Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Rekontekstualisasi Hak Atas Tanah di Laut: Tafsir Baru dalam Manajemen Publik
7 Februari 2025 17:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mokhamad Surianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Terlihat rumah-rumah masyarakat di atas laut,Tarempa, Anambas (Foto: Koleksi Pribadi)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkfv29sn9h4s75c7tqkn42zd.jpg)
ADVERTISEMENT
Isu mengenai penerbitan sertifikat tanah di atas laut kini menjadi topik yang memanaskan wacana publik. Dari media sosial hingga forum-forum diskusi, masyarakat ramai membahas boleh/ sah atau tidaknya penerbitan sertipikat hak atas tanah yang terletak di wilayah perairan. Tanah laut, yang selama ini dianggap berada di luar jangkauan pemilikan pribadi, kini tengah dipertaruhkan dalam kebijakan yang berpotensi mengubah peta hukum, etika dan praktek pemerintahan, serta kepemilikan hak atas tanah. Berbagai kalangan meragukan apakah kebijakan ini akan mengaburkan batas antara kewenangan negara dan hak-hak masyarakat, serta bagaimana hal ini memengaruhi kelestarian lingkungan. Ketika hukum dan masyarakat saling berhadapan, di manakah letak keseimbangan yang sesungguhnya? Inilah pertanyaan yang harus dijawab dengan bijaksana.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurai pertanyaan ini, pemerintah perlu bertumpu pada prinsip-prinsip manajemen publik yang mengedepankan keadilan, keteguhan dalam hukum, dan keterbukaan dalam setiap langkahnya. Kebijakan penerbitan sertifikat tanah di atas laut, yang penuh dengan kompleksitas dan kepentingan yang bertaut, hendaknya dijalankan dengan penuh kebijaksanaan agar tidak ada pihak yang merasa tertinggal atau terpinggirkan. Salah satu dasar yang harus dijunjung tinggi dalam kebijakan ini adalah keterbukaan dan transparansi. Sebagai suatu keputusan yang mempengaruhi banyak pihak, terutama mereka yang hidup di pesisir atau bergantung pada sumber daya laut, kebijakan ini harus dibuka seluas-luasnya kepada publik. Prosesnya harus disajikan dengan segala detail yang diperlukan, dari landasan hukum hingga prosedur yang digunakan dalam penerbitan sertifikat. Tanpa keterbukaan, ketidakpastian dan kecurigaan akan menyelimuti kebijakan ini, menciptakan ketegangan yang mengarah pada ketidakpercayaan publik terhadap niat baik pemerintah. Dengan demikian, dengan memberikan ruang bagi setiap pihak untuk memahami dan mengkritisi kebijakan ini, pemerintah dapat meredakan ketegangan yang muncul dan membuka jalan bagi pemahaman yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kepatuhan terhadap hukum merupakan tiang penyangga yang tidak bisa digoyahkan dalam pengambilan kebijakan ini. Pemerintah, sebagai penjaga tegaknya hukum, wajib mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan, baik nasional maupun internasional. Tanah laut, yang selama ini dianggap milik bersama, tidak dapat dianggap bebas dari kontrol hukum. Dalam hal ini, hukum yang melindungi hak-hak masyarakat adat dan mengatur penggunaan sumber daya alam harus dijunjung tinggi. Ketika hukum ditegakkan dengan tegas, maka proses sertifikasi ini akan berjalan dengan kejelasan dan keabsahan yang tidak terbantahkan, sehingga potensi konflik hukum yang mengarah pada ketidakadilan dapat dihindarkan. Hukum bukan hanya sebagai alat pembenaran, tetapi sebagai dasar yang memberi arah dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Prinsip berikutnya yang tak kalah penting adalah efisiensi dan efektivitas. Pengelolaan kebijakan ini memerlukan kecekatan dalam bertindak dan ketepatan dalam mengelola sumber daya. Proses penerbitan sertifikat tanah di atas laut harus berjalan dengan efisien, tanpa terhambat oleh birokrasi yang berlarut-larut atau pemborosan anggaran. Pemerintah harus mengoptimalkan penggunaan teknologi modern, seperti sistem informasi geografis (SIG), yang dapat membantu dalam memetakan klaim-klaim tanah dengan lebih cepat dan akurat. Efisiensi ini akan mengurangi beban administratif yang tidak perlu, sementara efektivitas memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya diterapkan dengan cepat, tetapi juga dengan hasil yang jelas dan