Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Glorifikasi Pelaku Kekerasan Seksual Menghantui Penyintas Seumur Hidupnya
8 September 2021 11:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Mohammad Tetra Al Ubaidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belum lama dikabarkan, salah satu pelaku kekerasan seksual (SJ) terhadap anak usia di bawah umur telah dibebaskan dari masa hukumannya. Kabar tersebut menjadi viral dan mendapat kecaman dari banyak pihak. Bagaimana tidak, SJ pernah dipidana karena tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, ditambah ada keistimewaan yang didapatkan kepada SJ, hingga mendapatkan sambutan dari rekan dan keluarga, juga disambut dalam salah satu siaran program televisi swasta, bagaikan seorang pahlawan yang terlepas dari jeratan belenggu.
ADVERTISEMENT
Banyak penolakan yang dilemparkan kepada SJ lantaran perbuatan kejinya di masa lalu dan respons dari salah satu program lembaga penyiaran tersebut. Masyarakat menolaknya kembali dalam dunia hiburan lantaran kekhawatiran yang muncul dari masyarakat akan timbulnya luka dari korban yang belum sembuh. Selain itu, upaya dan penerimaan kembalinya pelaku kekerasan seksual dalam dunia hiburan akan membangun narasi baru yang menormalisasikan atas tindakan keji seorang mantan terpidana kekerasan seksual oleh media dan masyarakat umum.
Keberadaan media/lembaga penyiaran seharusnya membagikan informasi yang edukatif, ramah gender, anak, kemanusiaan, dll. Bukan hanya memikirkan mengenai peringkat dan besarnya penayangan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Lembaga penyiaran/media mainstream seharusnya menjadi wadah informasi yang baik dan tepercaya, juga sebagai tolok ukur baik-buruknya beberapa penyebaran konten-konten yang dikonsumsi publik secara umum, termasuk yang berada dalam media sosial.
ADVERTISEMENT
Keberadaan SJ dalam media merupakan sebuah cerminan akan rendahnya kualitas sistem pada lembaga penyiaran. Media telah membangunkan luka publik yang belum terlelap dengan sempurna, dengan mendesain SJ sebagai konsumsi publik yang seakan-akan ia adalah korban yang baru saja terlepas dari ranjau hukum dan mendapatkan kemenangan.
Realitas semu tersebut didesain seakan-akan mantan terpidana kasus kekerasan seksual dan pedofilia tidak meninggalkan luka sosial bagi masyarakat dan terkhusus terhadap korban yang akan memikul luka seumur hidupnya. Penderitaan korban bukan hanya datang dari pemberitaan media, namun keberadaan payung hukum yang belum sempurna menjawab banyaknya kebutuhan korban kekerasan seksual di Indonesia, juga menambah luka pilu dalam interaksi sosialnya di masyarakat.
Bagaimana tidak, hingga saat ini di Indonesia belum terlihatnya keseriusan dalam upaya merespons keberadaan kekerasan seksual yang semakin lama terus bertambah jumlah kasus dan bentuknya, hingga kasus-kasus tersebut membusuk di mana-mana, karena masih lemahnya perlindungan hukum bagi korban. Termasuk belum adanya perlindungan terhadap korban yang mengakibatkan sering terjadinya playing victim oleh pelaku di dalam kasus kekerasan seksual yang membuat korban terjerat bertumpuk-tumpuk, diimbuhi dengan pemangkasan definisi kekerasan seksual dan pasal-pasal dalam RUU PKS sebagai bentuk kemunduran atas perhatian dan keseriusan negara dalam merespons meledaknya jumlah kasus dan bentuk kekerasan seksual di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan mengenai edukasi seks dan kekerasan seksual yang baik perlu semakin digencarkan dan menjadi perhatian khusus, agar tidak lagi terjadi kasus kekerasan seksual yang mengakibatkan korban memilih mundur dan menutup rapat-rapat pengalaman buruk yang terjadi padanya, dengan mengobati lukanya sendiri ketimbang harus repot-repot bersuara dan berurusan dengan hukum yang belum pasti dan tidak ramah pada korban.
Live Update