Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Growth Strategy: Keruntuhan Yahoo! dan Lampu Kuning untuk Aqua
CEO PT Azbil Berca Indonesia dan Chairman BEE Management Consulting & Education (www.beeconsulting-id.com). Kontak: [email protected]
3 Agustus 2017 14:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Dr. Mombang Sihite tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: www.yahoo.com | Platform Yahoo! yang "komprehensif"
Banyak di antara kita yang mungkin masih menggunakan e-mail Yahoo! Namun jelas generasi masa kini tidak mengalami masa kejayaan Yahoo! dengan layanan e-mail, messanger, dan mesin pencarinya yang fenomenal. Yahoo! didirikan pada tahun 1994 oleh dua mahasiswa Stanford, David Filo dan Jerry Yang. Di puncak kejayaannya pada tahun 2000, nilai pasar Yahoo! mencapai US$128 miliar. Lalu, apa yang salah sehingga perusahaan yang pernah menjadi "raksasa dotcom" ini terpuruk?
ADVERTISEMENT
Masalahnya adalah kegagalan untuk beradaptasi dan obsesi untuk menyediakan semuanya sendiri, sama seperti yang dialami oleh America Online. Blunder terbesar Yahoo! mungkin terjadi saat mereka melewatkan peluang emas yang hadir di depan mata mereka. Pada tahun 1998, dua orang pendiri Google---Larry Page dan Sergey Brin---menawarkan sistem PageRank mereka kepada Yahoo! dengan harga "hanya" US$1 miliar.
PageRank adalah algoritma yang sama seperti yang menjadi basis bagi mesin pencari Google saat ini. Dengan algoritma ini, mesin pencari bisa mengukur seberapa penting sebuah situs Web. PageRank menampilkan hasil pencarian berupa daftar situs pihak ketiga yang relevan berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Namun sama seperti Amerika Online, Yahoo! tidak ingin para penggunanya meninggalkan platform-nya menuju situs pihak ketiga.
ADVERTISEMENT
Yahoo! telah membangun beragam direktori yang didesain untuk menjawab pertanyaan, menampilkan e-mail, berdiskusi di mailing list, berbelanja, dan bahkan bermain game di platform-nya. Jurus "sapu jagat" ini memang terbukti sukses di tahun 1990-an. Namun seiring perkembangan zaman, para pengguna Internet terus mencari situs-situs yang terspesialisasi untuk setiap fitur, dan itulah yang membuat Yahoo! menjadi tidak relevan.
Satu lagi pelajaran penting yang bisa kita petik dari runtuhnya kerajaan bisnis Yahoo! adalah: jangan terlena dengan kesuksesan yang telah diraih dan jangan pernah membiarkan para pesaing atau pihak yang berpotensi menjadi pesaing belajar secara leluasa. Manajemen puncak Yahoo! jelas terlampau "mabuk" dalam kesuksesan mereka menangguk untung dari iklan sehingga mengabaikan Google dan Facebook yang perlahan tapi pasti belajar memahami dan memenuhi kebutuhan para pengguna Internet secara lebih baik, sampai akhirnya Yahoo! (sebagaimana juga Friendster yang sudah lebih dulu "almarhum") ditinggalkan dan menjadi platform "basi."
ADVERTISEMENT
***
Sebagaimana telah kita lihat dalam kasus keruntuhan kerajaaan bisnis Yahoo!, berpuas diri dan membiarkan pesaing atau calon pesaing potensial belajar secara leluasa sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Namun sayangnya, bagi perusahaan-perusahaan yang sudah terlanjur besar, "penyakit" lembam seperti ini bukan merupakan sesuatu yang langka.
Walaupun belum terbukti berdampak fatal bagi kelangsungan bisnisnya, kelembaman seperti ini pula yang tampaknya menjangkiti Aqua, perusahaan air minum dalam kemasan milik Danone. Indikasinya jelas bahwa Aqua membiarkan Pureit (produk pemurni air rumahan keluaran Unilever) belajar memuaskan pelanggannya secara leluasa.
Sumber: www.ytimg.com | Pureit Ultimate
Sejak Pureit diperkenalkan di Indonesia beberapa tahun silam, sepertinya kita belum melihat respons memadai dari Aqua guna menangkal pertumbuhan Pureit dan potensinya mengerdilkan bisnis mereka. Aqua memang aktif dan unggul di ranah branding dan marketing, namun tampak belum melancarkan "serangan balik" yang memadai di ranah yang lebih strategis. Ancamannya sebenarnya sangat nyata: dengan menggunakan Pureit alih-alih Aqua galon, rata-rata rumah tangga bisa menghemat ratusan ribu rupiah---bahkan lebih---setiap bulannya.
ADVERTISEMENT
Faktanya, kini Pureit telah belajar cukup banyak untuk memuaskan para pelanggan. Dari sisi produk, dispenser Pureit kini sudah bisa menyediakan opsi air panas. Selain itu, filter Pureit pun semakin mumpuni dalam menyaring substansi logam, sesuatu yang menjadi kekhawatiran pelanggan di awal-awal peluncuran Pureit dulu. Dari sisi layanan pelanggan, jelas bahwa CSO (customer service officer) dan teknisi Pureit sudah jauh lebih memahami permasalahan-permasalahan di lapangan.
Memang, sampai kini pun masih banyak kekurangan Pureit saat harus bertarung dengan Aqua di segmen rumah tangga, baik dari aspek kepraktisan (saat mengganti filter dan mengisi airnya, serta ketiadaan opsi air dingin) maupun dalam aspek harga (harga dispenser Pureit yang tercanggih lebih dari dua kali lipat harga dispenser air pada umumnya).
ADVERTISEMENT
Namun sudah selayaknya Aqua khawatir dengan kemampuan belajar Pureit. Jangan tunggu sampai, misalnya, beragam merek dispenser lainnya mengeluarkan versi khusus yang diberi label "Pureit Inside" dan mengadopsi teknologi Pureit dalam memurnikan air. Sementara di "toko sebelah," mesin-mesin RO (reverse osmosis) pemurni air lainnya pun juga mengalami perkembangan sehingga sedikit lebih praktis untuk penggunaan rumah tangga. Mungkin saya akan beli satu jika mesin RO-nya diberi label "Aqua Approved"
***
CATATAN:
Dr. Mombang Sihite adalah CEO PT Azbil Berca Indonesia dan Chairman BEE Management Consulting & Education (www.beeconsulting-id.com).
Untuk konsultasi strategi bisnis, growth strategy dan strategic management, silakan ajukan pertanyaan ke: [email protected]