Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membedah Cryptocurrency dalam Perspektif Fiqih Muamalah
6 Juni 2022 20:18 WIB
Tulisan dari Syaikhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cryptocurrency dikenal sebagai mata uang digital yang dibangun dengan dasar sandi kriptografi. Sandi tersebut menyerupai suatu nomor serial seperti yang sering kita jumpai pada uang kertas, sehingga tidak dapat dipalsukan atau digandakan begitu saja. Cryptocurrency tidak tersentralisasi oleh bank, melainkan dibuat menggunakan teknologi enkripsi komputer dalam platform Blockchain. Transaksi cryptocurrency biasanya dilakukan tanpa adanya perantara sehingga merupakan pembayaran digital langsung dari pengirim kepada penerima.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa pandangan fiqih muamalah untuk menyikapi cryptocurrency. Sebelumnya, perlu dipahami, menurut Imam Al-Ghazali, suatu benda dapat dikatakan sebagai uang atau alat pembayaran jika dicetak dan diedarkan oleh pemerintah, dinyatakan sebagai alat pembayaran resmi oleh pemerintah, serta pemerintah memiliki cadangan emas ataupun perak sebagai tolak ukur dari alat pembayaran yang beredar tersebut. Sehingga bertolak dari sana, penggunaan cryptocurrency belum dapat dianggap sah dan perlu ada kewaspadaan juga kebijaksanaan karena sedikitnya regulasi mengenai mata uang tersebut saat ini.
Hal tersebut diperkuat dengan fatwa Ulama Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid yang menilai cryptocurrency sebagai suatu alat investasi tentunya memiliki banyak kerapuhan jika ditilik dari syariat Islam seperti aspek spekulasi yang sangat kental. Padahal dalam Islam, sifat spekulatif dan gharar diharamkan serta tak memenuhi etika bisnis. Oleh karena itu, Majelis Tarjid dan Tarjih Muhammadiyah menegaskan bahwa ada kemudaratan dalam cryptocurrency.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, ada fatwa ulama NU melalui bahtsul masail PWNU (Pengurus Wilayah Nadhatul Ulama) Jawa Timur yang menegaskan bahwa penggunaan cryptocurrency adalah haram karena dinilai dapat menghilangkan legalitas dari suatu transaksi. Sehingga, meskipun cryptocurrency diakui pemerintah ataupun digunakan oleh massa yang banyak, secara syariat tidak bisa dianggap halal.
Terakhir, ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan cryptocurrency karena mengandung unsur gharar dan dharar yang bertentangan pula dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015. Sebagai suatu komoditi ataupun aset digital, cryptocurrency dianggap pula tidak sah karena ada unsur gharar, dharar, dan qimar.