Problema Minimnya Kesadaran Masyarakat terhadap Protokol Kesehatan COVID-19

Rayhan Ainal
Mahasiswa Hukum UPN Veteran Jakarta.
Konten dari Pengguna
24 Desember 2020 18:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayhan Ainal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto masyarakat melanggar protokol kesehatan di sebuah pantai.
Virus Corona yang dikenal juga dengan istilah "COVID-19" (Coronavirus Disease 2019) ditemukan pertama kali di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Penyakit yang umumnya menyerang saluran pernapasan ini dapat menyebar dari manusia ke manusia dan menyebabkan risiko kesehatan yang sangat serius.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, era pandemi COVID-19 kini telah menginjak usia sembilan bulan sejak kasus pertama dideteksi bulan Maret lalu, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Sejak saat itu, berbagai upaya telah diusahakan pemerintah untuk menghentikan laju penyebaran virus tersebut. Upaya-upaya tersebut memiliki bentuk yang bermacam-macam dan umumnya diterbitkan dalam bentuk surat edaran resmi, peraturan, ataupun keputusan Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan sebagai pedoman masyarakat untuk mengambil langkah dalam kondisi new normal saat ini.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga masih diterapkan di berbagai daerah. Kampanye 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak Aman, dan Mencuci Tangan) dan praktik 3T (Testing, Tracing, Treatment) pun masih digencarkan dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. Selain itu, hukuman pidana pun mengancam para pelanggar protokol kesehatan dengan dikeluarkannya surat telegram bernomor ST/3220/XI/KES.7./2020 terkait penegakan protokol kesehatan COVID-19 bulan November lalu. Sayangnya, upaya tersebut belum berjalan secara maksimal dikarenakan kecenderungan sebagian masyarakat yang non-kooperatif terhadap pedoman, himbauan, dan juga peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan pertambahan kasus positif harian di Indonesia makin mencemaskan hingga saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari dimana warung makan, kafe, dan juga pusat perbelanjaan terlihat ramai akan pengunjung tanpa menjaga protokol kesehatan. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Kepala Bareskrim Polri Komjen. Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers online pada Senin (21/12/2020) menyatakan bahwa mereka telah menangani 34 perkara terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan sejak April hingga 21 Desember 2020 di berbagai wilayah di tanah air.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang diambil dari laman covid19.go.id, hingga tulisan ini dibuat pada Rabu (23/12/2020), jumlah pasien COVID-19 di Indonesia telah mencapai angka 685.639 dan 20.408 nyawa telah terenggut karenanya. Dari pertambahan kasus positif harian hingga saat ini yang kian memuncak tiap harinya, dapat dilihat jelas bahwa minimnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya penerapan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari menjadi permasalahan genting yang harus segera diatasi. Perilaku kurang peduli sebagian masyarakat Indonesia terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah membuat pemutusan rantai penularan COVID-19 semakin sulit.
Problema ini antara lain disebabkan oleh banyaknya masyarakat Indonesia yang meragukan eksistensi COVID-19. Letjen. TNI Doni Monardo selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga selaku Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 di Indonesia, mengutarakan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) Pusat medio 7-14 September 2020, sekitar 44 juta jiwa penduduk Indonesia tidak percaya akan adanya COVID-19. Jumlah tersebut mencapai sekitar 16% dari keseluruhan penduduk Indonesia saat ini. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat bahwa bukan hanya diri sendiri yang akan dirugikan, namun juga orang-orang di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Kemalasan sebagian masyarakat umum dalam memakai masker dan juga mencuci tangan merupakan faktor lain yang membuat rantai penyebaran COVID-19 masih belum dapat dikendalikan. Dilihat dari keramaian pusat perbelanjaan dan warung makan menunjukan bahwa physical distancing juga masih belum dapat diterapkan dengan baik.
Faktor penyebab lainnya ialah kurang tegasnya aparat penegak hukum dalam menegakkan protokol kesehatan di lapangan. Hal ini menyebabkan kalangan masyarakat yang tidak bertanggung jawab dengan tidak menaati protokol kesehatan bertindak bebas dalam ruang umum tanpa ada konsekuensi yang jelas dari aparat penegak hukum. Padahal, Mahfud MD selaku Menko Polhukam telah menjelaskan bahwa Kepala Daerah beserta penegak hukumnya dapat dikenakan sanksi jika tidak mampu menegakkan protokol kesehatan di lingkungan masyarakat. Pernyataan ini beliau sampaikan dalam konferensi pers virtual pada Senin (16/11/2020), menanggapi isu hangat terkait kerumunan simpatisan pemimpin salah satu organisasi keagamaan di Petamburan, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Untuk menumpas virus ini seutuhnya, masyarakat harus bekerja sama dengan pemerintah dengan cara tinggal di rumah dan menjaga jarak, rutin mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer, dan menggunakan masker apabila terpaksa harus keluar rumah. Kepatuhan dalam penerapan PSBB serta kesadaran akan betapa pentingnya pelaksanaan upaya 3M dan 3T perlu ditingkatkan lagi. Di samping itu, masyarakat perlu meningkatkan imunitas tubuh dengan mengonsumsi gizi seimbang, tidak merokok, minum suplemen vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh, berolahraga,dan istirahat yang cukup.
Pemerintah juga hendaknya terus memperkuat upaya penanggulangan COVID-19 dengan melakukan penelusuran terhadap kontak dekat yang dilaksanakan oleh otoritas Dinkes setempat dan pengujian sampel secara masif. Penegakkan PSBB di di DKI Jakarta juga harus terus diperketat sesuai dengan Pergub DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020, Pergub DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2020, dan Pergub DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Segala aktivitas yang melanggar protokol kesehatan harus ditindaktegaskan sesuai dengan protokol kesehatan yang tertera dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 dengan upaya gabungan antara Kepala Daerah dengan aparat penegak hukum setempat. Agar ada kesadaran masyarakat dan mereka mengerti bahaya COVID-19, perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus di seluruh daerah (Syafrida 2020). Upaya dalam sosialisasi, edukasi serta penggunaan media informasi tersebut bertujuan untuk memberikan pengertian dan pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian COVID-19 kepada masyarakat awam agar tidak terjadi miskonsepsi mengenai virus yang mewabah ini. Terutama melalui media edukasi daring khususnya konten di media sosial dianggap merupakan media yang efektif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat (Nurhayati, 2020).
Dari tulisan diatas, dapat disimpulkan bahwa upaya dari pemerintah saja tidak cukup untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Rakyat harus menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan virus ini ialah dengan melakukan upaya kolaboratif dengan pemerintah. Segala himbauan serta aturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat hendaknya dipatuhi. Memperbanyak ilmu terkait COVID-19 dari sumber yang terpercaya perlu digiatkan agar terhindar dari kesalahpahaman dan miskonsepsi masyarakat awam.
ADVERTISEMENT