Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bagaimana Trauma Masa Kecil Membentuk Kepribadian Dewasa Kita?
16 November 2024 18:38 WIB
·
waktu baca 6 menitDiperbarui 20 Desember 2024 23:09 WIB
Tulisan dari Nayla Shavitri Moriska Nasution tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa kecil adalah periode kritis dalam hidup di mana seseorang membangun fondasi emosional, sosial, dan psikologisnya. Sayangnya, bagi sebagian orang, pengalaman di masa kecil tidak selalu penuh dengan kebahagiaan. Trauma masa kecil, seperti kehilangan, pengabaian, kekerasan fisik atau verbal, atau bahkan perasaan tidak cukup dicintai, dapat meninggalkan dampak mendalam yang membentuk kepribadian seseorang di masa dewasa.
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi pada masa kecil tidak hanya berhenti di sana; trauma dapat membawa dampak jangka panjang yang memengaruhi cara seseorang memandang dirinya sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana trauma masa kecil memengaruhi kepribadian, pola pikir, dan perilaku saat dewasa.
Apa Itu Trauma Masa Kecil?
Dilansir dari Kompasiana.com; Trauma masa kecil merupakan pengalaman yang dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan kepribadian individu di masa dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak, seperti penganiayaan, pengabaian, atau kekerasan, dapat mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku seseorang ketika mereka tumbuh dewasa.
Trauma masa kecil adalah pengalaman yang menimbulkan tekanan emosional, psikologis, atau fisik yang signifikan pada anak. Ini bisa berupa:
ADVERTISEMENT
1. Trauma Akut: Pengalaman satu kali yang mengejutkan, seperti kecelakaan, kehilangan orang tua, atau kekerasan fisik.
2. Trauma Kronis: Trauma yang terjadi berulang kali dalam waktu lama, seperti pelecehan emosional, pengabaian, atau tumbuh di lingkungan penuh konflik.
3. Trauma Kompleks: Kombinasi berbagai jenis trauma yang dialami secara simultan, misalnya tumbuh dalam keluarga yang penuh kekerasan sambil menghadapi kemiskinan atau diskriminasi.
Anak-anak tidak memiliki kapasitas emosional yang cukup untuk memproses pengalaman ini. Akibatnya, trauma ini sering kali "tersimpan" dalam pikiran bawah sadar mereka dan muncul kembali dalam bentuk perilaku, keyakinan, atau mekanisme pertahanan tertentu saat mereka dewasa.
Bagaimana Trauma Masa Kecil Membentuk Kepribadian Dewasa?
Dikutip dari Halodoc.com; Anak-anak yang terpapar trauma kompleks bahkan mungkin menjadi terasing. Ini melibatkan pemisahan diri dari pengalaman secara mental. Mereka mungkin membayangkan bahwa mereka berada di luar tubuh mereka dan menontonnya dari tempat lain, yang mengakibatkan kesenjangan ingatan.
ADVERTISEMENT
1. Membentuk Pandangan tentang Diri Sendiri
Anak-anak yang mengalami trauma sering tumbuh dengan perasaan bahwa mereka tidak berharga atau tidak dicintai. Misalnya:
- Pelecehan Verbal: Anak yang sering menerima kata-kata kasar atau kritik tajam mungkin tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka "tidak cukup baik."
- Pengabaian: Anak yang merasa diabaikan oleh orang tua mungkin berpikir bahwa mereka tidak pantas mendapatkan perhatian atau kasih sayang.
Pandangan negatif tentang diri ini dapat bertahan hingga dewasa, menyebabkan masalah seperti:
- Rendahnya rasa percaya diri.
- Kecenderungan untuk meragukan kemampuan diri.
- Kesulitan menerima pujian atau mencintai diri sendiri.
2. Pola Hubungan yang Tidak Sehat
Trauma masa kecil juga memengaruhi cara seseorang membangun hubungan di masa dewasa. Ketika anak tumbuh dalam lingkungan yang tidak aman atau penuh konflik, mereka sering mengembangkan pola-pola berikut:
ADVERTISEMENT
- Takut Akan Penolakan: Seseorang mungkin menjadi terlalu bergantung pada orang lain karena takut ditinggalkan, sering kali mengorbankan kebutuhannya sendiri demi mempertahankan hubungan.
- Hindari Kedekatan: Sebaliknya, ada juga yang memilih menjauh secara emosional dari orang lain karena merasa sulit untuk percaya atau takut disakiti.
- Memilih Pasangan yang Salah: Sering kali, trauma membuat seseorang terjebak dalam pola hubungan beracun karena mereka menganggap ini sebagai "normal," terutama jika tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kekerasan atau pengabaian.
3. Mekanisme Pertahanan yang Tidak Sehat
Anak-anak yang tidak memiliki kontrol atas situasi traumatis biasanya mengembangkan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari rasa sakit. Mekanisme ini mungkin membantu mereka bertahan di masa kecil, tetapi saat dewasa, ini sering kali menjadi hambatan:
ADVERTISEMENT
- Overthinking atau Perfeksionisme: Beberapa orang mencoba mengendalikan segalanya di sekitar mereka sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak aman.