bermanfaat bagi masyarakat. Tanpa keduanya, kebijakan ini akan kehilangan tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dan mengurangi ketegangan yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Namun, efisiensi tanpa akuntabilitas akan berbuah sia-sia. Setiap langkah yang diambil dalam proses penerbitan sertifikat tanah di atas laut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Ini bukan hanya mengenai menjelaskan keputusan yang diambil, tetapi juga mengaudit prosesnya dengan transparansi yang penuh. Pemerintah harus siap untuk mengungkapkan segala informasi yang berkaitan dengan anggaran dan sumber daya yang digunakan, serta memberikan penjelasan mendalam apabila terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam proses tersebut. Akuntabilitas ini juga berfungsi sebagai pengingat bahwa kebijakan ini bukan hanya untuk kepentingan sekelompok orang, tetapi untuk kepentingan bersama yang lebih besar. Jika ada cacat dalam prosesnya, pejabat publik harus siap untuk bertanggung jawab dan melakukan perbaikan yang diperlukan, demi menjaga kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Tak kalah penting adalah prinsip keberlanjutan dan orientasi jangka panjang. Penerbitan sertifikat tanah di atas laut tidak dapat hanya dipandang sebagai kebijakan sesaat yang menguntungkan bagi pihak tertentu. Laut dan pesisir adalah bagian dari ekosistem yang sangat rentan dan krusial bagi kehidupan banyak pihak. Oleh karena itu, kebijakan ini harus memperhatikan dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan. Kebijakan yang hanya menguntungkan sesaat berpotensi merusak kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem, yang pada akhirnya akan mengancam kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya alam tersebut. Pemerintah harus melakukan kajian yang mendalam tentang dampak lingkungan yang mungkin timbul, dan merancang kebijakan yang mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir. Keberlanjutan dalam kebijakan ini berarti bahwa kebijakan tersebut dapat bertahan lama dan memberi manfaat kepada generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
Responsivitas juga merupakan prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam pengelolaan kebijakan ini. Pemerintah tidak bisa bertindak hanya berdasarkan pada anggapan atau asumsi, tetapi harus benar-benar mendengarkan keluhan dan aspirasi masyarakat. Masyarakat pesisir dan mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan ini harus diberikan ruang untuk menyuarakan pendapatnya. Respons cepat terhadap kekhawatiran yang muncul akan menghindarkan kebijakan ini dari potensi konflik sosial. Dengan menunjukkan bahwa pemerintah siap merespons kebutuhan dan keresahan masyarakat, maka tercipta hubungan yang lebih harmonis dan transparan antara pemerintah dan masyarakat. Responsivitas ini adalah cermin dari komitmen pemerintah untuk selalu berpihak pada kepentingan rakyat.
Terakhir, perilaku etis menjadi penentu bagi keberhasilan kebijakan ini. Setiap keputusan yang diambil dalam proses penerbitan sertifikat tanah di atas laut harus didasarkan pada prinsip moral yang luhur. Integritas pejabat publik yang terlibat dalam kebijakan ini sangat menentukan apakah kebijakan ini akan diterima atau tidak oleh masyarakat. Keputusan yang dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Perilaku etis juga berarti menjaga jarak antara kewenangan yang diberikan dan kemungkinan penyalahgunaan, serta mengutamakan keadilan sosial dalam setiap langkah yang diambil.
ADVERTISEMENT
Menurut hemat penulis, dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, pemerintah akan dapat mengelola kebijakan penerbitan sertifikat tanah di atas laut dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Kebijakan ini tidak hanya harus sah menurut hukum, tetapi juga harus memberikan manfaat yang adil, menjaga keberlanjutan ekosistem, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, serta kelestarian lingkungan. Dengan pendekatan yang penuh pertimbangan dan komitmen terhadap nilai-nilai keadilan, pemerintah dapat mengatasi kontroversi ini dan menghasilkan kebijakan yang membawa dampak positif bagi semua pihak yang terlibat.