Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Inilah Kisahku Tentang Dia
23 Desember 2024 11:53 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Inosensius Enryco Mokos tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin, orang yang aku kisahkan dalam cerita ini adalah sosok yang begitu hebat dan yang paling berjasa dalam hidupku. Inilah Kisahku. Aku tak tau dan bingung, apa yang pantas aku berikan untuk membalas setiap usahanya yang selalu bercucuran keringat dan pilu hanya untuk memberikan yang terbaik bagi diriku. Emas, liontin, permata, perak, berlian ataupun barang berharga lainnya mungkin tak kan cukup untuk membalas cinta suci yang ia ukir dalam setiap goresan hidupku. Kalau saja aku tak hidup bersamanya, maka aku tak dapat hidup dan makan enak setiap hari seperti yang kurasakan saat ini. Ia sungguh berjasa dalam hidupku. Sangat berjasa.
ADVERTISEMENT
Mungkin, satu balasan yang dapat aku berikan untuk membalas jasanya hanyalah dengan mengisahkan kisah ini, agar semua orang yang membaca kisah ini dapat menemukan arti pengorbanan dan cinta suci dari seorang manusia. Yah, hanya ini yang dapat aku berikan untuk membalas jasanya. Inilah kisahku.
--------------------------------------------
Jam weker di kamarku berbunyi. Kulirik jam weker, pukul 6 pagi. Mataku masih berat untuk dibuka. Aku masih ingin bebaring di atas tempat tidur. Aku berpaling kesebelah ternyata suamiku juga sudah bangun.
“Biarlah.”
“Hari ini aku ingin beristirahat dari segala aktifitasku. Aku ingin hari ini dikhususkan untuk berisitirahat. Aku ingin tetap berada di rumah.”
Akhirnya aku melajutkan istirahatku. Maklum tadi malam aku begadang di kantor untuk menghabiskan seluruh pekerjaan yang menumpuk di mejaku
ADVERTISEMENT
Namaku Eva, sekarang aku berumur 24 tahun. Kisahku dimulai dari 10 tahun yang lalu ketika aku sedang duduk di bangku SMP kelas tiga. Waktu itu, ayahku baru saja dipanggil Tuhan untuk menghadap kehadiratNya. Selama ayahku masih hidup, keluargaku hidup sangat berkecukupan, tetapi ketika ia pergi meninggalkan aku dan ibuku, hidup kami serasa seperti terbalik 180 derajat.
Setelah kepergian ayahku, aku baru sadar bahwa dunia yang selama ini aku kenal bukanlah dunia yang nyata. Aku sadar bahwa dunia setelah kerpergian ayahku adalah dunia yang keras, tak berperi kemanusiaan, tidak adil, sombong, dan penuh kebohongan. Aku dan ibuku selalu merasakan kekejian itu. Aku menangis di malam hari kala mengingat kekejian dunia ini.
ADVERTISEMENT
. Ibuku harus membanting tulang, dan menguras tenaga serta harus bercucuran keringat untuk bisa menafkahi diriku. Ia harus bekerja sebagai seorang tukang cuci pakian bagi keluarga-keluarga yang membutuhkan jasanya. Kadang ia juga mangais rejeki dengan menjual gorengan di kampung kami. Inilah kisah hisupku. Setiap hari, ketika bekerja sebagai seorang tukang cuci, ibuku sering mendapat cacian kala pekerjaan ibuku dinilai tidak memuaskan. Kadang bukan hanya dicaci, tetapi tidak diberi upah. Ibuku adalah orang yang tabah. Ia tak pernah mengeluh kalau mendapat perlakukan buruk. Memang, raut wajahnya tidak bisa membohongi hatinya yang sedang bersedih kala mendengar caci maki dari orang-orang, dan aku adalah orang yang paling memahami hal itu. Di malam hari kami sering duduk bersama.
ADVERTISEMENT
“Ibu, bagaimana keadaan ibu? Apakah ibu bahagia dengan pekerjaan ibu?”
“Anakku yang tersayang, keadaan diriku selalu baik-baik saja. Tak pernah aku merasakan sesuatu yang tidak beres dalam diriku. Aku sangat bahagia menjalani pekerjaanku. Engkau harus tahu, bahwa bagiku, pekerjaan menjadi tukang cuci adalah pekerjaan yang paling mulia. Mengapa anakku? Karena bagiku, ketika aku mencuci, aku telah meringankan beban yang orang lain miliki. Itulah kebanggaan yang selalu menghiasi pikiranku sehingga aku salalu bahagia menjalankan pekerjaanku.”
“Apakah ibu tidak mendapat perlakuan buruk dari orang-orang?”
“Tidak nak.”
Saat ibuku menjawab demikian, aku sadar bahwa ibuku sedang berbohong tentang perasaannya. Aku memang masih remaja, tetapi karena kaadaan aku cepat sekali peka dengan hal-hal seperti itu. Aku sadar bahwa ibuku berkata demikian karena ia tak mau mengoreskan atau membagikan rasa sedih yang sedang ia rasakan kepada diriku. Mungkin bagi dia, aku harus terus merasa bahagia. Tetapi, aku sadar akan perasaan sedih ibuku. Ya, aku sangat sadar akan hal itu.