- Menghindari Konflik: Sebagian orang cenderung menghindari konfrontasi karena trauma membuat mereka takut akan konflik atau agresi.
- Zat Adiktif: Beberapa orang mencari pelarian melalui alkohol, narkoba, atau perilaku adiktif lainnya untuk menghindari rasa sakit emosional.
4. Kesulitan Mengatur Emosi
Trauma masa kecil dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengenali, memahami, atau mengelola emosinya. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan atau kekerasan sering kali:
- Merasa kewalahan oleh emosi seperti kemarahan, ketakutan, atau kesedihan.
- Sulit menenangkan diri saat berada dalam situasi yang menantang.
- Mengalami ledakan emosional yang tiba-tiba atau sebaliknya, menjadi sangat tertutup dan tidak menunjukkan perasaan.
ADVERTISEMENT
Kesulitan ini berlanjut hingga dewasa, membuat mereka sulit menjalin hubungan atau menghadapi konflik secara sehat.
5. Pengaruh terhadap Pilihan Hidup
Trauma masa kecil juga memengaruhi bagaimana seseorang membuat keputusan besar dalam hidup, seperti memilih karier, pasangan, atau gaya hidup. Misalnya:
- Anak yang tumbuh dalam kemiskinan mungkin memilih pekerjaan hanya berdasarkan stabilitas keuangan, meskipun mereka tidak menyukai pekerjaannya.
- Seseorang yang mengalami pengabaian mungkin terus-menerus mencari validasi dari orang lain, bahkan jika itu berarti mengejar tujuan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Trauma juga dapat membuat seseorang terjebak dalam pola berpikir negatif, seperti merasa bahwa mereka tidak layak mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam hidup.
Apakah Trauma Masa Kecil Dapat Disembuhkan?
Berita baiknya, meskipun trauma masa kecil dapat membentuk kepribadian, ini bukanlah sesuatu yang permanen. Dengan kesadaran dan usaha, seseorang dapat mengatasi dampak trauma dan membangun kehidupan yang lebih sehat. Beberapa langkah yang dapat membantu adalah:
ADVERTISEMENT
1. Terapi Psikologis: Terapi seperti terapi kognitif-perilaku (CBT) atau terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) dapat membantu mengatasi trauma dan membangun pola pikir baru.
2. Membangun Hubungan yang Aman: Mencari hubungan yang sehat, di mana seseorang dapat merasa aman untuk menjadi diri sendiri, adalah langkah penting dalam penyembuhan.
3. Praktik Self-Compassion: Belajar untuk bersikap lembut pada diri sendiri dan melepaskan rasa bersalah atau malu dari masa lalu.
4. Mindfulness: Latihan mindfulness membantu seseorang mengenali emosi mereka tanpa merasa kewalahan.
5. Menyadari Pola: Memahami bagaimana trauma masa kecil memengaruhi pola perilaku dapat membantu seseorang mengubah respons mereka terhadap situasi tertentu.
Trauma masa kecil adalah luka emosional yang dapat meninggalkan bekas dalam cara seseorang memandang diri sendiri, menjalin hubungan, dan membuat keputusan dalam hidup. Namun, luka ini bukanlah takdir. Dengan upaya penyembuhan, seseorang dapat membebaskan diri dari dampak negatif trauma, menemukan kembali rasa percaya diri, dan membangun kehidupan yang lebih bermakna. Masa lalu memang membentuk kita, tetapi itu tidak harus mendefinisikan siapa kita di masa depan. Dengan bantuan yang tepat, penyembuhan selalu mungkin terjadi.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
Felitti, V. J., Anda, R. F., Nordenberg, D., Williamson, D. F., Spitz, A. M., Edwards, V., Koss, M. P., & Marks, J. S. (1998). Relationship of Childhood Abuse and Household Dysfunction to Many of the Leading Causes of Death in Adults: The Adverse Childhood Experiences (ACE) Study. American Journal of Preventive Medicine, 14(4), 245–258.
Herman, J. L. (1997). Trauma and Recovery: The Aftermath of Violence—from Domestic Abuse to Political Terror. Basic Books.
Perry, B. D., & Szalavitz, M. (2017). The Boy Who Was Raised as a Dog: And Other Stories from a Child Psychiatrist's Notebook. Basic Books.
Shapiro, F. (2017). Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) Therapy: Basic Principles, Protocols, and Procedures (3rd ed.). Guilford Press.
ADVERTISEMENT
Siegel, D. J. (2012). The Developing Mind: How Relationships and the Brain Interact to Shape Who We Are (2nd ed.). Guilford Press.
Van der Kolk, B. A. (2014). The Body Keeps the Score: Brain, Mind, and Body in the Healing of Trauma. Viking.