Babak Baru Perundingan Batas Negara Indonesia

Mone Iye Cornelia Marschiavelli
Pranata Humas Madya di Badan Informasi Geospasial
Konten dari Pengguna
15 Desember 2021 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mone Iye Cornelia Marschiavelli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Isu mengenai perbatasan dan kedaulatan negara merupakan salah satu isu sensitif yang sering kali muncul di masyarakat. Mulai dari informasi masuknya kapal asing ke wilayah Indonesia hingga sengketa di pulau-pulau kecil perbatasan, cukup membuat hubungan antar dua negara tetangga menjadi memanas. Saling serang di media sosial merupakan hal yang umum ditemui. Keseriusan pemerintah dalam menjaga kedaulatannya juga sering dipertanyakan. Sejauh mana usaha pemerintah untuk menjaga kedaulatannya?

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komitmen Presiden Jokowi dengan Nawacitanya untuk membangun Indonesia dari pinggiran merupakan salah satu bentuk untuk menjaga kedaulatan bangsa. Ada beberapa pendekatan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan program ini, yaitu dengan memperkuat pertahanan dan juga membangun kesejahteraan di wilayah perbatasan. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperkuat pertahanan yaitu dengan percepatan penyelesaian batas negara. Batas negara definitif dengan negara tetangga akan memberikan kepastian hukum dan tentu saja mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa wilayah di perbatasan.
ADVERTISEMENT
Wilayah Indonesia yang luas terbentang dari Aceh hingga Papua dan dari Miangas hingga Rote, memungkinkan Indonesia berbatasan dengan banyak negara. Tercatat ada 10 negara yang berbatasan laut dan 3 negara yang berbatasan darat dengan Indonesia. Negara yang berbatasan laut dengan Indonesia yaitu Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Republik Palau, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Sedangkan negara yang berbatasan darat yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga belum semua dapat diselesaikan.
Peta NKRI / sumber: www.big.go.id
Perundingan Batas Darat RI-Malaysia
Salah satu perundingan batas negara darat yang rutin dilakukan setiap tahunnya adalah perundingan antara Republik Indonesia (RI) dengan Malaysia. Sejarah menunjukkan perundingan batas wilayah antara RI dengan Malaysia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Inggris dan Belanda sebagai penguasa kolonial saat itu menetapkan batas pengelolaan wilayah masing-masing. Inggris berhak untuk mendirikan koloni di sebelah utara Selat Malaka dan Selat Singapura, sedangkan Belanda berhak mendirikan koloni di sebelah selatan. Pembagian wilayah inilah yang menjadi dasar penetapan perbatasan antara Malaya Britania dengan Hindia Belanda selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Setelah masa kemerdekaan, Indonesia dan Malaysia mulai memetakan batas wilayahnya berdasarkan sejarah dan data-data perundingan batas yang sudah ada pada masa kolonial ditambah dengan pelaksanaan beberapa perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Malaysia.
Perundingan batas negara darat antara RI dengan Malaysia melibatkan Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak dengan didukung oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad). BIG, dalam hal ini mendapatkan amanat sebagai ketua Joint Working Group (JWG) for the Common Border Datum Reference Frame (CBDRF) Project and Joint Border Mapping (JBM) between Indonesia (Kalimantan Timur & Kalimantan Barat) and Malaysia (Sabah & Sarawak).
Datum dan Kerangka Referensi
Dalam rangka pengelolaan kawasan perbatasan negara diperlukan satu datum dan kerangka referensi yang disepakati bersama oleh negara yang berbatasan atau yang dinamakan CBDRF (Common Border Datum Reference Frame). CBDRF merupakan suatu jaring kontrol yang dibentuk secara independen untuk keperluan kegiatan survei dan pemetaan di wilayah perbatasan. Secara sederhana, CBDRF direpresentasikan di lapangan oleh beberapa pilar yang memiliki koordinat dan akurasi tinggi serta terdapat pada datum yang disepakati oleh negara yang berbatasan.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan dengan CBDRF lain yang digunakan Indonesia dengan negara lainnya seperti antara RI-Timor-Leste, CBDRF RI-Malaysia kondisinya tidak ideal. Seluruh pilar batas negara dipasang dan disetujui menggunakan sistem referensi koordinat yang digunakan oleh Malaysia pada periode survei deliniasi dan demarkasi (1975-1995).
