Konten dari Pengguna

Kenapa Harus Ada Hukum, Padahal Manusia Sudah Memiliki Akal?

Izzuddin Rifqi
Mahasiswa Hukum UIN Malang yang Suka Sastra
31 Januari 2021 6:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Izzuddin Rifqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Diolah dari tausiyah Mbah Nun (Emha Ainun Nadjib)
Ilustrasi santri di pesantren. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi santri di pesantren. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dunia semakin aneh. Berita-berita tidak masuk akal semakin banyak memenuhi beranda media sosial; mulai dari “Anak Gugat Orang Tua” hingga yang paling konyol “Pria Gondrong Menjadi Korban Kekerasan Seksual”. Mengetahui realita tersebut Solikin tidak habis pikir kenapa semua ini bisa terjadi. Apa karena padi-padi yang tumbuh di ladang para petani itu terlalu banyak kena kecing tikus sawah sehingga manusia terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang najis? Atau ayam-ayam yang manusia makan itu terlalu sering melakukan perzinaan bebas, sehingga “ikan” yang manusia konsumsi sudah bukan termasuk ikan-ikan yang “halal”? Solikin semakin bingung. Terus bertanya-tanya. Geleng-geleng kepala tak henti-henti.
ADVERTISEMENT
“Kang, sampean sibuk?” tanya Solikin ke Kang Misbah
“Nggak sih, cuma nembel kitab yang bolong-bolong. Mumpung ngangur, Mas,” jawab Kang Misbah sambil maknai kitab kuningnya.
“Berarti lagi sibuk, dong!”
“Nggak juga. Cuma biar nggak nganggur. Ada apa, Mas?”
“Aku mau tanya nih, Kang,”
“Monggo…monggo. Tanya apa?”
“Kenapa ya Kang di dunia ini kok harus ada hukum, padahal kan manusia sudah punya akal buat mengatur kehidupannya masing-masing?”
“Ya tetap harus ada, Mas. Karena manusia kan punya nafsu, dan nafsu itu yang membuat manusia ponggah. Kebablasan,” Jawab Kang Misbah sambil terus memaknai kitabnya.
“Loh… kalau alasannya seperti itu berarti manusia kalah sama kera, macan, hewan-hewan yang ada di hutan, dong?” sahut Solikin dengan cekatan. Mendengar bantahan Solikin, Kang Misbah langsung menyudahi kesibukannya; menutup kitabnya kemudian memandang wajah Solikin dengan heran.
ADVERTISEMENT
“Gimana… gimana, Mas. Saya kurang paham,” tanya Kang Misbah. Kini dia lebih serius.
“Kan sampean tadi bilang; bahwa adanya hukum agar dapat mengatur kehidupan manusia, karena manusia memiliki nafsu,”
“Iya, terus?”
“Kalau seperti itu berarti manusia masih kalah sama binatang yang ada di hutan yang hidup tanpa peraturan, tanpa hukum, tapi mereka tidak membunuh, tidak mencuri dan tidak mengusik kehidupan manusia. Bagaiman itu, Kang?”
“Kalau itu beda lagi, Mas. Kan binatang nggak dikasih akal sama Allah,”
“Lah justru itu, Kang. Manusia harusnya lebih hebat kalau hidup tanpa peraturan. Cukup mengontrol kehidupannya dengan akal,” Solikin terus menyela argumen Kang Misbah, begitupula sebaliknya. Meski diskusi mereka cukup serius, namun mereka tidak emosi. Tetap santai.
ADVERTISEMENT
Malam itu, gubuk kecil di belakang masjid pesantren sedikit riuh oleh suara diskusi Solikin dan Kang Misbah. Sejak menjadi sopir pribadi Gus Jhon, Solikin memang aktif menanyakan hal-hal remeh yang nyangkut di kepalanya. Baik itu pertanyaan seputar agama atau bukan.
Maklum, Solikin memang bukan santri asli pesantren At-Thahiriyah. Sebelumnya ia bekerja sebagai pengirim galon di agen isi ulang air mineral. Sehingga ia merasa perlu menggali ilmu sebanyak-banyaknya dari Gus Jhon dan Kang Misbah. Semantara Kang Misbah sendiri adalah santri senior yang menjadi takmir masjid di pesantren At-Thahiriyah. Mereka mulai akrab dan saling kenal semenjak Solikin menjadi sopir pribadi Gus Jhon. Kurang lebih tiga tahun belakangan.
Di tengah-tengah diskusi mereka berdua. Dari kajauhan terdengar suara terompah Gus Jhon menuju ke arah gubuk. Seperti biasanya, seusai mengecek kolam lelenya, Gus Jhon selalu menyempatkan ngopi bersama mereka berdua di gubuk kecil di belakang masjid itu. Setiap malam. Sekitar pukul sebelasan.