ADVERTISEMENT
Di malam hari, aku selalu mendengar kata-kata ibuku yang komat-kamit berbicara di depan Tuhan. Ia adalah seorang yang sangat rajin berdoa dan memohon bantuan dari Tuhan agar Tuhan memberi ia kekuatan menjalankan kehidupannya. Aku pun tahu, bahwa dalam setiap doanya ia pun selalu menyebut namaku, dan itu dimaksudkan agar Tuhan selalu menyertai diriku. Ketika ia telah terlelap dalam tidurnya karena begitu lelah dan letih menjalankan pekerjaannya, itu menjadi kesempatan bagiku untuk berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan, aku bersyukur karena Engkau telah menganugerahkan kepadaku seorang ibu yang sangat baik dan perhatian terhadapku. Aku hanya ingin memohon padaMu ya Tuhan, janganlah palingkan wajahMu dari ibuku, tetaplah menyertai dia, berikan dia anugerah kekuatan agar ia tetap kuat menjalani kehidupan dunia yang keras dan kejam ini. Berkatilah dia selalu ya Tuhan”.
ADVERTISEMENT
Itulah doaku setiap malam kepada Tuhan, Sang empunya kehidupan ini. Di saat aku selesai berdoa, biasanya mataku langsung menitikan air. Aku tak dapat menahan haru, sekaligus rasa sedih. Haru karena ibuku bagitu bekerja keras demi diriku. Sedih karena aku tahu bahwa ibuku banyak mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang yang menganggap diri mereka hebat. Hebat karena punya uang yang banyak. Jadi mereka dapat mempermainkan perasaan siapa saja. Aku paham betul apa yang ibuku rasakan ketika ia sedang bekerja. Pikiran-pikiran inilah yang selalu menghantarkan aku untuk bercumbu dengan keheningan. Aku mulai terlelap dalam tidur.
Di saat matahari pun masih belum menampakan keagungaannya, dan ayam jantan telah berkokok, aku mulai tersadar dari tidur nyenyakku. Di saat itu pula aku mendengar suara ribut di dapur. Aku tahu bahwa ibuku sedang sibuk mengurus keperluan bagi diriku agar aku dapat mengisi perutku sehingga di sekolah aku dapat belajar dengan baik.
ADVERTISEMENT
Ia memang sosok perempuan yang perkasa. Setelah menyiapakan perlengkapanku, ia langsung bersiap-siap untuk pergi mengais rejeki di rumah orang-orang sambil memberikan bantuan jasa bagi mereka. Ia tak pernah mengeluh kepada siapa-siapa kala lelah dan letih. Mungkin ia hanya mengeluh kepada Tuhan. Selain dari itu, tidak ada orang lain lagi. Bahkan tidak juga diriku. Aku kadang menginginkan sekali mendengar segala keluh kesah dari mulut ibuku. Namun ketika kutanyai semua kerasahan yang ia rasakan ia hanya menjawab, “Anakku, bagiku kesedihan, derita dan tangis bukanlah sesuatu yang pantas untuk kukisahkan bagimu. Bagiku, ketika aku melihat dirimu bahagia, disitulah diriku bahagia karena bagiku tawa dan senyummu adalah hiburan berarti bagi diriku ini. Tak ada harta yang berarti bagi diriku selain dirimu anakku”.
ADVERTISEMENT
Aku menitikan air mata ketika aku mendengar kata-kata ini atau setiap kali aku mengingat kembali memori sulit dan pedih namun bahagia bersama dirinya. Ia telah pergi meninggalkaku dua tahun yang lalu saat anak pertamaku lahir. Ia memang tak sempat melihat cucunya, namun saat hendak pergi ia berpesan padaku.
“Nak, aku bangga karena dirimu telah menjadi orang sukses. Aku bangga karena segala usahaku telah hasil yang gemilang. Jangalah sombong dengan apa yang telah engkau miliki tetapi tetaplah bermurah hati kepada semua orang. Sampaikan salamku untuk cucuku yang akan lahir. Beri perhatian yang lebih untuk anakmu.”
Aku salalu ingat akan pesan yang ia sampaikan kepadaku. Aku tak akan pernah melupakan pesan suci itu. Pesan itu akan ku ingat selamanya. Ia telah membentuk diriku menjadi pribadi yang kuat untuk menjalankan hidup. Ia memang telah tiada namun segala jerih payah, kebaikan, dan kata-katanya selalu kukenang sepanjang masa. Aku kini telah menjadi seorang yang sukses dan kini aku telah menjadi ibu bagi seorang pribadi lain. Akan ku ajarkan kepada anakku apa yang telah diberikan oleh ibuku. Karena bagiku, kasih ibu kepada diriku tak terhingga sepanjang masa. Terimakasih ibu atas semua jasamu.