Media dan Ancaman Bagi Anak-anak Indonesia

Motulz Anto
CEO Kreavi | Creative Thinking | Pengamat dan penikmat kreativitas
Konten dari Pengguna
23 Juli 2020 15:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Motulz Anto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Karakter-karakter Jalan Sesama (Foto : Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Karakter-karakter Jalan Sesama (Foto : Istimewa)
ADVERTISEMENT
Terdengar mengerikan? atau malah lebay? Pertanyaan ini membuat setiap orang apalagi orang tua pasti punya pandangan bermacam-macam, saya termasuk salah satunya. Pertama kali saya dengar pertanyaan tersebut sekitar tahun 2007, saat awal sekali saya bergabung dengan tim konsep Jalan Sesama. Apa itu Jalan Sesama?
ADVERTISEMENT
Jika sempat, tontonlah TVRI setiap pagi di hari kerja. Saat ini program TV Jalan Sesama kembali ditayangkan dalam rangka program Belajar Dari Rumah yang digagas Kemendikbud selama masa pandemi. Program TV ini sesungguhnya diproduksi sudah lama sekali (Februari 2007) dan pernah tayang di beberapa TV swasta, namun perjalanan tayangan pendidikan anak ini ternyata tidaklah mudah. Setelah tergeser oleh tayangan-tayangan lain akibat "jualan iklan" maka di musim tayang ke-4 program ini dihentikan penayangannya. Setelah 10 tahun lenyap, Jalan Sesama muncul lagi dan bisa ditonton kembali oleh anak-anak Indonesia melalui TVRI.
Mengapa hanya di TVRI? karena TVRI adalah Lembaga Penyiaran Publik atau public broadcast. Sementara TV swasta adalah private broadcast yang mana tiap detik tayangan mereka itu ada tarifnya, besaran tarifnya ini tergantung dari rating untuk pemasangan iklan. Sementara klasifikasi tayangan pendidikan di Indonesia selalu berada pada posisi bontot dalam rating program TV.
Set kamar Putri di Jalan Sesama (Foto : Istimewa)
Ancaman
ADVERTISEMENT
Kembali ke pertanyaan di awal, apa betul media mengancam anak-anak Indonesia? Waktu saya bergabung dengan tim konseptor Jalan Sesama kami diberikan materi pendahuluan oleh Tim Sesame Workshop Amerika berupa bacaan dan tontonan tentang latar belakang mengapa program ini harus dibuat, lalu mengapa di Asia Tenggara hanya ada dua negara yang diizinkan membangun tim produksi sendiri atau co-production yaitu Filipina dan Indonesia?
Setelah saya baca-baca dan tonton materi dari Sesame Workshop, saya tersentak karena alasan ide pertama lahirnya program TV ini. Awal inisiatif membuat program anak-anak Sesame Street ini adalah karena di akhir tahun 60-an TV Amerika sedang penuh sesak dengan tayangan peperangan antara Amerika melawan Vietnam. Tayangan TV dari pagi hingga malam hari menyusup mudah masuk ruang tengah keluarga Amerika mempertontonkan konflik, saling tembak, marah dan darah. Saat itu ada banyak sekali anak-anak muda Amerika yang menentang peperangan ini. Ada yang melakukan pergerakan perlawanan, demo turun ke lapangan, hingga konflik dengan pemerintah dan aparat. Sementara ada sekelompok anak-anak muda yang merasa terpanggil untuk membuat tayangan TV "tandingan" untuk mengimbangi tayangan yang berdarah-darah tadi. Saat itulah lahir program TV anak Sesame Street.