Pada pertemuan selanjutnya, Indonesia mulai membenahi diri dan menyiapkan semua data dan informasi guna mendukung pengajuan CBDRF. Pada pertemuan pembahasan batas RI-Malaysia yang dilaksanakan di Malaysia pada bulan Oktober 2004, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan satu datum bersama di perbatasan darat. Selain itu, pihak Indonesia juga mengajukan usulan untuk pembangunan CBDRF di sepanjang perbatasan darat Indonesia-Malaysia yang akan dilaksanakan pada tahun 2005.
Beberapa perundingan batas dilaksanakan dan menghasilkan berbagai dokumen dan keputusan penting, salah satunya adalah pada pertemuan ke-42 Joint Indonesia-Malaysia Boundary Committee on the Demarcation and Survey of the International Boundary between Indonesia (Kalimantan Utara & Kalimantan Barat) and Malaysia (Sabah & Sarawak) di Bandung, Indonesiapada tahun 2018. Pertemuan tersebut menyepakati proses penyelesaian 9 Outstanding Boundary Problem (OBP) dengan menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur teknis pelaksanaan survei CBDRF antara kedua negara.
ADVERTISEMENT
Salah satu tahapan SOP yang disepakati bersama adalah pelaksanaan uji coba peralatan Global Positioning System (GPS). Uji coba ini seyogianya dilakukan oleh masing-masing negara sebelum melaksanakan survei lapangan. Malaysia mengajukan beberapa lokasi stasiun kalibrasi alat GPS, sedangkan Indonesia tidak. Lagi-lagi karena pada saat itu Indonesia belum mempunyai stasiun kalibrasi alat GPS permanen.
Di tahun 2019 uji coba peralatan GPS dilaksanakan di Malaysia (Joint Calibration GPS Equipment). Tetapi pada tahun 2020, dikarenakan pandemi COVID-19 kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan. Kedua belah pihak bersepakat untuk melaksanakan Independent Calibration GPS Equipment di negara masing-masing.
Konsekuensi dari kesepakatan ini, muncul kebutuhan mendesak untuk pembangunan stasiun kalibrasi permanen untuk Global Navigation Satellite System (GNSS) di Indonesia. Hal inilah yang kemudian mendorong BIG bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membangun pilar kalibrasi untuk GNSS pada tahun 2021
ADVERTISEMENT
Stasiun Kalibrasi GNSS Permanen
Awal Desember 2021, telah terbangun 8 unit pilar kalibrasi di wilayah kampus ITB Jatinangor. Lokasi pembangunan stasiun kalibrasi ini dilakukan pada yang lokasi yang memenuhi syarat untuk pembangunan stasiun kalibrasi sesuai dengan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan. Tidak hanya untuk kalibrasi GNSS, tetapi pilar kalibrasi ini juga sekaligus dapat digunakan melakukan kalibrasi Total Station (TS) dan Electronic Distance Meter (EDM).
Stasiun kalibrasi ini merupakan stasiun pertama yang dimiliki oleh Indonesia untuk melakukan standarisasi alat sebelum dimulainya kegiatan survei dan pemetaan sehingga diharapkan dapat meminimalisir risiko saat pengukuran akibat kesalahan dari instrumen yang digunakan.
Hadirnya pilar kalibrasi ini juga diharapkan dapat mendukung kegiatan pemetaan, penelitian, dan akademik di Indonesia. Tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh kementerian, lembaga, tetapi bisa juga digunakan oleh perangkat daerah, para akademisi bahkan pihak swasta. Namun, kedepannya diharapkan ada SOP dan dokumen pendukung lainnya untuk mengatur utilisasi stasiun kalibrasi yang telah dibangun ini. Semoga dengan adanya stasiun kalibrasi ini menjadi babak baru dalam mendukung kedaulatan negara khususnya melalui perundingan batas darat antara RI dengan negara tetangga.
ADVERTISEMENT