Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Refleksi Kebijakan Publik atas Kontroversi Sertifikat Hak Atas Tanah di Laut
30 Januari 2025 22:25 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Mokhamad Surianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Indonesia diguncang oleh temuan penerbitan ratusan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas wilayah laut. Kasus ini memicu kontroversi besar karena wilayah laut secara tradisional dianggap sebagai ruang publik yang tidak dapat dimiliki secara pribadi. Temuan ini bukan hanya menjadi isu hukum, tetapi juga membuka diskusi luas mengenai keadilan sosial, pengelolaan ruang publik, dan dampak terhadap ekosistem laut. Di tengah perdebatan ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah semua wilayah laut benar-benar tidak dapat dilegalkan, atau adakah cara untuk mengelola ruang ini secara lebih inklusif tanpa mengorbankan prinsip keberlanjutan dan keadilan?
ADVERTISEMENT
Secara hukum, penerbitan sertifikat tanah di wilayah laut menuai kontroversi. Banyak yang menganggap langkah ini bertentangan dengan regulasi yang ada, karena laut seharusnya dikelola sebagai ruang publik untuk kepentingan bersama. Namun, tidak semua wilayah laut memiliki fungsi yang sama. Di beberapa daerah, ada masyarakat yang telah tinggal di atas laut secara turun-temurun, menjadikannya bagian dari budaya dan identitas mereka. Misalnya, komunitas tertentu di Indonesia, seperti Suku Bajo, Suku Melayu, Suku Laut, atau masyarakat pesisir lainnya, telah menjadikan laut sebagai ruang kehidupan dan mata pencaharian. Kehidupan mereka di atas laut berlangsung dalam harmoni dengan ekosistem, dan mereka memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Contoh ini menunjukkan bahwa tidak semua klaim atas ruang laut bertentangan dengan prinsip keadilan atau keberlanjutan.
Dari perspektif kebijakan publik, kasus ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk mereformasi kerangka hukum dan sistem tata kelola ruang laut. Salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan adalah adopsi konsep marine cadastre, yaitu sistem pengelolaan ruang laut yang berbasis pada prinsip hak, pembatasan, dan tanggung jawab (3R). Marine cadastre memungkinkan peta yang jelas mengenai batasan hak dan kewajiban di ruang laut, sehingga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Sistem ini tidak hanya bermanfaat untuk menghindari konflik, tetapi juga memungkinkan pemerintah untuk mengawasi dan mengelola ruang laut secara lebih transparan.
ADVERTISEMENT
Penting untuk diingat bahwa pengelolaan ruang laut tidak bisa dilepaskan dari isu keberlanjutan lingkungan. Laut adalah ekosistem yang sangat rapuh, dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Misalnya, reklamasi atau pembangunan permukiman di wilayah laut dapat menghancurkan habitat penting seperti terumbu karang dan mangrove, yang berperan vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang berkaitan dengan legalitas tanah di laut harus disertai dengan regulasi lingkungan yang ketat. Kebijakan tersebut harus mencakup mekanisme pemantauan dan pengendalian, termasuk larangan membuang limbah ke laut, pembatasan skala pembangunan, serta penggunaan teknologi ramah lingkungan.
Selain itu, kebijakan publik juga harus mempertimbangkan dimensi sosial dari legalitas tanah di laut. Bagi masyarakat yang telah tinggal di atas laut selama berabad-abad, pengakuan hukum atas wilayah tempat tinggal mereka adalah soal keadilan. Dengan adanya pengakuan hukum, mereka dapat merasa lebih aman dan terlindungi dari ancaman penggusuran. Pengakuan ini juga membuka akses terhadap sumber daya ekonomi, seperti kredit usaha, yang dapat membantu mereka meningkatkan kesejahteraan. Namun, tanpa pengawasan yang memadai, kebijakan ini berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hanya ingin mengeksploitasi ruang laut untuk keuntungan ekonomi semata.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pemerintah harus berhati-hati agar legalisasi tanah di laut tidak menjadi alat bagi korporasi besar untuk mendominasi ruang publik. Dalam beberapa kasus, penerbitan sertifikat tanah di laut telah menyebabkan penggusuran masyarakat lokal dan kerusakan lingkungan yang signifikan. Oleh karena itu, kebijakan legalisasi harus didesain sedemikian rupa agar memprioritaskan masyarakat lokal yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Proses pengambilan keputusan juga harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka.