ADVERTISEMENT
Saat itu saya pun akhirnya mengetahui alasan mengapa di Asia Tenggara (saat itu) mereka pilih hanya Filipina dan Indonesia yang “kebagian” memproduksi sendiri Sesame Street (bukan adaptasi dan dubbing). Saya pun kaget ketika diberitahu bahwa Indonesia sebagai negara yang sangat besar dengan begitu banyak perbedaan suku, bahasa, dan agama, diketahui memiliki potensi yang tinggi untuk terpecah dan konflik. Sementara yang sanggup mencegah hal itu terjadi adalah dengan menanamkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki dari anak-anak. Saat itu saya pun baru tahu kenapa Sesame Street diproduksi juga di India dan Pakistan? ya karena masa itu kedua negara sedang konflik, begitu pun di Serbia dan Kosovo. Saat Jalan Sesama diproduksi, memang bukan karena alasan konflik di Indonesia, tapi lebih kepada antisipasi karena anggapan negeri ini memiliki potensi konflik. Saat itu saya hanya menanggapinya dengan seyuman dan menganggap kekhawatiran itu lebay. Tapi jika saya melihatnya hari ini, maka senyuman saya dulu itu berubah menjadi kecemasan seperti mendengar suara alarm yang telat berbunyi
ADVERTISEMENT
Salah satu sudut set Jalan Sesama (Foto : Istimewa)
Minimnya Program Anak-anak
Saya tumbuh dalam masa-masa produksi shooting era MTV (Music Television), saat bergabung dengan tim Sesame Street rasanya tidak susah membayangkan untuk mengolah aspek kreativitas dari tayangan anak-anak ini. Ternyata saya salah besar, membuat program anak-anak itu jauh lebih sukar dibanding tayangan untuk remaja dan orang dewasa. Ibarat seorang petani, jika kita salah menanamkan pesan sejak awal, maka pohon ini akan ikut salah tumbuh dan berkembangnya, ketika besar kita akan salah menuai buahnya.
Program pendidikan nyata sekali sangat langka dan terasingkan di kancah pertelevisian Indonesia. Program anak-anak pun tidak banyak dan cenderung digarap sesuka-sukanya para orang dewasa yang membuatnya, karena prioritasnya mereka adalah masukan dari iklan. Sementara Jalan Sesama atau Sesame Street, lahir dan hidup dari dana donasi - bukan iklan. Jadi sebesar apa pun produk iklan yang mau masuk ke acara ini, maka seleksi dan saringan atas kontennya pun dilakukan dengan sangat ketat. Begitu pun materi tayangannya, saya beberapa kali harus melakukan shooting ulang hanya karena ada adegan yang dianggap bisa jadi contoh buruk pagi penonton anak-anak. Misalnya adegan anak kecil memegang gunting atau pisau. Walaupun misalnya ada adegan bertema prakarya dan harus ada adegan menggunting kertas, maka kita harus menambahkan karakter kakak - yang sudah lebih dewasa untuk membantu adiknya melakukan adegan gunting kertas tadi. Jika tidak? maka kami akan disuruh shooting ulang! rugi budget? ah tidak apa-apa, bagi mereka uang tidak akan dapat membalikkan kesalahan yang sudah terjadi jika kelak muncul masalah dari adegan yang salah
ADVERTISEMENT
Sesame Workshop membuat program-programnya dari dana donasi masyarakat, pemerintah, atau lembaga, bukan dari dana sponsor. Tim produksinya luar biasa dahsyat. Saya berani jamin tidak ada rumah produksi di Indonesia yang sanggup dan berani menjalankan mahalnya produksi yang dilakukan oleh Sesame Workshop untuk Indonesia (Creative Indigo Production) yang harus menyiapkan alokasi dana besar untuk tim edukasi, riset, bahkan sampai laboratorium dampak tayangan kepada anak. Apakah anak-anak Indonesia suka tayangan tentang dongeng? petualangan? karakter manusia? karakter hewan? karakter monster? berkumis? dan seterusnya. Semua dilakukan dengan pelan-pelan dan cermat, demi menjaga persepsi dan imajinasi anak-anak Indonesia. Jangankan kejar tayang, wong semua penulisnya pun wajib ikut workshop tentang storytelling di New Delhi India.
Saya tidak mau juga bermimpi bahwa kelak akan ada lagi sebuah lembaga, apalagi rumah produksi yang sengaja dibuat untuk melahirkan tayangan-tayangan bermutu dan penuh kreativitas khusus untuk anak-anak Indonesia. Karena ini bukan proyek murah dan seadanya. Jaman saya ikut produksi Jalan Sesama itu belum ada media sosial yang penetrasinya begitu kuat seperti hari ini. Saat ini selain materi media TV, anak-anak Indonesia pun harus berjuang untuk memilah dan memilih materi di media sosial. Siapa yang harus menjaga ini semua? orang tua? guru? produser rumah produksi? stasiun TV? pemerintah? KPI? LSM? atau menunggu donasi bantuan asing lagi? seperti Jalan Sesama? Mari kita pikirkan solusinya bersama-sama, semoga segera kita mendapatkan jalan keluarnya... Selamat Hari Anak Nasional!
ADVERTISEMENT