Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Amati-Tiru-Modifikasi, Sampai Kapan?
20 Juli 2020 15:07 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Motulz Anto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Seberapa sering kita melihat produk buatan Indonesia yang meniru dari produk buatan asing? Mengapa meniru produk asing seolah menjadi hal yang biasa? Apakah betul inovasi sudah mati karena memang tidak ada gagasan baru lagi atau inovasi di muka bumi? Beberapa pertanyaan barusan sering kita temukan dalam berbagai obrolan santai, diskusi, atau bahkan webinar kreatif. Menarik ya?Mari kita coba tinjau..
ADVERTISEMENT
ATM - atau singkatan dari "Amati - Tiru - Modfikasi", memang sudah sangat lama kita dengar. Istilah ini muncul sejak era Orde Baru Suharto yang saat itu sedang gencar membangun Indonesia menuju era tinggal landas (dari kemiskinan). Semangat ATM ini disampaikan tidak hanya ke anak-anak muda tapi juga kepada para pejabat dan guru-guru untuk menjadi sebuah tips yang bermanfaat dan diajarkan kepada anak-anak didiknya. Saya mungkin salah satu dari anak-anak muda itu yang diajarkannya. Saat itu saya berfikir, strategi ATM ini sangat cemerlang sekali hingga saya memasuki dunia perguruan tinggi, saya menemukan pandangan lain yang melengkapi dan mencerahkan.
Amati, atau observe adalah proses penting dalam berkreasi dan kreativitas. Makin banyak mengamati, makin banyak referensi yang kita dapat. Lalu Meniru atau jiplak, yaitu proses membuat ulang karya yang kita amati tadi, hanya kemudian agar tidak terlalu sama maka lakukanlah Modifikasi. Kalau dilihat secara prosesnya ATM ini tidak ada yang salah, proses ini baik dan sah-sah saja dilakukan. Hanya saja yang terlupakan dari pengajaran konsep ATM ini adalah konteksnya. Konteks ATM ini dilakukan dalam rangka apa? mengapa? karena "meniru" dalam konteks "proses belajar" itu sangat baik. Makin kita rajin meniru maka itu sama dengan makin rajin kita belajar. Kita semua belajar ilmu-ilmu Barat pun pada prinsipnya adalah meniru bukan?
ADVERTISEMENT
Namun jika konteksnya meniru produk teknologi atau nama dagang (brand), maka konteks meniru (copycat) ini sudah dianggap dengan mencuri ide.
Bangsa Peniru
Tapi bagaimana dengan negara-negara lain yang selama ini terkenal melakukan konsep ATM tersebut seperti China, Korea, bahkan Jepang? Apalagi pemerintah Orde Baru dulu itu memang menggaungkan gerakan ATM ini karena meniru dari Jepang. Yang mana di tahun 1980-an ada banyak sekali produk-produk buatan Jepang yang mendunia, yang semuanya adalah hasil meniru (mencontek) produk-produk negara Barat. Hanya saja produk-produk tersebut dimodifikasi sedemikian rupa hingga bisa dijual dengan harga yang lebih murah dibanding produk yang ditirunya.
Kemudian Korea Selatan juga melakukan konsep ATM, lalu yang saat ini terkenal adalah China. China sudah dikenal dan sangat terkenal sebagai negara pencuri ide teknologi dan penjiplak. Lantas bagaimana menjelaskan konsep ATM ini di ketiga negara barusan yang justru memang terlihat nyata membuat negara-negara tersebut justru menjadi maju pesat?
ADVERTISEMENT
Mari kita mundur sejenak ke masa lampau. Jepang mulai melakukan konsep “Amati - Tiru - Modifikasi” ini sesaat setelah negara mereka hancur pasca Perang Dunia II. Saat itu mereka sadar harus segera bangkit dari keterpurukan. Apalagi dalam hal perekonomiannya, mereka harus melakukan jalan pintas dalam membangun percepatan itu. Lalu apakah dengan cara meniru atau mencontek ini maka Jepang dianggap sebagai bangsa yang tidak inovatif? Ternyata tidak, karena pada awalnya pun bangsa Jepang ini sudah inovatif sebelum hancur di Perang Dunia II.
