Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Cara Mengatakan "Tidak" Tanpa Menyakiti Perasaan Lawan Bicara?
12 September 2024 15:14 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Mohammad Ali Yafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengatakan "tidak" sering kali menjadi tantangan tersendiri, terutama ketika kita khawatir akan melukai perasaan orang lain. Tak jarang, kita merasa terjebak dalam situasi yang membuat kita harus mengatakan "iya" padahal sebenarnya ingin menolak. Namun, kemampuan untuk menolak dengan sopan adalah keterampilan komunikasi yang penting dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Di sinilah pentingnya memahami cara menolak dengan bijaksana, agar kita bisa menjaga hubungan baik tanpa harus mengorbankan keinginan atau kebutuhan pribadi. Terdapat dua hal yang bisa membantu kita memahami cara menolak dengan tetap menjaga reputasi lawan bicara: strategi kesantunan yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson (1978) dan klasifikasi tindak tutur penolakan dari Beebe dkk. (1990).
Brown dan Levinson memperkenalkan teori strategi kesantunan yang berfokus pada bagaimana orang menggunakan bahasa untuk menjaga "wajah" atau harga diri dalam percakapan. Menurut mereka, konsep "wajah" terbagi menjadi dua: wajah positif (positive face) dan wajah negatif (negative face).
Wajah positif merujuk pada keinginan seseorang untuk diakui, dihargai, dan diterima oleh orang lain. Sementara itu, wajah negatif adalah keinginan seseorang untuk mempertahankan kebebasan dan tidak dipaksa oleh orang lain. Ketika kita mengatakan "tidak", kita berisiko merusak wajah lawan bicara, baik positif maupun negatif. Untuk menghindari hal ini, Brown dan Levinson mengidentifikasi beberapa strategi kesantunan yang bisa diterapkan.
ADVERTISEMENT
Pertama, ada strategi kesantunan positif, yaitu cara untuk menekankan penghargaan terhadap lawan bicara. Misalnya, dengan menunjukkan rasa hormat dan perhatian seperti mengatakan, "Saya sangat menghargai tawaranmu, dan itu sangat berarti buat saya, tapi sayangnya saya harus menolak kali ini."
Kalimat ini tidak hanya menyatakan penolakan secara langsung, tetapi juga menunjukkan bahwa kita tetap menghargai lawan bicara. Kedua, strategi kesantunan negatif, yang berfokus menjaga kebebasan lawan bicara dan mengurangi rasa terpaksa mereka. Contoh kalimat yang dapat digunakan adalah, "Saya tahu ini penting, dan saya minta maaf karena harus menolak, tapi saya berharap kamu mengerti."
Selain itu, Brown dan Levinson juga menyarankan penggunaan bicara tidak langsung untuk mengurangi dampak negatif dari penolakan. Misalnya, alih-alih mengatakan "tidak", kita bisa berkata, "Sepertinya ini kurang cocok buat saya, bagaimana kalau kita coba cara lain?" Dengan cara ini, kita menyampaikan penolakan tanpa harus menyatakannya secara eksplisit.
ADVERTISEMENT
Ada juga strategi untuk menghindari topik sebagai cara penolakan halus, terutama saat situasi dianggap terlalu sensitif untuk ditolak secara langsung. Strategi ini berguna dalam menjaga hubungan tetap baik, terutama jika kita ingin menghindari ketegangan dalam percakapan.
Sementara itu, Beebe dkk (1990) memperkenalkan klasifikasi tindak tutur penolakan yang membantu kita memahami berbagai cara menolak permintaan. Mereka membagi tindak tutur penolakan menjadi tiga kategori utama: penolakan langsung, penolakan tidak langsung, dan pengkombinasian penolakan.
Penolakan langsung adalah cara yang paling jelas dan eksplisit, seperti mengatakan "Tidak, saya tidak bisa". Walaupun jujur, jenis penolakan ini memiliki risiko lebih tinggi untuk melukai perasaan lawan bicara, karena terdengar tegas dan tidak memberikan ruang bagi kompromi.
ADVERTISEMENT
Penolakan tidak langsung adalah cara yang lebih halus dan sering kali melibatkan alasan, pengalihan, atau permintaan maaf. Misalnya, "Maaf, saya sangat ingin membantu, tapi jadwal saya penuh minggu ini". Penolakan ini terdengar lebih empatik karena memberikan alasan di balik penolakan tersebut, sehingga lawan bicara tidak merasa diabaikan.
Terakhir, pengkombinasian penolakan menggabungkan strategi langsung dan tidak langsung untuk menciptakan penolakan yang lebih berimbang. Sebagai contoh, kita bisa mengatakan, "Saya ingin sekali bergabung, tapi saya sedang ada komitmen lain. Mungkin lain waktu?" Cara ini menunjukkan ketegasan sekaligus mempertahankan rasa hormat terhadap lawan bicara.
Menggabungkan strategi kesantunan Brown dan Levinson dengan klasifikasi tindak tutur penolakan dari Beebe et al. dapat membantu kita menolak permintaan dengan lebih bijak untuk tetap menghindari communication breakdown. Salah satu cara untuk mengaplikasikan teori ini adalah dengan menggunakan alasan yang valid saat menolak.
ADVERTISEMENT
Menyampaikan alasan dapat menunjukkan bahwa kita tetap menghargai lawan bicara meskipun harus menolak permintaan mereka. Memberikan alternatif solusi juga dapat menjadi strategi efektif, misalnya dengan berkata, "Saya tidak bisa hari ini, tapi bagaimana kalau besok?" Strategi ini menunjukkan bahwa kita tetap peduli dan berusaha mencari jalan tengah.
Selain itu, menjaga nada suara dan ekspresi wajah yang ramah dapat mengurangi kesan negatif dari kata "tidak" yang mungkin bagi sebagian orang akan menyerang wajah mereka. Nada yang lembut dan senyum bisa membuat penolakan terdengar lebih sopan dan tidak menyakitkan. Namun, penting juga untuk tidak terlalu banyak beralasan, karena hal ini bisa terdengar defensif atau tidak tulus. Cukup sampaikan alasan dengan singkat dan jelas, serta pastikan kita tetap tegas namun ramah dalam menyampaikan penolakan.
ADVERTISEMENT
Mengatakan "tidak" tanpa menyakiti perasaan lawan bicara membutuhkan keseimbangan antara kesopanan dan kejelasan. Dengan memahami strategi kesantunan dari Brown dan Levinson serta klasifikasi tindak tutur penolakan dari Beebe dkk, kita dapat menolak permintaan dengan cara yang lebih bijak dan mempertahankan hubungan baik. Kunci utamanya adalah memahami konteks, memilih kata yang tepat, dan tetap menunjukkan rasa hormat terhadap lawan bicara. Mengatakan "tidak" bukan berarti menutup pintu untuk kesempatan berikutnya, melainkan cara untuk tetap menjaga integritas diri sambil tetap menghargai orang lain.