Kriminalisasi Terhadap Perempuan Sebagai Korban Revenge Porn

Dhia Fadlia
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UB
Konten dari Pengguna
26 September 2023 14:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhia Fadlia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pelecehan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan maraknya kasus revenge porn yang semakin mengkhawatirkan. Fenomena ini menjadi topik utama di berbagai lapisan masyarakat dan media sosial. Namun, tidak sedikit pula yang masih asing dengan istilah revenge porn.
ADVERTISEMENT

Apa Itu Revenge Porn?

Revenge porn juga dikenal sebagai pornografi nonkonsensual. Revenge porn termasuk dalam jenis pelecehan siber dan merupakan masalah yang serius di era digital.
Menurut Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, revenge porn adalah tindakan menyebarluaskan gambar atau video seksual seseorang tanpa persetujuan mereka.
Pelaku revenge porn biasanya adalah mantan kekasih atau individu dengan motif jahat. Motif di balik tindakan ini adalah untuk balas dendam, mengancam, mempermalukan, dan sebagainya.

Mengapa Perempuan Selalu Jadi Target Revenge Porn?

Diam-diam nonton konten porno. Foto: Harnaka Harto/EyeEm/Getty Image
Dalam konteks ini, perempuan selalu menjadi target revenge porn lebih sering daripada pria. Ini terutama terjadi karena adanya pemaksaan terhadap perempuan untuk memberikan materi berbau seksual kepada pasangannya dalam hubungan percintaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, budaya objektivikasi perempuan dan stereotipe gender yang ada dalam masyarakat seringkali membuat perempuan lebih rentan terhadap pelecehan seksual dan revenge porn. Perempuan kerap menjadi sasaran eksploitasi karena tindakan tersebut bisa merusak reputasi mereka dalam masyarakat.

Kasus yang Menyeret Artis

Contoh yang paling mencolok belakangan ini adalah kasus dugaan revenge porn yang melibatkan artis Indonesia, Rebecca Klopper. Rebecca Klopper diduga menjadi korban revenge porn sehingga menjadi perhatian publik. Kasus ini memunculkan perdebatan tentang perlindungan hukum yang lebih baik bagi para korban.
Rebecca Klopper, seorang artis yang dikenal dalam dunia hiburan, diduga menjadi korban revenge porn setelah sejumlah video syur mirip dirinya tersebar luas. Kasus ini mencuat ke permukaan setelah sejumlah gambar dan video mirip sang artis beredar di berbagai platform media sosial dan situs web dewasa.
ADVERTISEMENT
Kasus tersebut kemudian menciptakan kehebohan di masyarakat dan menyoroti risiko yang dihadapi oleh korban revenge porn. Apalagi bagi mereka sebagai seorang figur publik.
Seperti banyak korban revenge porn lainnya, Rebecca Klopper harus menghadapi konsekuensi terkait dengan dampak psikologis, stigma sosial, dan kerugian lainnya yang melibatkan kariernya sebagai seorang artis.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hukum saat ini dapat melindungi korban revenge porn dan mendorong perlunya perubahan dalam undang-undang yang lebih ketat untuk melindungi privasi individu.
Kasus sedemikian itu adalah pengingat penting tentang perlunya kesadaran masyarakat dan upaya hukum yang lebih baik untuk melindungi korban revenge porn dan memastikan bahwa pelaku tindakan ini mendapat sanksi yang pantas.
ADVERTISEMENT
Kasus seperti ini juga menunjukkan bahwa siapapun, termasuk orang-orang dengan profil sebagai figur publik, dapat menjadi korban revenge porn. Dan inilah saatnya bagi masyarakat dan pemerintah untuk bertindak guna melindungi hak-hak individu dan mencegah tindakan pelecehan semacam itu.

Stigma dan Kriminalisasi

Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
Selain menghadapi trauma emosional, korban revenge porn juga harus siap menghadapi stigma sosial masyarakat yang berat. Tidak jarang masyarakat sering menyalahkan korban, menganggap mereka sebagai pelaku dalam adegan yang direkam, atau bahkan menyalahkan mereka karena memiliki materi berbau seksual yang akhirnya tersebar.
Dalam beberapa kasus, stigma ini juga dapat memengaruhi korban dalam banyak hal, seperti misalnya dalam hal karier, hubungan pribadi, bahkan dalam kehidupan sosial.

Tantangan Hukum

Sayangnya, dalam wilayah hukum, korban revenge porn justru berisiko menghadapi kriminalisasi. Mereka dapat dituduh menyebarkan materi seksual atau bahkan dihukum berdasarkan undang-undang pornografi.
ADVERTISEMENT
Mereka yang seharusnya dilindungi oleh hukum menjadi sasaran hukum itu sendiri. Inilah yang menyebabkan perempuan terjebak dalam siklus penderitaan.

Perlunya Perubahan

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan adanya perubahan dalam hukum dan pandangan sosial masyarakat. Pertama, undang-undang harus diperbarui untuk mengakui tindakan revenge porn sebagai kejahatan yang harus dihukum berat.
Tentunya, hal tersebut memberikan perlindungan lebih besar bagi korban. Dan, hal itu juga dapat mengurangi risiko kriminalisasi terhadap perempuan.
Selain itu, masyarakat harus diberikan pemahaman lebih baik tentang sifat revenge porn dan dampaknya pada korban. Edukasi publik merupakan kunci untuk menghilangkan stigma dan mendukung korban untuk sembuh dari gangguan kesehatan mental yang dialami.