Ada banyak contoh bagaimana bangsa Jepang ini sudah inovatif sebelum mereka melakukan gerakan “mencontek”, salah satunya misalnya teknologi yang digunakan di pesawat tempur mereka di Perang Dunia II yaitu Mitshubishi Zero. Pasukan sekutu pun berupaya keras mencontek kecanggihan teknologi struktur dan mesin pesawat ini untuk kemudian diaplikasikan di desain pesawat tempur buatan Amerika dan Inggris. Tidak heran jika di generasi berikutnya - pasca era ATM, Jepang bisa kembali muncul dengan inovasi-inovasinya lagi, seperti Walkman, konsol videogame dan banyak lainnya lagi sampai karaoke.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Korea Selatan yang butuh percepatan pembangunan ekonomi sejak perpecahannya dengan Korea Utara. Mereka melakukan ATM mulai dari desain mobil, perabot rumah tangga, sampai film dan musik. Sementara China? walaupun sempat goyah saat krisis ekonomi tahun 1997, namun perekonomian China tidak ambruk kan? lantas apa yang membuat negeri ini begitu gemar sekali meniru?
Budaya Inovasi, atau mati
Bangsa China adalah bangsa yang super inovatif lho. Pada masanya China pernah melahirkan banyak sekali temuan-temuan inovatif. Sebut saja kain sutra, alat ukur, alat perang, seni keramik, hingga menu masakan bukan? Semua temuan-temuan itu memang lahir akibat kebutuhan dan tekanan dari Istana. Jika seseorang pakar dan ahli sudah direkrut istana maka mereka wajib berfikir inovasi, jika tidak hukuman mati siap menanti.
Banyak yang lupa kalau sepatu Converse dan Vans buatan Amerika itu sebetulnya meniru desain sepatu merek Warriors buatan China bukan? Sayangnya pemilik brand Warriors pun rasanya acuh saja jika desainnya ditiru Barat. Begitu juga dengan kuliner, rasanya Bangsa China tidak peduli juga jika temuan mi nya kini ditiru jadi Mi Tasik, atau bahkan spaghetti di Prancis? Belum lagi inovasi kertas? mesin cetak? Apa kalian kira Pak Gutenberg penemunya? Belum lagi inovasi konstruksi bangunan, astronomi? senjata api? roket? Ada berapa banyak teknologi dan pengetahuan ditemukan oleh bangsa China?
ADVERTISEMENT
Budaya meniru di bangsa China muncul sejak Kaisar Chin. Sebelum China dipersatukan tiap kecamatan dan provinsi itu punya desain berbeda-beda. Mulai dari tulisan hingga desain roda pedati. Saat China disatukan oleh Kaisar China maka semua desain tersebut harus seragam dan memiliki standarisasi yang sama. Jika tidak sama maka akan dikenakan sanksi oleh pemerintah zaman itu. Akhirnya masyarakat jadi terbiasa untuk saling meniru daripada masalah dengan aparat. Hanya memang bangsa China juga tidak terlalu peduli dengan yang namanya hak cipta atau hak paten. Berbagai ciptaan dan inovasi bangsa China yang ditiru oleh bangsa Barat sejak zaman Marcopolo pun mereka tidak pernah peduli. Maka tidak heran jika mereka pun semacam santai saja melakukan penjiplakan atau meniru desain dan teknologi bangsa Barat yang masuk ke negaranya akibat kebanjiran pesanan produksi produk-produk Barat di awal tahun 2000-an.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia banjir barang tiruan asal China bisa kita saksikan di era kejayaan “mocin” atau motor cina. Produk-produk yang jenisnya beragam dengan desain kebarat-baratan namun dijual dengan harga sangat murah. Yang awalnya cuma motor akhirnya sampai juga pada mobil buatan China.