ADVERTISEMENT
“Bahas apa ini, kok kelihatannya seru,” sela Gus Jhon di tengah-tengah diskusi mereka berdua. Solikin dan Kang Misbah pun mengehentikan sejenak diskusi mereka untuk salim dan memberika tempat duduk untuk Gus Jhon.
“Jangan dilanjutkan dulu. Nunggu kopinya datang. Biar lebih lancar diskusinya,” ujar Gus Jhon. Solikin dan Kang Misbah pun mengiyakan sambil tersenyum tipis.
Tak berselang lama kopi yang ditunggu telah tiba. Mereka pun melanjutkan diskusi dengan semangat. Bahkan lebih semangat dari sebelumnya, karena Gus Jhon juga hadir di sana.
“Jadi…kalian ini tadi bahas apa?” tanya Gus Jhon sambil menyulut kretek kesukaanya.
“Begini, Gus. Sebenarnya saya pingin ngerti fungsinya hukum bagi kehidupan manusia itu apa? Kan manusia sudah punya akal yang bisa dibuat untuk berfikir dan mengatur diri mereka masing-masing. Jika alasanya buat ngerem hawa nafsu manusia, berarti manusia masih kalah hebat dong sama binatang yang hidup di hutan tanpa aturan, tanpa hukum, tapi mereka tidak mencuri dan mengusik hidup manusia. Bagaimana itu, Gus?” terang Solikin panjang lebar.
ADVERTISEMENT
“Yang kamu maksud di situ hukum Islam atau hukum positif di Indonesia?”
“Dua-duanya, Gus. Hukum Islam iya. Hukum positif juga,”
“Waduh pertanyaan menarik ini. Minta jawaban ringan atau berat?” jawab Gus Jhon sambil terkekeh.
“Kalau bisa dua-duanya, Gus. Hehe,” balas Solikin.
“Oke, begini, Kin, Mis. Sederhananya seperti ini; manusia itu makhluk dinamis sedangkan malaikat dan setan itu makhluk statis. Yang dimaksud dinamis di sini adalah memiliki banyak kemungkinan. Tidak bisa diprediksi. Berubah-ubah. Saya kasih satu contoh; mungkin kamu pernah dengar ada seorang pemuda mencuri kotak amal di masjid. Lha, itu adalah salah satu bukti bahwa manusia adalah makhluk dinamis. Meski berada di dalam masjid, manusia tidak selalu beribadah. Ia juga bisa melakukan kemaksiatan seperti halnya pemuda itu. Beda halnya dengan malaikat dan setan. Mereka adalah makhluk yang statis. Tetap dan tidak berubah. Jika masuk masjid, malaikat akan tetap menyerukan kebaikan. Sementara setan, akan terus membisikan keburukan,” Jelas Gus Jhon panjang lebar. Solikin dan Kang Misbah hanya termenung mencerna penjelasan dari Gus Jhon sambil sesekali menghisap kreteknya.
ADVERTISEMENT
“Begitulah alasan sederhana pentingnya hukum dalam kehidupan manusia. Selain itu juga agar bisa membedakan antara manusia dengan binatang,” lanjut Gus Jhon.
“Meski sudah ada hukum tapi kenapa manusia kok masih banyak yang melanggar, Gus?” tanya Solikin
“Memang begitulah menjadi manusia. Cobaan terberatnya ia diberi nafsu sekaligus akal oleh Allah. Sebab tidak ada makhluk Allah selain manusia yang diberi kedua karunia tersebut secara bersamaan. Malaikat cuma diberi akal tidak diberi nafsu. Hewan pun juga seperti itu, hanya diberi nafsu tapi tidak diberi akal. Para Ulama’ berpendapat bahwa; jika manusia mampu mendahulukan akalnya daripada nafsunya, maka derajatnya akan lebih tinggi daripada malaikat. Begitu pula sebaliknya, jika manusia lebih mendahulukan hawa nafsunya ketimbang akalnya, maka ia lebih hina daripada binatang,” Jelas Gus Jhon dengan mantab.
ADVERTISEMENT
“Ooo nggeh, Gus. Paham…paham,” jawab Solikin dan Kang Misbah bersamaan.
“Itu tadi kan jawaban sederhananya. Terus jawaban beratnya gimana, Gus?” sahut Solikin sambil terkekeh.
“Kalau nggak ada hukum di dunia ini, saya yakin kamu nggak bakal nikah cuma sekali, Kin,” jawab Gus Jhon santai. Mendengar jawaban tersebut sontak Solikin dan Kang Misbah langsung ngakak tak henti-henti.