Teknologi dapat memainkan peran penting dalam mendukung pengelolaan ruang laut yang lebih baik. Penggunaan sistem digital untuk pendaftaran tanah dan pemetaan berbasis satelit dapat membantu memastikan bahwa proses legalisasi berjalan transparan dan akuntabel. Teknologi ini juga memungkinkan pemerintah untuk memantau aktivitas di ruang laut secara real-time, sehingga potensi pelanggaran dapat segera terdeteksi. Dengan demikian, pengelolaan ruang laut dapat dilakukan secara lebih efisien dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dampak sosial, ekonomi, dan ekologis dari legalitas tanah di laut harus menjadi perhatian utama dalam setiap kebijakan yang diambil. Secara sosial, pengakuan hukum atas tanah di laut dapat memberikan rasa aman dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Secara ekonomi, hal ini dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan mata pencaharian mereka, termasuk melalui ekowisata atau usaha mikro yang berbasis pada sumber daya laut. Namun, manfaat ini hanya dapat terwujud jika kebijakan legalisasi disertai dengan mekanisme pengawasan yang kuat dan regulasi yang jelas.
Sebagai contoh, komunitas seperti Suku Bajo atau masyarakat pesisir di Kepulauan Anambas atau Natuna telah menunjukkan bagaimana ruang laut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kehidupan mereka tidak hanya bergantung pada laut sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya. Kebijakan yang memberikan pengakuan hukum kepada masyarakat seperti ini tidak hanya memberikan keadilan sosial, tetapi juga memperkuat komitmen negara terhadap pelestarian budaya lokal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa legalitas tanah di laut tidak hanya berfokus pada kepentingan jangka pendek. Legalitas ini harus dirancang agar mendukung pembangunan berkelanjutan, baik dari segi sosial maupun ekologis. Misalnya, pengaturan zona konservasi laut harus diprioritaskan di wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Dalam zona ini, aktivitas manusia harus dibatasi untuk memastikan ekosistem tetap terjaga. Di sisi lain, area yang dialokasikan untuk permukiman atau aktivitas ekonomi harus dilengkapi dengan panduan penggunaan lahan yang tegas untuk mencegah eksploitasi berlebihan.
Dampak ekologis juga tidak boleh diabaikan. Laut adalah salah satu sumber daya alam terpenting yang dimiliki Indonesia, dan keberlanjutannya harus dijaga untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap aktivitas di ruang laut, termasuk pembangunan permukiman, dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi. Zonasi ruang laut dapat menjadi salah satu solusi, di mana wilayah tertentu dilindungi untuk tujuan konservasi, sementara wilayah lain dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi dengan batasan tertentu. Dengan pendekatan ini, keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dapat tercapai.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, legalitas tanah di laut adalah isu yang kompleks yang membutuhkan pendekatan yang seimbang dan berbasis bukti. Pemerintah harus mengakui keberadaan masyarakat yang telah tinggal di atas laut secara turun-temurun, sambil memastikan bahwa prinsip keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan transparansi tetap terjaga. Dengan mengadopsi pendekatan seperti marine cadastre, melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan menerapkan regulasi lingkungan yang ketat, legalitas tanah di laut dapat menjadi alat untuk mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, pengelolaan ruang laut yang adil dan berkelanjutan adalah kunci untuk menjaga laut sebagai sumber kehidupan dan identitas bangsa Indonesia.