Dampak Meniru
Namun setelah sekian puluh tahun China menjiplak, dampaknya pun kini mulai mereka rasakan termasuk kerugiannya. Di antara satu brand dengan brand lain selain saling tiru akhirnya jadi saling perang harga - adu murah. Karena harus murah maka konsekuensinya harus ada komponen atau proses yang dikorbankan. Cara-cara ini ternyata berdampak buruk pada produk akhir. Sejak itulah “hukuman” dari barang yang asal jipak (copycat) demi harga murah tadi, mulai dirasakan oleh China. Semua produk dan brand buatan China kini dicap sebagai produk murahan dan gampang rusak. Situasi ini berdampak pada industri raksasa China yang akhirnya memaksa mereka hanya menjadi "tukang jahit" atau jasa pabriknya saja, tanpa pernah memiliki value dari brand nya.
ADVERTISEMENT
Tidak butuh lama, generasi anak-anak muda China pun tidak sulit untuk bangkit dan membalikkan keadaan dari yang dulunya dikenal sebagai tukang meniru kini mereka muncul sebagai generasi baru yang inovatif. Titik balik ini mulai diperlihatkan lewat produk Xiaomi. Lho tapi apa inovasinya?
Inovasi itu sesungguhnya tidak selalu melulu tentang temuan atau penemuan (invention) tapi juga tentang terobosan. Terobosan ini tentu bisa berbeda ukurannya antara satu negara dengan negara lain. Bisa saja transportasi MRT bukan hal baru di dunia, tapi di Indonesia suka tidak suka MRT adalah sebuah terobosan yang inovatif dalam mengurangi kemacetan di Ibukota yang sebelumnya tidak pernah ada.
Begitu pun dengan Xiaomi yang secara teknologi produk memang tidak pas jika dianggap inovatif karena banyak yang bilang mencontek juga dari produk barat. Tapi terobosan inovasi Xiaomi ada pada skema bisnis dan inovasi pemasarannya. Xiaomi melakukan inovasi pemasaran yang sebelumnya tidak dilakukan oleh pedagang-pedagang China. Produk Xiaomi tidak dijual di toko secara massal melainkan hanya lewat pesanan online dan dibuat dengan eksklusif. Posisi harga mereka pun tidak murah walaupun tetap lebih murah dibanding produk sejenis buatan Barat.
ADVERTISEMENT
Terobosan Xiaomi ini jadi langkah awal, hari ini kita mulai melihat bagaimana China mulai bergerak ke arah pembaharuan. Teknologi dan nama dagang mereka mulai muncul di perdagangan dunia dan sudah tidak lagi menjadi barang murahan, selain Xiaomi, ada Huawei, DJI Drone, Lenovo dan seterusnya. Inovasi teknologi China dengan dukungan modal sangat besar dan sumber daya anak-anak mudanya yang brilian, tidak lama lagi akan membawa China menjadi bangsa yang tidak lagi disepelekan karena barang tiruan dan barang murahnya.
Kini, bagaimana dengan Indonesia? bagaimana dengan anak-anak mudanya? dan semangat berinovasinya? Apakah kita masih nyaman melakukan penjiplakan teknologi dan meniru yang ada saja? Temuan dan terobosan inovatif ternyata adalah cara berfikir. Bagi seorang penjiplak rasa puas mereka akan berhenti sampai produknya bisa dibuat sama persis dengan jiplakannya. Tapi bagi mereka yang memiliki pemikiran inovatif dan kreatif, mereka akan tertantang untuk berfikir keras menemukan kelemahan dari produk yang jadi referensinya dan berjibaku untuk melahirkan ide-ide baru, terobosan baru, bahkan sampai temuan baru. Kita tunggu saja.. akan ke mana Indonesia akan bergerak. Rasanya pilihan ini ada pada mereka, anak-anak muda Indonesia 4.0 !
ADVERTISEMENT