Konten dari Pengguna

Peran Perempuan dalam Membangun Harmoni Sosial: Refleksi dari Program RISP3TI

Mohammad Ali Yafi
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Peneliti di Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial, Universitas Muhammadiyah Surakarta - Mahasiswa Doktor Ilmu Pendidikan Bahasa, Univeritas Negeri Semarang
25 Agustus 2024 13:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohammad Ali Yafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Fasilitator pada Pelatihan Nasional Pancasila sebagai Laku di Univeristas Muhammadiyah Surakarta (doc. PSBPS UMS)
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitator pada Pelatihan Nasional Pancasila sebagai Laku di Univeristas Muhammadiyah Surakarta (doc. PSBPS UMS)
ADVERTISEMENT
Di tengah berbagai pertanyaan tentang peran perempuan dalam pembangunan sosial, program Revitalisasi, Institusionalisasi, dan Standardisasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Indonesia (RISP3TI) menegaskan pentingnya keterlibatan perempuan dalam membangun kerukunan sosial. Program yang diinisiasi oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS), Universitas Muhammadiyah Surakarta berfokus pada 3 (tiga) kegiatan utama yakni Revitalisasi Modul Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, Pelatihan untuk Pelatih, Pelatihan Nasional di 7 (tujuh) provinsi di Indonesia, Advokasi Program, dan Diseminasi Program. Melalui program-program teresebut, pelibatan para akademisi-aktivis perempuan untuk memainkan peran substansial dalam memperkuat harmoni sosial lintas agama dan budaya telah berhasil dijalankan. Keterlibatan ini bukan sekedar langkah maju dalam kesetaraan gender, tetapi juga sebuah bukti bahwa perempuan adalah agen perubahan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Penelitian oleh Guthridge, dkk (2022) menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan berkontribusi pada penguatan struktur sosial di masyarakat. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektifitas berbagai intervensi dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mengurangi bias gender atau diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan. Meskipun ada peningkatan dalam inklusi gender, hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% dari intervensi yang diterapkan tidak mencapai perubahan yang signifikan, dan sebagian besar hanya mencapai hasil parsial.
Pada program RISP3TI ini, para akademisi-aktivis perempuan tersebut tidak sekedar dilibatkan sebagai fasilitator, namun juga didorong untuk menjadi agen perubahan yang mempromosikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan kampus. Mereka melakukan inisiasi terhadap berbagai proyek pengabdian Masyarakat bersama mahasiswa yang mereka bimbing. Selain itu, dalam program ini, perspektif gender juga diintegrasikan ke dalam modul pelatihan, termasuk penguatan topik hak perempuan, perlindungan dari kekerasan, dan peran perempuan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meskipun keberhasilan ini patut diapresiasi, tantangan yang dihadapi perempuan dalam pendidikan masih banyak. Salah satu hambatan utamanya adalah kurangnya dukungan institusi bagi perempuan untuk mengikuti pelatihan, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas. Menurut laporan dari J-PAL Southeast Asia (2021), banyak perempuan menghadapi kendala akses, seperti kurangnya fasilitas ramah keluarga atau dukungan finansial yang memadai. Lebih lanjut J-PAL Southeast Asia menyoroti pentingnya mempertimbangkan norma gender dalam perancangan kebijakan, mengubah norma tersebut terutama di kalangan anak muda, memperkuat kerangka regulasi yang mendukung, serta meningkatkan kapasitas kepemimpinan perempuan untuk mencapai kesetaraan gender di Indonesia.
Selain itu, pentingnya pengintegrasian perspektif gender dalam materi pendidikan sering kali diabaikan. Dalam laporannya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menekankan bahwa pendidikan yang mengabaikan perspektif gender berisiko memperkuat stereotip gender yang ada, yang pada akhirnya menghambat kesetaraan. Oleh karena itu, penguatan materi yang relevan dan penyusunan kurikulum yang lebih inklusif harus menjadi prioritas.
ADVERTISEMENT
Program membuktikan tentang bagaimana perempuan dapat berperan dalam membangun kerukunan sosial. Namun, untuk memastikan bahwa kontribusi ini berkelanjutan, diperlukan upaya lebih lanjut untuk mendukung perempuan dalam pendidikan. Dengan dukungan yang tepat, perempuan dapat terus menjadi teladan dalam mempromosikan nilai-nilai Pancasila dan membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.