Muslim No. 2963.
"Lihatlah orang yang berada di bawah kalian (dalam urusan dunia), dan jangan melihat orang yang di atas kalian". HR Muslim
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِهٖٓ اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ەۙ لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِۗ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى
“Janganlah sekali-kali engkau tujukan pandangan matamu pada kenikmatan yang telah Kami anugerahkan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.” QS Thaha 131.
ADVERTISEMENT
Upward Social Comparison
Perbandingan yang kedua ini adalah cara membandingkan antara seorang individu dengan individu lain, dengan melihat yang punya nilai tinggi dalam aspek ilmu, ibadah, dan kebaikan. Contoh: Ibu ida melihat bahwa ibu imas berbagi sembako dengan jumlah 100 paket, kemudian ibu ida akan menumbuhkan niatnya untuk bisa melakukan hal yang sama seperti ibu imas.
Makna dari perbandingan diatas adalah membuat untuk termotivasi, agar bisa meningkatkan diri. Hal ini pun ada landasan dari Quran dan Hadits, sebagai berikut:
QS. Al-Imran ayat 133:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
“Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”
ADVERTISEMENT
Social Comparison atau membandingkan diri dengan orang lain merupakan sifat alamiah dari setiap individu. Kemudian, fitrahnya adalah apa yang bisa individu lakukan saat ini dengan anjuran yang sesuai.
Adanya membandingkan diri dengan orang lain (Social Comparison) sangat berpengaruh pada psikologis seseorang, karena menyebabkan seorang individu menghancurkan cara melihat realitas diri dan individu tersebut pun tidak akan berkembang.
Social Comparison dilakukan sebagai langkah akhir dalam meng-evaluasi diri sendiri, bukan langkah awal dalam evaluasi diri sendiri.
Kemudian, bagaimana realitas seorang individu tidak dipengaruhi oleh orang lain? Dengan cara “accept” atau menerima, menerima diri sendiri.
Makna dari menerima diri sendiri bukanlah menerima diri apa adanya atau saat ini, melainkan tahu dan sadar tentang realitas dan diri.
ADVERTISEMENT
Konsep dari accept bisa dilihat dan merujuk pada ayat Al-Quran dan Hadits, sebagai berikut:
Al-Hasyr ayat 18
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ١٨
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
HR Tirmidzi No. 2459
“Orang yang cerdas adalah yang menekan nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan mengangankan kepada Allah berbagai angan-angan.”